Sampoerna: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di masa + pada masa , -Di masa +Pada masa , - di Masa + pada Masa , - di masa-masa + pada masa-masa , -Di masa-masa +Pada masa-masa )
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: sedia kala → sediakala, ditempat → di tempat
Baris 25:
 
=== Memulai bisnis keluarga (1912 - 1933) ===
Sebelum memulai pekerjaannya di kereta, Liem bertemu dengan [[peranakan]] Tionghoa bernama Siem Tjiang Nio yang tinggal di pusat kota Surabaya.<ref name="HOS" /> Ketika ia berusaha melamarnya, orang tua Siem Tjiang Nio tidak setuju karena ia tidak memiliki pendidikan dan pekerjaan tetap, latar belakang keluarganya pun tidak jelas.{{sfn|Gessler|2007|p=18}} Namun kakek dan nenek Siem Tjiang Nio percaya kepadanya dan bersedia memberikan restu mereka.{{sfn|Gessler|2007|p=18}} Liem pun menikahi Siem Tjiang Nio secara diam-diam pada tahun 1912.<ref name="HOS" /> Pasangan ini tinggal di Jalan Gang Gembong, Surabaya. Di sini, Siem Tjiang Nio juga membuka usaha dengan berjualan kue.{{sfn|Gessler|2007|p=20}}.
 
Setelah beberapa saat bekerja di kereta, Liem mendapatkan kesempatan untuk bekerja di sebuah perusahaan rokok di [[Lamongan]] yang berjarak sekitar 46 &nbsp;km dari kota Surabaya.{{sfn|Gessler|2007|p=18}}. Meskipun jauh, ia memutuskan untuk mengambil pekerjaan ini karena upahnya yang menarik.{{sfn|Gessler|2007|p=18}}. Setelah enam bulan bekerja dan dengan uang tabungannya ia menyewa kios kecil di Jalan Cantian Pojok, Surabaya.<ref name="HOS" /> Di sini ia menjual berbagai keperluan pokok, termasuk rokok.{{sfn|Gessler|2007|p=23}} Selain itu, untuk menambah pemasukan, ia juga berkeliling berjualan rokok ke pengecer dan grosir dengan menggunakan sepeda.{{sfn|Gessler|2007|p=23}} Pada tahun 1913, ia mendirikan badan usaha dengan nama ''Handel Maatschappij Liem Seeng Tee''.{{sfn|Gessler|2007|p=23}}
 
Pada tahun 1914, dilakukan pembangunan jembatan baru dan karenanya arus lalu lintas diarahkan melalui jalan di depan toko Lieem Seeng Tee.<ref name="HOS" /> Karenanya, pembeli menjadi berlimpah dan bisnis Lieem tumbuh dengan cepat.{{sfn|Gessler|2007|p=24}} Pada tahun 1915, anak pertamanya, Swie Hwa lahir, diikuti oleh anak keduanya Swie Ling pada tahun 1915.{{sfn|Gessler|2007|p=24}} Namun pada tahun 1916, toko kecil ini mengalami kebakaran parah yang menghancurkan bangunan beserta isinya.{{sfn|Gessler|2007|p=24}} Beruntung atas bantuan dari keluarga dan koleganya, Liem berhasil membangun kembali rumah dan tokonya dalam waktu satu minggu.{{sfn|Gessler|2007|p=25}}
Baris 54:
Meski berpindah-pindah, sebagian besar masa penahanan Liem dihabiskan di penjara Cimahi. Berkat kontak personal yang dimiliki, keluarga Liem bisa mengirimkan barang-barang seperti surat, makanan kaleng, dan rokok untuk Liem di penjara. Di penjara ini, Liem yang ketika itu bisa berbicara dalam bahasa Mandari, Hokkien, Jawa, Belanda, dan Indonesia, mempelajari cara menulis huruf Tiongkok dari sesama tahanan. Tak beberapa lama, anak Liem juga ikut ditahan Jepang - Swie Hwa dipenjara selama sembilan bulan karena melakukan bisnis rokok sementara Swie Lieng ditahan atas tuduhan menjadi mata-mata Belanda.
 
Pada tanggal 27 Agustus 1945, sepuluh hari setelah Soekarno menyatakan kemerdekaan Indonesia, Liem dilepaskan dari penjara dan bertemu keluarganya di Jakarta. Dari sana, mereka bersama-sama berjuang kembali ke Taman Sampoerna. Namun sesampainya di sana, mereka menemukan bahwa baik rumah maupun pabrik mereka sudah hancur dijarah. Rumah mereka di Ngaglik pun ditempatidi tempati penghuni liar sehingga mereka terpaksa mengungsi mencari tempat tinggal sementara. Mereka tinggal di sana selama beberapa minggu hingga akhirnya bisa kembali ke rumah mereka. Sejak peristiwa ini terjadi, tanggal 27 Agustus, tanggal pelepasan Liem, dirayakan dengan acara Selamatan setiap tahunnya.
 
Pada tahun 1946, para pejuang kemerdekaan saat itu menangkapi mereka yang dicurigai bekerja sama dengan penjajah, sebagian besar merupakan orang Belanda atau orang Tiongkok. Karena alasan ini, Swie Ling mengungsi bersama anaknya Thian Tao (2 tahun kala itu), dan istrinya, Nan, yang sedang mengandung. Awalnya mereka mengungsi ke Hong Kong, namun untuk keselamatan, Nan diungsikan ke Belanda sementara Swie Ling kembali ke Surabaya yang saat itu masih dalam keadaan kacau. Nan akhirnya melahirkan anak kedua mereka, Tien Pao, di Schiedam, Belanda. Pada tahun 1948, Swie Ling meninggalkan Surabaya dan pergi ke Jakarta untuk menemui istri dan kedua anaknya yang terlebih dahulu sampai di sana. Tak lama, Nan melahirkan putra ketiganya, Thian Hok.
 
Pada tahun 1949, meski Surabaya masih dilanda kekacauan, Liem berhasil membangun kembali Taman Sampoerna beserta teaternya. Tidak hanya itu, karena beberapa bagian hancur total, ia merombak dan menatarkan fasilitas di sana. Di akhir 1949, Taman Sampoerna sudah aktif sepenuhnya seperti sedia kalasediakala.
 
=== Pembangunan kembali (1949 - 1954) ===
Baris 98:
 
== Daftar pustaka ==
{{Refbegin|40em}}
 
{{Cite book