Samatha: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bthohar (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: praktek → praktik (8)
Baris 1:
'''Samatha''' ([[bahasa Pali|Pali]]), ([[Sanskerta]]: शमथ, śamatha) adalah praktik [[meditasi Buddhis]] (bhavana) mengenai penenangan pikiran (citta) dan “formasi”-nya (sankhara). Hal ini dilakukan dengan berlatih meditasi fokus-tunggal yang pada umumnya dilakukan melalui kesadaran pernapasan. Samatha umum ditemukan pada semua tradisi [[Agama buddha|Buddhis]].
 
==Istilah ==
Istilah Tibet untuk samatha adalah ''shyiné'' (Wylie: zhi-Gnas). Menurut Jamgon Kongtrul, wawasan dapat dikumpulkan melalui penafsiran etimologi samatha dan shyiné:
:Istilah Tibet (untuk samatha adalah) ''shyiné'' [shi-ne] (shi-Gnas) dan Sanskerta adalah Shamatha. Dalam istilah bahasa Tibet, suku kata pertama, ''shi'', dan dalam istilah bahasa Sansekerta, dua suku kata pertama, shama, mengacu pada "kedamaian" dan "keamanan". Arti kedamaian atau keamanan dalam konteks ini adalah bahwa biasanya pikiran kita seperti gemuruh topan. Gemuruh tersebut adalah kecemasan pikiran. Pikiran kita pada dasarnya merupakan suatu perhatian obsesif terhadap masa lalu, konseptualisasi tentang masa kini, dan terutama perhatian yang obsesif terhadap masa depan. Ini berarti bahwa biasanya pikiran kita tidak mengalami saat sekarang sama sekali.<ref>Ray, Reginald A. (Ed.)(2004). ''In the Presence of Masters: Wisdom from 30 Contemporary Tibetan Buddhist Teachers''. Boston, Massachusetts, USA: Shambhala Publications. ISBN 1-57062-849-1 (pbk.: alk. paper) hal.69.</ref>
 
Bidang [[semantik]] dari ''shi'' dan ''shama'' adalah "keamanan", "perlambatan atau pendinginan", "istirahat". Bidang semantik ''né'' adalah "untuk mematuhi atau tetap" dan hal ini serumpun atau setara dengan suku kata akhir istilah dalam bahasa Sanskerta, ''tha''.<ref>Ray, Reginald A. (Ed.)(2004). ''In the Presence of Masters: Wisdom from 30 Contemporary Tibetan Buddhist Teachers''. Boston, Massachusetts, USA: Shambhala.ISBN 1-57062-849-1 (pbk.: alk. paper) hal.70.</ref>
 
== Sekilas ==
Baris 11:
Dalam kanon Pali, jalan praktik Buddha disederhanakan menjadi tiga divisi, yaitu moralitas (''sila''), konsentrasi (''samadhi'') dan kebijaksanaan (''panna''). Kesadaran pernapasan mengarahkan praktisinya ke dalam konsentrasi (''samadhi''), area pengalaman dimana indra menjadi tenang dan pikiran berdiam dalam konsentrasi yang tidak terganggu pada objek (yaitu, napas), jika tidak dalam penyerapan meditatif (''Dhyana''). Ini adalah kondisi untuk wawasan (''vipassana'') dan selanjutnya pengembangan kebijaksanaan yang membebaskan (''panna''). Dalam Buddhisme, moralitas (''sila'') dipahami sebagai dasar yang stabil untuk pencapaian (''samatha''). Samatha dan vipassana merupakan bagian tak terpisahkan dari [[Jalan Mulia Berunsur Delapan]] (''Noble Eightfold Path) ''seperti yang dijelaskan oleh Sang Buddha dalam ajaran intinya (''the Four Noble Truths''). [[Empat Kebenaran Mulia]], "''The Way to the End of Suffering ''", meliputi sila, samadhi dan panna, merupakan jalan yang mengundang praktisi untuk hidup dengan sila, samadhi dan panna.
==Penerapan==
''Samatha'' (ketenangan) dianggap sebagai prasyarat konsentrasi. Dalam hal praktekpraktik meditatif, ''samatha'' mengacu pada teknik yang membantu dalam menenangkan pikiran. Salah satu teknik utama yang diajarkan oleh [[Sang Buddha]] dalam hal ini adalah kesadaran pernapasan (Pali:'' [[anapanasati]]''). Praktek ini juga digunakan untuk memusatkan pikiran. Dengan demikian, meditasi ''samatha'' dan meditasi konsentrasi sering dianggap identik. Tujuannya adalah pendirian perhatian seperti yang digunakan dalam hubungannya dengan praktik wawasan (P: ''[[vipassanā]]''; S: ''vipaśyanā''), penyelidikan sifat benda, seperti yang ditemui dalam tradisi ''dzogchen'', sehingga menghasilkan kebijaksanaan (P:'' panna'', S:''prajna''). ''Samatha'' umumnya dilakukan sebagai awal untuk dan dalam hubungannya dengan praktik
kebijaksanaan.<ref>Wallace, A. (2006) [http://wisdompubs.org/Pages/search_results.lasso ''The Attention Revolution''.] Wisdom Publications, ed. 1. hal.164</ref>
 
Melalui pengembangan meditatif dari kediaman yang tenang, seseorang dapat menekan munculnya lima rintangan. Dengan penekanan terhadap rintangan-rintangan ini, pengembangan meditatif wawasan menghasilkan kebijaksanaan yang membebaskan.<ref>[http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an02/an02.030.than.html AN 2.30.]</ref>
 
Dalam tradisi Theravada, terdapat empat puluh obyek meditasi. Kesadaran (''sati'') pernafasan (''Anapana'': ''anapanasati''; S. ''ānāpānasmṛti'') adalah praktekpraktik ''samatha'' yang paling umum. ''Samatha'' dapat mencakup praktekpraktik-praktekpraktik ''samadhi'' lainnya juga.
 
Beberapa praktekpraktik meditasi seperti perenungan objek kasina mendukung pengembangan ''samatha'', praktekpraktik lainnya seperti kontemplasi kelompok yang kondusif untuk pengembangan ''vipassana'', sementara praktekpraktik yang lainnya seperti perhatian pada pernapasan secara klasik digunakan untuk mengembangkan kedua kualitas mental tersebut.<ref>Lihat, misalnya, [http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/bodhi/waytoend.html Bodhi (1999)] dan Nyanaponika (1996), hal. 108</ref>
 
==Asal Mula==
 
Sang Buddha dikatakan telah mengidentifikasi dua kualitas mental yang penting yang muncul dari praktekpraktik meditasi yang sehat: 
*Samatha, kediaman yang tenang, yang memantapkan, menyusun, menyatukan dan memusatkan pikiran;
*Vipassana, wawasan, yang memungkinkan seseorang untuk melihat, mengeksplorasi dan melihat "formasi" (fenomena yang terkondisi berdasarkan lima kelompok).<ref>[http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.094.than.html AN 4.94]</ref>
Baris 34:
 
Dalam kanon Pali, Sang Buddha tidak pernah menyebutkan praktik meditasi ''samatha'' dan ''vipassana'' secara terpisah; sebagai gantinya, ''samatha'' dan ''vipassana'' adalah dua "kualitas pikiran" untuk dikembangkan melalui meditasi. Seperti yang Bhikkhu Thanissaro tulis,
:Ketika [sutta Pali] menggambarkan sang Buddha yang sedang memberitahu siswa-siswanya untuk bermeditasi, mereka tidak pernah mengutipnya dengan mengatakan 'lakukanlah vipassana,' tetapi selalu ‘lakukanlah jhana'. Dan mereka tidak pernah menyamakan kata "vipassana" dengan teknik kesadaran. Dalam beberapa kasus di mana mereka menyebutkan vipassana, mereka hampir selalu memasangkannya dengan samatha - bukan sebagai dua metode alternatif, tetapi sebagai dua kualitas pikiran yang seseorang mungkin 'peroleh' atau 'akan diberkahi dengan’, dan hal itu harus dikembangkan secara bersama-sama.<ref>Thanissaro Bhikkhu (1997) [http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/thanissaro/onetool.html ''One Tool Among Many: The Place of Vipassana in Buddhist Practice''.] Diakses 22-05-2014</ref>
 
Demikian pula, mengacu pada MN 151, ay. 13-19, dan AN IV, 125-27, Ajahn Brahm (yang, seperti Bhikkhu Thanissaro, dalam Tradisi Hutan Thailand) menulis bahwa
Baris 49:
 
=== Sutra Mahayana ===
Sejumlah sutra Mahayana menyebut ''samatha'', biasanya dalam hubungannya dengan vipassanā.
 
Salah satu yang paling menonjol, ''the Cloud of Jewels Sutra'' (''Ārya Ratnamegha Sutra'', Tib. ''<nowiki>'Phags-pa dkon-mchog sprin-gyi mdo</nowiki>'') membagi semua bentuk meditasi ke dalam ''śamatha'' atau ''vipassanā'', mendefinisikan ''samatha'' sebagai "kesadaran tujuan-tunggal" dan ''vipassanā ''sebagai "melihat ke dalam hakikat segala sesuatu".<ref>"How to practice Calm-Abiding Meditation," Dharma Fellowship.</ref>
Baris 61:
 
=== Sembilan kediaman mental ===
Dalam formulasi yang berasal dari Asanga (4 Masehi), praktik ''samatha'' dikatakan untuk peningkatan melalui sembilan "kediaman mental" atau Sembilan tahapan melatih pikiran (Sans. ''navākārā cittasthiti'', Tib. ''Sem Gnas dgu''), yang mengarah ke samatha yang benar (setara dengan "konsentrasi akses" dalam sistem Theravada), dan dari sana ke keadaan konsentrasi meditasi yang disebut ''dhyana'' pertama (Pali: ''jhāna''; Tib. ''Bsam gtan'') yang sering dikatakan sebagai keadaan ketenangan atau kebahagiaan.<ref>Wallace, A. [http://www.wisdompubs.org/catalog 'The Attention Revolution', Wisdom Publications, 1st ed.], 2006, hal.6</ref><ref>''The Practice of Tranquility & Insight: A Guide to Tibetan Buddhist Mediation'' by Thrangu Rinpoche. Snow Lion Publications; 2 edition. 1998 ISBN 1-55939-106-5 hal.19</ref> Asanga melukiskan sembilan kediaman mental dalam ''Abhidharmasamuccaya''-nya dan dalam bab ''Śrāvakabhūmi'' dari ''Yogācārabhūmi-sastra''-nya. Hal ini juga ditemukan dalam ''Mahayanasutralankara'' dari ''Maitreyanātha''.
 
Sembilan Kediaman Mental (''navākārā cittasthiti'', ''sem-gnas dgu'') tersebut adalah:<ref>''Meditative States in Tibetan Buddhism'' By Lati Rinpoche, Denma Locho Rinpoche, Leah Zahler, Jeffrey Hopkins Wisdom Publications: December 25, 1996. ISBN 0-86171-119-X halaman 53-85</ref>
Baris 73:
#'''Perhatian yang sepenuhnya ditenangkan''' (S. '''vyupaśamana,''' Tib རྣམ་པར་ཞི་བར་བྱེད་པ་ - ''nye-bar-bar zhi byed-pa''), meskipun praktisi mungkin masih mengalami kegembiraan atau kesuraman yang halus, hal tersebut jarang terjadi dan ia dapat dengan mudah mengenali dan menenangkannya.
#'''Perhatian fokus-tunggal''' (S. ''ekotīkarana'', Tib རྩེ་གཅིག་ཏུ་བྱེད་པ་ - ''Rtse-gcig-tu byed-pa'') dalam tahap ini praktisi dapat mencapai tingkat konsentrasi yang tinggi dengan hanya sedikit usaha dan tanpa terganggu bahkan oleh kelemahan atau kegembiraan halus selama seluruh sesi meditasi.
#'''Keseimbangan Pikiran''' (S. ''samādhāna'', Tib མཉམ་པར་འཇོག་པ་བྱེད་པ་ - ''Mnyam-par 'jog-pa'') meditator sekarang mudah mencapai konsentrasi yang diserap (''ting-nge-'dzin'', S. ''samadhi'') dan bisa mempertahankannya selama sekitar empat jam tanpa gangguan apapun.
 
::(10. samatha, Tib ཞི་གནས་, ''shyiné''- puncaknya, kadang-kadang disebut sebagai tahap kesepuluh) 
Baris 82:
berasal dari ''Madhyānta-vibhāga'' dari Maitreyanātha dan
diuraikan dalam teks-teks lanjutan, seperti dalam ''Stages of Meditation'' (''Bhāvanākrama'')
oleh Kamalaśīla.<ref>''Study and Practice of Meditation: Tibetan Interpretations of the Concentrations and Formless Absorptions'' by Leah Zahler. Snow Lion Publications: 2009 halaman 23</ref>
 
==== Lima kesalahan ====
Baris 94:
#Kelemahan (''laya'', ''bying-ba'') dan kegembiraan (''auddhatya'', ''rgod-pa''). Kelemahan mungkin dapat berbentuk kasar (''audārika'', ''kain-pa'') atau halus (''suksma'', ''phra-mo''). Kelesuan (''styāna'', ''rmugs-pa'') sering juga hadir, namun dikatakan kurang umum.
#Non-terapan (''anabhisamskāra'', ''<nowiki>'du mi-byed-pa</nowiki>'')
#[Terlalu] diterapkan (''abhisamskāra'', ''<nowiki>'du byed-pa</nowiki>'')
 
==== Delapan penangkal ====
Berikut ini delapan penangkal (''pratipakṣa'', ''gnyen-po'') atau terapam (''abhisamskāra'', ''<nowiki>'du-byed pa</nowiki>'') yang
dapat diterapkan untuk mengatasi lima
kesalahan tersebut:<ref name="Tibetan Buddhism' 1996">''Meditative States in Tibetan Buddhism'' By Lati Rinpoche, Denma Locho Rinpoche, Leah Zahler, Jeffrey Hopkins Wisdom Publications: Desember 25, 1996. hal. 53-85</ref>
*terhadap kemalasan:
:1. Keyakinan (''Sraddha'', ''ayah-pa'')
:2. Aspirasi (''chanda'', ''<nowiki>'dun-pa</nowiki>'')
:3. Tenaga (''vyayama'', ''rtsol-ba'')
:4. Kelenturan (''praśrabdhi'', ''shin-sbyangs'')
 
*terhadap lupa terhadap instruksi:
:5. Kesadaran diri (''smrti'', ''dran-pa'')
 
*terhadap kelemahan dan kegembiraan
:6. Kesadaran (''samprajaña'', ''Shes-bzhin'')
 
*terhadap non-terapan:
:7. Penerapan (''abhisaṃskāra'', ''<nowiki>'du byed-pa</nowiki>'')
 
*terhadap terlalu banyak diterapkan:
:8. non-terapan (''anabhisaṃskāra'', ''<nowiki>'du mi-byed-pa</nowiki>'')
 
==== Enam Kekuatan ====
Baris 130:
==== Empat metode keterlibatan mental ====
Empat motode keterlibatan mental (''manaskāra'', ''yid-la byed-pa'') yang
dikatakan mungkin untuk dilakukan adalah:<ref>''Meditative States in name="Tibetan Buddhism'' By Lati Rinpoche, Denma Locho Rinpoche, Leah Zahler, Jeffrey Hopkins Wisdom Publications: Desember 25, 1996. hal. 53-85<"/ref>
 
#Keterlibatan paksa (''balavāhana'', ''sgrim-ste 'jug-pa'')
Baris 139:
=== Mahamudra dan dzogchen ===
Samatha dipahami secara agak berbeda dalam tradisi [[Mahamudra]] seperti yang dipraktikkan dalam garis keturunan Kagyu. Seperti yang Traleg Kyabgon Rinpoche jelaskan,
:Dalam praktik meditasi ketenangan Mahamudra ... kita memperlakukan semua pikiran sebagai hal yang sama untuk mendapatkan jarak dan obyektifitas yang cukup dari kondisi mental kita saat ini, yang akan memungkinkan kita untuk masuk secara alami ke dalam keadaan ketenangan tanpa usaha atau rencana [.. .] Agar pikiran diam, kita perlu untuk menangguhkan pertimbangan nilai yang kita terapkan dalam aktivitas mental kita [...] adalah penting bahwa kita tidak mencoba untuk menciptakan keadaan tenang tetapi mengijinkan pikiran untuk masuk ke dalam ketenangan secara alami. Ini merupakan gagasan penting dalam tradisi Mahamudra, yaitu mengenai tidak melakukan apa-apa. Kita tidak melakukan mediasi ketenangan, kita membiarkan ketenangan muncul dengan sendirinya, dan akan melakukannya hanya jika kita berhenti memikirkan keadaan meditasi sebagai hal yang perlu kita lakukan secara aktif [...] Dengan kata lain, menangkap diri Anda di tengah gangguan adalah ujian sejati dalam meditasi ketenangan, karena yang penting adalah bukan kemampuan untuk mencegah timbulnya pikiran atau emosi tetapi kemampuan untuk menangkap diri kita dalam keadaan mental atau emosional tertentu. Ini adalah inti dari meditasi ketenangan [dalam konteks Mahamudra] [...] Gaya meditasi Mahamudra tidak mendorong kita menuju berbagai tingkat konsentrasi meditasi tradisional seperti yang dijelaskan dalam panduan mediasi eksoteris [...] Dari sudut pandang Mahamudra, kita tidak boleh menginginkan keseimbangan meditasi atau memiliki keengganan untuk pikiran diskursif dan emosi yang saling bertentangan tetapi untuk melihat kedua keadaan tersebut dengan tenang. Sekali lagi, poin pentingnya adalah bukan apakah meditasi yang seimbang telah hadir tapi apakah kita mampu mempertahankan kesadaran keadaan mental kita. Jika pikiran-pikiran yang mengganggu benar-benar timbul, karena hal tersebut pasti akan muncul, kita hanya perlu mengenali pikiran-pikiran dan emosi tersebut sebagai fenomena sementara.<ref>''Mind at Ease'', by Traleg Kyabgon, Shambhala Publications, halaman 149-152, 157</ref>
 
Bagi Kagyupa, dalam konteks Mahamudra, samatha melalui perhatian pada pernapasan dianggap sebagai cara yang ideal bagi meditator untuk melakukan transisi dalam mengambil pikiran itu sendiri sebagai obyek meditasi dan menghasilkan vipassanā atas dasar tersebut.<ref>''Pointing Out the Great Way: The Stages of Meditation in the Mahamudra tradition'' by Dan Brown. Wisdom Publications: 2006 halaman 221-34</ref>
 
Yang cukup mirip adalah pendekatan samatha yang ditemukan dalam semde dzogchen (Sansekerta: mahāsandhi cittavarga). Dalam sistem semde, samatha merupakan yang pertama dari empat yoga (Tib. naljor, Wylie: rnal-'byor),<ref>http://www.dharmakirti.org/dc_curriculum.htm</ref> yang lainnya adalah vipassanā (Wylie: lhag-mthong), Non-dualitas (advaya, Tib. nyime, Wylie : gnyis-med),<ref>''Unbounded Wholeness'' by Anne C. Klein, Tenzin Wangyal. ISBN 0-19-517849-1 hal. 349</ref> dan kehadiran spontan (anābogha atau nirābogha, Tib. lhundrub, Wylie: lhun-grub).<ref>''Unbounded Wholeness'' by Anne C. Klein, Tenzin Wangyal. ISBN 0-19-517849-1 hal. 357, 359</ref> Ini merupakan paralel dari empat yoga dalam Mahamudra.
 
Pada Juni 1996, Ajahn Amaro mendirikan [[Biara Abhayagiri]] di Redwood Valley, California, di mana ia adalah kepala biara bersama dengan Ajahn Pasanno hingga Juli 2010. Ajahn Amaro kembali ke Amaravati pada bulan Juli 2010 dan sebagai pelajar lama dalam tradisi Theravada Hutan Thailand dari Ajahn Chah, ia juga telah melatih pendekatan samatha semde dzogchen di bawah Tsoknyi Rinpoche. Ia menemukan kesamaan dalam pendekatan dari dua tradisi tersebut terhadap samatha.<ref>Ajahn Chah's 'View of the View'", in ''Broad View, Boundless Heart'' by Ajahn Amaro.</ref>
Baris 165:
* [http://www.samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/bhavana-pengertian-faedah-dan-cara-melaksanakan/ Bhavana : Pengertian, Faedah dan Cara Melaksanakan] samaggi-phala.or.id
 
[[Kategori:Meditasi]]
[[Kategori:Meditasi agama Buddha]]