Melayu Riau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Alpinu (bicara | kontrib)
k Asal-usul: French spelling (École française d'Extrême)
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: praktek → praktik
Baris 7:
|langs=[[Bahasa Melayu|Melayu Riau]]{{br}}[[Bahasa Malaysia|Malaysia]]{{br}}[[Bahasa Minangkabau|Minangkabau]]{{br}}[[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
|rels=[[Islam]]
|related= [[Minangkabau|Minangkabau]], [[Suku Bugis|Bugis]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Aceh|Aceh]]
|pop1 = 7.673.585|pop2 = 116.000|region1 = [[Riau]]|region2 = [[Malaysia]]}}
 
Baris 20:
Nama ''riau'' sendiri ada tiga pendapat. Pertama, dari [[bahasa Portugis|kata Portugis]], ''[https://en.wiktionary.org/wiki/rio rio]'' berarti [[sungai]].<ref>Suwardi MS (1991). [http://www.worldcat.org/title/budaya-melayu-dalam-perjalanannya-menuju-masa-depan/oclc/29530430 ''Budaya Melayu dalam perjalanannya menuju masa depan'']. [[Pekanbaru]]: Yayasan Penerbit MSI-Riau.</ref><ref name="Kondisisosbud-setneg">[http://www.indonesia.go.id/in/provinsi-riau/sosial-budaya/6022-kondisi-sosial-budaya-riau "Kondisi Sosial Budaya Provinsi Riau"]. Sekretariat Negara, diakses 17 Oktober 2013.</ref> Pada tahun 1514, terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis yang menelusuri [[Sungai Siak]], dengan tujuan mencari lokasi sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut, sekaligus mengejar pengikut [[Mahmud Syah dari Malaka|Sultan Mahmud Syah]] yang mengundurkan diri menuju [[Kampar]] setelah kejatuhan [[Kesultanan Malaka]].<ref>Schnitger, F. M., Fürer-Haimendorf, C. ., & Tichelman, G. L. (1939). ''[http://books.google.co.id/books/about/Forgotten_Kingdoms_in_Sumatra.html?id=dcYUAAAAIAAJ&redir_esc=y Forgotten kingdoms in Sumatra]''. Leiden: E. J. Brill.</ref><ref>Abdul Samad Ahmad (1979), ''Sulalatus Salatin, Dewan Bahasa dan Pustaka,'' ISBN 983-625-601-6.</ref> Pendapat kedua ''riau'' berasal dari kata ''riahi'' yang berarti air laut, yang diduga berasal dari kitab [[Seribu Satu Malam]].<ref name="Kondisisosbud-setneg"/>
 
Pendapat ketiga diangkat dari kata ''rioh'' atau ''riuh'' berasal dari penamaan rakyat setempat yang berarti ramai, Hiruk pikuk orang bekerja, yang mulai dikenal sejak [[Abdul Jalil Syah dari Siak|Raja kecik]] memindahkan pusat kerajaan melayu dari johor ke ulu Riau pada tahun 1719.<ref name="Kondisisosbud-setneg"/> Nama ini di pakai sebagai salah satu dari empat negeri utama yang membentuk kerajaan [[Riau]], [[Kabupaten Lingga|Lingga]], [[Johor]] dan [[Pahang, Malaysia|pahang]]. Namun, akibat dari [[Perjanjian London tahun 1824]] antara [[Belanda]] dengan [[Inggris]] berdampak pada terbelahnya kerajaan ini menjadi dua. Belahan Johor-Pahang berada di bawah pengaruh Inggris, Sedangkan belahan Riau-Lingga berada dibawah pengaruh Belanda.<ref>Mills, L. A. (2003). ''British Malaya 1824–67'' (p. 86– 87). Selangor, Malaysia: Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society. Call no.: RSEA 959.5 MIL.</ref><ref>Brown, I. (2009). ''The territories of Indonesia''. London: Routledge. ISBN 978-1857432152 </ref>
 
Dibawah pengaruh Belanda tahun 1905-1942, nama Riau dipakai untuk sebuah [[karesidenan]] yang daerahnya meliputi kepulauan Riau serta pesisir timur Sumatera bagian tengah. Demikian juga dalam zaman Jepang relatif masih di pertahankan. Setelah propinsi Riau terbentuk tahun 1958 nama tersebut masih dipergunakan hingga kini.
Baris 27:
 
[[File:Candi Muara Takus Riau.jpeg|thumb|[[Candi Muara Takus]] di Riau, diduga pernah menjadi pusat kerajaan [[Sriwijaya]].]]
Riau diduga telah dihuni sejak 100.000-400.000 SM. Kesimpulan ini diambil setelah penemuan alat-alat dari zaman [[Pleistosen]] di daerah aliran sungai Sungai Sengingi di Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Agustus 2009. Alat batu yang ditemukan antara lain kapak penetak, perimbas, serut, serpih dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut dan serpih. Tim peneliti juga menemukan beberapa fosil kayu yang diprakirakan berusia lebih tua dari alat-alat batu itu. Diduga manusia pengguna alat-alat yang ditemukan di Riau adalah pithecanthropus erectus seperti yang pernah ditemukan di Jawa Tengah.<Refref>Tanggal tidak diketahui. [http://www.antaranews.com/print/150784/ "Artefak Masa Prasejarah Ditemukan di Riau"]. ''[[ANTARA]]'', diakses 17 Oktober 2013.</ref><ref>13 Agustus 2009. [http://politik.tvonenews.tv/berita/view/20139/2009/08/13/fosil_dari_zaman_prasejarah_ditemukan_di_riau.tvOne "Fosil Dari Zaman Prasejarah Ditemukan di Riau"]. ''[[TvOne]]'', diakses 17 Oktober 2013.</ref>
 
Imperium Melayu Riau juga merupakan penyambung warisan [[Sriwijaya|Kedatuan Sriwijaya]] yang berbasis agama [[Buddha]]. Ini bukti ditemukannya [[Candi Muara Takus]] yang diduga merupakan pusat pemerintahan Sriwijaya, yang berasitektur menyerupai candi-candi yang ada di [[India]]. Selain itu, [[George Cœdès]] juga menemukan persamaan struktur pemerintahan Sriwijaya dengan kesultanan-kesultanan melayu abad ke-15.<ref>Cœdès, G., Damais, L., Kulke, H., & Manguin, P. (2014). ''Kedatuan Sriwijaya: Kajian sumber prasasti dan arkeologi (Edisi kedua. ed.)''. Jakarta: École française d'Extrême-Orient. ISBN 978-602-9402-52-0</ref> Kerajaan Melayu dimulai dari Kerajaan [[Temasek|Bintan-Tumasik]] abad ke-12, disususul dengan periode Kesultanan-kesultanan melayu Islam.
Baris 39:
Masyarakat melayu pada umumya identik dengan [[Islam]] yang menjadi fondasi dari sumber adat istiadatnya. Oleh karena itu, adat istiadat orang Melayu Riau ''bersendikan'' ''syarak'' dan ''syarak'' ''bersendikan'' ''Kitabullah''.<ref>Prins, J. (1954). ''Adat en Islamietische Plichtenleer In Indonesia''. Bandung: W. Van Hoeve s‘Gravenhage.</ref><ref>Wan Ghalib, (1994). ''Serbaneka hukum adat daerah Riau''. Riau: Lembaga adat Riau.</ref>
 
Sebelum kedatangan Islam ke nusantara, banyak bagian wilayah berada di bawah Kerajaan Sriwijaya antara abad ke-7 sampai abad ke-14 yang sangat dipengaruhi oleh tradisi Hindu-Buddha.<ref> Cœdès George and Damais Louis Charles, (1992). ''Sriwijaya: History, Religion and Language of an Early Malay Polity'', Kuala Lumpur: The Malaysian Branch Royal Asiatic Society, pp: viii.</ref> Pada masa itu Islam sudah diperkenalkan ketika Maharaja Sriwijaya mengirimkan surat kepada Khalifah [[Umar bin Abdul Aziz]], yang berisi permintaan untuk mengirimkan utusan untuk menjelaskan hukum Islam kepadanya.<ref>Azra, Azyumardi (2004). ''Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII'' (dalam bahasa Indonesia). Prenada Media. hlm. 27–28. ISBN 979-3465-46-8</ref>
[[File:Ilustrasi Pengislaman Sultan-Sultan Melayu.jpeg|thumb|Ilustrasi pengislaman Raja-raja Melayu.]]
Pada abad ke-12, masuknya Islam ke nusantara dibawa melalui [[Kesultanan Samudera Pasai|Samudera Pasai]] yang telah terlebih dahulu dan diakui sebagai perintis kerajaan Islam di nusantara pada zamannya.<ref>Hamka, (1954). ''Sejarah Umat Islam'', Singapore: Pustaka.</ref>
Baris 45:
Proses ekspansi Islam terjadi melalui perdagangan, pernikahan dan kegiatan misionaris ulama Muslim. Faktor-faktor ini menyebabkan penyebaran damai dan pertumbuhan pengaruh Islam di seluruh alam melayu. Faktor kuat diterimanya Islam oleh masyarakat melayu adalah aspek kesetaraan manusia, yang menurut ideologi masyarakat kala itu menganut sistem [[kasta]] dalam Hindu, dimana masyarakat kasta kelas bawah lebih rendah dari anggota kasta yang lebih tinggi.<ref>Wertheim, W.F, (1964). ''Indonesian Society in Transition: A Study of Social Change'', Haque: W. Van Hoeve, pp: 170.</ref>
 
Masa keemasan ketika [[Kesultanan Melaka|Malaka]] menjadi sebuah kesultanan Islam. Banyak elemen dari hukum Islam, termasuk ilmu politik dan administrasi dimasukkan ke dalam hukum Malaka, terutama [[Qanun |Hukum Qanun]] Malaka. Penguasa Melaka mendapat gelar '[[Sultan]]' dan bertanggung jawab terhadap agama Islam. Pada abad-15 Islam menyebar dan berkembang ke seluruh wilayah Melaka termasuk seluruh [[Semenanjung Malaya]], [[Kepulauan Riau]], [[Bintan]], [[Lingga]] dan beberapa wilayah di pesisir timur Sumatera, yaitu [[Jambi]], [[Bengkalis]], [[Siak]], [[Rokan]], [[Kabupaten Indragiri Hilir|Indragiri]], [[Kampar]], dan [[Kuantan]]. Malaka dianggap sebagai katalisator dalam ekspansi Islam ke daerah lainnya seperti [[Palembang]], [[Sumatera]], [[Patani]] di [[Thailand Selatan|Thailand selatan]], Utara Kalimantan, [[Brunei]] dan [[Mindanao]].<ref>Mutalib, Hussin, (1977). ''Islamic Malay Polity in Southeast Asia, Islamic Civilisation in the Malay World'', (ed.) Mohd. Taib Osman, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, pp: 1-48.</ref>
 
Disisi lain, orang [[Orang Sakai|Sakai]] dan [[Orang Talang Mamak|Talang Mamak]] masih menganut animisme. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak penduduk Sakai dan Talang Mamak yang sudah memeluk agama Islam. Meski begitu, peralihan kepercayaan itu tak memupus kebiasaan mereka mempraktekkanmempraktikkan ajaran nenek moyang mereka.
 
== Bahasa ==
Baris 58:
 
=== Dialek ===
Riau memiliki berbagai macam subdialek Melayu yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu subdialek Daratan dan subdialek Kepulauan. Subdialek Daratan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Minangkabau, sedang subdialek Kepulauan mempunyai ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Malaysia.
 
Di samping berbagai ciri khas lain, kedua subdialek ini ditandai dengan kata-kata yang dalam bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang berakhir dengan vokal /a/; pada subdialek Daratan diucapkan dengan vokal /o/, sedang pada subdialek Kepulauan diucapkan /e/lemah. Beberapa contohnya antara lain: Penyebutan kata /bila/, /tiga/, /kata/ dalam Bahasa Indonesia akan menjadi demikian dalam Bahasa Riau Daratan: /bilo/, /tigo/, /kato/. Sementara dalam Bahasa Riau Kepulauan menjadi: /bile/, /tige/, /kate/.
Baris 73:
Hubungan kekerabatan dilakukan dengan kata sapaan yang khas. Anak pertama dipanggil ''long'' atau sulung, anak kedua ''ngah''/''ongah'', dibawahnya dipanggil ''cik'', yang bungsu dipanggil ''cu''/''ucu''. Biasanya panggilan itu ditambah dengan menyebutkan ciri-ciri fisik orang yang bersangkutan, misalnya ''cik itam'' jika ''cik'' itu 'berkulit' hitam, ''ngah utih'' jika ''Ngah'' itu 'berkulit' putih, ''cu andak'' jika ''Ucu'' itu orangnya pendek, ''cik unggal'' jika si ''buyung'' itu anak tunggal dan sebagainya. Tetapi terkadang bila menyapa orang yang tidak dikenal atau yang baru mereka kenal, mereka cukup memanggil dengan sapaan [[kakak|''abang'']], ''akak'', ''dek'', atau ''nak''.
 
Pada masa dulu orang Melayu juga hidup mengelompok menurut asal keturunan yang mereka sebut suku. Kelompok keturunan ini memakai garis hubungan kekerabatan yang [[patrilineal]] sifatnya. Tetapi orang Melayu Riau yang tinggal di daratan Sumatera sebagian menganut faham suku yang [[matrilineal]]. Ada pula yang menyebut suku dengan ''hinduk'' atau cikal bakal. Setiap suku dipimpin oleh seorang ''[[penghulu|]]''penghulu'']]. Kalau suku itu berdiam di sebuah kampung maka penghulu langsung pula menjadi ''Datuk Penghulu Kampung'' atau Kepala Kampung. Setiap penghulu dibantu pula oleh beberapa tokoh seperti ''batin'', ''jenang'', ''tua-tua'' dan ''monti''. Di bidang keagamaan dikenal pemimpin seperti imam dan khotib.
[[File: Rumah Melayu Lipat Kajang Riau.jpeg|thumb|150px|Rumah Melayu Riau, ''Lipat Kajang.'']]
 
Baris 87:
:''Lihat pula: [[Baju Kurung]]''
[[File: BAJU MELAYU RIAU.jpg|thumb|left|Baju Melayu ''Cekak Musang'' dan kain samping serta Baju ''Kurung'' dengan selendang dan sarung.]]
Baju Melayu adalah pakaian umum bagi lelaki yang digunakan secara umum oleh orang Melayu dan rumpunnya di nusantara, khususnya Riau. Ada dua jenis yang pertama adalah baju kemeja lengan panjang yang memiliki kerah kaku mengangkat dikenal sebagai kerah ''Cekak Musang''. Sepasang baju dan celana biasanya yang terbuat dari jenis yang kain yang sama yakni sutra, katun, atau campuran polyester dan katun. Kain samping merupakan kain pelengkap yang sering digunakan untuk dipadu padankan dengan Baju Melayu, baik terbuat dari kain songket atau kain sarung. Sebuah tutup kepala berwarna hitam yang biasa dikenal sebagai [[songkok]] atau ''peci'' dipakai untuk menyempurnakan pakaian tersebut.
 
Sedangkan bagi perempuan adalah baju ''Kurung'' berbentuk gaun panjang longgar, yang terdiri dari rok dan blus. Biasanya bagian rok terbuat dari kain panjang berbahan [[songket]], [[sarung|sarung]] atau [[batik]] dengan lipatan di satu sisi.
 
=== Masakan khas ===
[[File: Nasi lemak100.jpg|thumb|Hidangan Nasi Lemak tradisional lengkap bersama belacan, gulai ayam, telur rebus, kacang goreng dan sambal teri.]]
Masakan tradisional Melayu Riau memiliki banyak persamaan dengan masakan Rumpun [[Melayu]] lainnya dan Sumatra pada umumnya yang banyak menggunakan rempah dan santan untuk menghasilkan makanan [[gulai]] yang berbumbu, gurih, berlemak, dan kental hingga berwarna kemerahan dan kuning tua. Kebanyakan menu masakan memakai bahan dasar ikan, dari [[patin]], [[lomek]], [[baung]], [[teri]], [[tengiri]]. [[pari]], serta udang-udangan, dan seringkali memakai daging [[kerbau]] atau [[lembu]]. Bumbu tambahan yang umum digunakan adalah [[belacan]]. Hampir setiap masakan Melayu disajikan bersama nasi putih atau dengan [[nasi lemak]] dan biasanya disantap menggunakan tangan.
 
 
== Referensi ==