Hassan al-Hudaybi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k Pranala luar: minor cosmetic change
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k Awal Hasan Al-Hudaibi mengenal Ikhwanul Muslimin: ejaan, replaced: praktek → praktik
Baris 46:
 
== Awal Hasan Al-Hudaibi mengenal Ikhwanul Muslimin ==
Dikisahkan bahwa hubungan dia dengan Ikhwanul Muslimin dimulai sejak tahun 1942, yaitu saat dia mendapatkan kepuasan dengan dakwah al-Ikhwan melalui praktekpraktik sebelum mendapatkannya secara teori. Hal tersebut terjadi ketika dia melihat sebagian anggota kerabatnya dari para petani yang sedang menghadapi berbagai macam masalah; agama dan politik, yang kebanyakan dari masyarakat umum tidak memahami hal tersebut, terutama karena kebanyakan dari mereka adalah berasal kalangan umi (buta huruf), dan ketika diketahui bahwa hal tersebut kembali kepada para Ikhwan, dia tertarik dengan cara dakwahnya, sehingga dia sangat antusias untuk menghadiri khutbah Jum’at di masjid-masjid yang diisi oleh pendiri jamaah Ikhwan; Hasan Al-Banna. Dan sejak tahun 1942 dia mulai menjalin hubungan dengan dakwah yang penuh berkah ini melalui pendirinya langsung terutama di saat dia melakukan kunjungan ke kota Zaqaziq.
 
Adapun awal begitu tertariknya dia dengan dakwah Ikhwanul Muslimin adalah saat mendengar ceramah ustadz Hasan Al-Banna tentang masalah membersihkan jiwa, menumbuhkan perasaan, menggelorakan ruh. Ketika dia mendengarkan uraiannya ada perasaan aliran darah yang deras dan kencang merasuk ke dalam jiwanya, bergelora ruhnya, akalnya, hatinya dan perasaannya, sehingga tidak membutuhkan waktu lama dan usaha yang keras, segera terdorong jiwanya untuk bergabung dengan dakwah yang penuh berkah ini, dakwah yang membawa kebenaran, dan siap bekerja untuknya, terikat dengannya serta komitmen untuk berjihad di jalannya. Pada saat itu Imam Hasan memandang telah terjadi kehancuran di tengah umat Islam sehingga perlu adanya kerja keras untuk menolong dan menyelamatkannya. Dan ditambah kecemburuan iman Hasan Al-Banna yang bergelora di dadanya, yang mana hal tersebut dapat diketahui saat dia berbicara, baik dihadapan para ulama yang shalih dan dihadapan orang-orang yang duduk-duduk dan nongkrong di kedai kopi.