Infalibilitas Paus: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-di Abad +pada Abad, -di abad +pada abad, -Di abad +Pada abad, -Di Abad +Pada Abad)
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: praktek → praktik
Baris 3:
Doktrin ini didefinisikan secara dogmatis dalam [[Konsili Vatikan Pertama]] tahun [[1870]]. Menurut teologi Katolik, ada beberapa konsep yang penting untuk dipelajari agar bisa mengerti tentang infalibilitas dan wahyu Tuhan: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium (Majelis) Suci. Ajaran-ajaran infalibilitas kepausan adalah bagian dari Magisterium Suci, yang juga terdiri atas dewan-dewan ekumenikal (kumpulan para uskup) serta majelis-majelis biasa dan dunia. Dalam teologi Katolik, infalibilitas kepausan adalah salah satu terusan dari infalibilitas Gereja. Infalibilitas kepausan harus berdasarkan pada, atau minimal tidak mengkontradiksi, Tradisi Suci maupun Kitab Suci. Infalibilitas kepausan tidak berarti bahwa Sri Paus adalah suci sempurna, yakni dirinya khusus dibebaskan dari beban dosa.
 
Dalam prakteknyapraktiknya, para paus sangat jarang menggunakan kekuasaan infalibilitas ini, tapi hanya mendasarkan diri pada suatu pemikiran bahwa Gereja menerima badan kepausan sebagai pihak penguasa yang memutuskan hal-hal yang diterima sebagai iman resmi Gereja. Semenjak deklarasi resmi mengenai infalibilitas kepausan dalam [[Konsili Vatikan Pertama]] pada tahun 1870, kekuasaan ini hanya pernah digunakan sekali ''[[#Ex cathedra|ex cathedra]]'': pada tahun [[1950]] ketika Paus Pius XII menyatakan bahwa Naiknya Maria ke Surga sebagai bagian iman umat Katolik Roma.
 
== Syarat-syarat Infalibilitas Kepausan ==
Baris 19:
Sebuah ajaran yang mengandung infalibilitas oleh seorang Paus atau dewan ekumenikal dapat mengkontradiksi ajaran-ajaran Gereja sebelumnya, sepanjang ajaran-ajaran tersebut tidak diajarkan sendiri dengan tanpa kesalahan. Dalam kasus ini, ajaran-ajaran yang "bisa dianggap salah" tersebut segera dihilangkan. Tentunya sebuah ajaran yang tidak bisa salah tidak bisa mengkontradiksi ajaran infalibilitas sebelumnya, termasuk ajaran-ajaran infalibilitas tentang Kitab Suci dan Tradisi Suci. Juga, karena ''sensus fidelium'', sebuah ajaran yang tidak bisa salah selanjutnya tidak bisa dikontradiksi oleh Gereja Katolik, bahkan bila ajaran tersebut sebenarnya "bisa dianggap salah".
 
Adalah opini dari mayoritas teolog Katolik bahwa kanonisasi seorang paus masuk ke dalam batasan ajaran infalibilitas. Oleh karenanya, bisa dianggap oleh mayoritas teolog ini, bahwa orang-orang yang dikanonisasi tersebut pasti berada di surga bersama Tuhan. Namun, pendapat infalibilitas kanonisasi ini belum pernah diajarkan secara pasti oleh Magisterium. Para teolog lainnya, bahkan mereka yang berasal dari era awal Gereja, merujuk pendapat mayoritas ini sebagai "pendapat yang suci, namun tetap saja hanyalah sebuah pendapat".
 
Sebelum puncak zaman pertengahan, orang-orang suci tidak ditetapkan oleh Uskup Roma, melainkan oleh para uskup dari keuskupan-keuskupan setempat, menerima maupun menolak permintaan orang-orang terhadap penetapan kesucisn seorang Kristiani yang wafat "dalam aura kesucian". Dalam ajaran Katolik, uskup-uskup lokal tidak memiliki rahmat infalibilitas (namun mereka memperolehnya ketika berkumpul bersama membentuk Dewan Ekumenikal), sehingga hal ini menyebabkan kanonisasi yang dilakukan dalam masa awal Gereja tidak memiliki kepastian infalibilitas.
Baris 41:
 
== Kedudukan Lebih Tinggi Uskup Roma ==
Agama-agama yang berdasarkan doktrin mengembangkan teologi mereka dari masa ke masa, dan Agama Katolik tidak terkecuali daripadanya. Teologinya tidak tumbuh seketika itu juga dan tidak terbentuk penuh dalam jiwa Gereja awal.
 
Doktrin bahwa uskup-uskup Roma memiliki kedudukan yang lebih tinggi, seperti juga ajaran-ajaran Gereja lainnya dan institusi-institusi lainnya, melewati suatu proses pertumbuhan tersendiri. Karenanya, pembentukan posisi lebih tinggi (Uskup Roma) yang tercatat di dalam Injil secara bertahap dikenali secara lebih jelas dan implikasinya berkembang. Indikasi yang jelas mengenai kesadaran akan kedudukan uskup-uskup Roma yang lebih tinggi dan pengakuan kedudukan tersebut oleh gereja-gereja lain muncul pada akhir abad pertama.
Baris 53:
Santi Julius I, pada tahun 341, menulis kepada orang-orang Antiokhia: "Atau apakah kalian tidak tahu bahwa sudah tradisi untuk menulis kepada kami terlebih dahulu, dan bahwa disinilah apa yang adil diputuskan?"
 
Jelaslah kemudian bahwa sebuah pengertian di antara para rasul dicatat ke dalam apa yang kemudian menjadi Kitab Suci, dan secara cepat menjadi tradisi hidup Gereja. Dari sana, teologi yang terlihat lebih jelas bisa lahir.
 
Santo Siricius menulis kepada Himerius pada tahun 385: "Menjawab pertanyaanmu, kami tidak menolak balasan resmi sebab kami, tempat dimana semangat agama Kristen berkuasa di atas seluruh Gereja, dengan mempertimbangkan kedudukan kami, kami tidak bisa menutup-nutupi atau tinggal diam. Kami memikul beban semua orang yang terbebani; bahkan Rasul Petrus yang terberkati juga turut memikul beban ini dalam diri kami, yang kami percaya Ia melindungi kami dalam segala urusan Gereja dan Ia menjaga para penerusnya."
 
Banyak Bapak-bapak Gereja mengatakan bahwa Dewan-Dewan Ekumenikal (kumpulan para uskup) dan Uskup Roma sebagai pihak-pihak yang memiliki kewenangan yang dapat dipercaya untuk mengajarkan isi dari Kitab Suci dan Tradisi Gereja.
Baris 67:
 
=== Definisi yang menjadi Dogma pada tahun 1870 ===
Di akhir bab ke-empat konstitusi dogmatis tentang Gereja yang disebut ''Pastor Aeternus'', yang diumumkan secara resmi oleh Paus Pius IX, Konsili Vatikan Pertama tahun 1870 mendeklarasikan hal berikut (dengan penolakan dari Uskup Aloisio Riccio dan Uskup Edward Fitzgerald):
 
"Kita mengajarkan dan mendefinisikan bahwa suatu hal adalah sebuah dogma yang dinyatakan oleh Tuhan ketika Uskup Roma mengatakannya ''ex cathedra'', yakni ketika memutuskan dari kedudukannya sebagai imam dan guru semua umat Kristiani, berdasarkan kekuasaan apostolis tertingginya, ia menetapkan sebuah doktrin mengenai iman atau moralitas untuk diikuti oleh seluruh Gereja, dengan bantuan Tuhan yang dijanjikan kepadanya melalui Santo Petrus yang terberkati, yang dimilikinya dari bagian infalibilitas dimana dengannya Tuhan Sang Penebus Dosa berkehendak agar Gerejanya diberkati dengan kekuasaan untuk menetapkan doktrin mengenai iman dan moralitas, dan oleh karenanya ketetapan-ketetapan dari Uskup Roma yang berasal dari dirinya sendiri dan bukan berasal dari persetujuan Gereja adalah tidak bisa diubah.