Peristiwa Talangsari 1989: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: sekedar → sekadar (3)
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: nampak → tampak (3)
Baris 13:
==Hubungan ‘Genetis’ Talangsari dengan Jama’ah Islamiyah (JI)==
 
Menurut [[Riyanto bin Suryadi]] mantan Komandan Pasukan Khusus Jama'ah Warsidi, bila kasus Talangsari ini dipandang dalam perspektif kekinian, nampaktampak ada hubungan ‘genetis’ dengan gerakan [[JI (Jamaah Islamiyah)]]. Dikatakan demikian, karena keduanya punya titik persintuhan dengan sosok bernama [[Abdullah Sungkar]].
 
Abdullah Sungkar adalah tokoh NII yang hengkang ke [[Malaysia]] sejak 1985. Kemudian pada tahun 1993 ia memisahkan diri dari [[NII]] dan membentuk Jama’ah Islamiyah (JI). Kasus Talangsari terjadi pada Februari 1989, ketika Abdullah Sungkar masih berada di Malaysia. Ini dapat diartikan, meski secara fisik Abdullah Sungkar berada di Malaysia, namun komunikasi dan pembinaan terus berlanjut hingga ke Talangsari sekalipun.
Baris 105:
Pada tahun 2001, berbagai media massa memberitakan keterlibatan Jayus bersama [[Kontras]] dan Komite Smalam untuk mengungkap kembali kasus Talangasari. Jayus bersama enam orang yang diakunya sebagai mantan jamaah Warsidi menghadap LBH Lampung untuk mengungkap kembali kasus Talangsari. Padahal, sebelumnya, pada tahun 2000, pada forum ishlah nasional yang berlangsung di Cibubur, Jayus dipercaya oleh pelaku, korban dan keluarga korban serta warga dusun Talangsari sebagai koordinator umum Gerakan Islah Nasional (GIN). Islah nasional ini kemudian menjadi landasan dan alasan yang kuat bagi pelaku, korban dan keluarga korban serta warga dusun Talangsari untuk menutup dan tidak akan pernah membuka kembali kasus Talangsari; disamping untuk menjalin perdamaian dan persaudaraan di antara para pelaku dan aparat beserta keluarganya masing-masing.
 
Jayus sejak saat itu nampaknyatampaknya sudah banyak berubah menjadi petualang politik yang punya motif komersial. Mungkin karena terdesak oleh kebutuhan ekonominya yang meningkat. Dulu, [[Hendropriyono]] pernah memenuhi permintaan Jayus untuk menguasai kembali sebidang tanah miliknya di lokasi bekas kejadian yang pernah dibeli oleh Lurah Amir Puspa Mega. Permintaan itu dipenuhi, dan Jayus sama sekali tidak mengeluarkan uang sepeser pun.
 
Di antara para elite kasus Talangsari, Jayus satu-satunya pelaku yang mendapat putusan paling ringan, ia hanya menjalani masa penahanan selama satu tahun. Padahal, Jayus adalah orang kedua setelah almarhum Warsidi. Hal itu bisa terjadi karena Jayus telah “berjasa” (baca: berkhianat) dengan menunjukkan semua jamaah Warsidi yang ketika itu sedang berusaha melarikan diri ke Jakarta melalui [[Bakauheni]]. Berkat informasi dari Jayus, banyak jama’ah Warsidi yang berhasil ditangkap aparat. Karena telah berjasa, maka aparat Korem memperlakukan Jayus sebagai tahanan sangat istimewa dibandingkan dengan perlakuan aparat terhadap jama’ah Warsidi lainnya.
Baris 115:
Begitu juga ketika sebagian narapidana kasus Talangsari masih berada di tahanan, Jayus termasuk yang merintis [[islah]] dan memperoleh keuntungan finansial dengan adanya gerakan ishlah itu. Bahkan Jayus sempat diberi kepercayaan untuk mengkoordinir gerakan islah bagi para jama’ah Warsidi di Talangsari Lampung. Padahal, jama’ah yang dimaksud itu sebenarnya anggota keluarga dan kerabat Jayus sendiri yang belum tentu terlibat dalam kasus Talangsari. Ketika menghadap [[LBH]], yang dibawa Jayus juga anggota keluarga dan kerabatnya sendiri, yang diakui sebagai korban kasus Talangsari. Sebagai mantan pelaku kriminal, naluri kriminal Jayus rupanya tetap hidup, meski ia bertahun-tahun menjadi jama’ah Warsidi.
 
Terbukti, di kemudian hari ia berbalik arah melawan konsep islah yang ia rintis. Jayus nampaktampak seperti orang bingung. Faktanya, hanya Jayus seorang yang menolak ishlah, sementara itu hampir seluruh keluarga korban dan pelaku kasus Talangsari sudah menerima ishlah, yaitu mereka yang berada di Jakarta, Solo maupun Lampung. Jayus satu-satunya pelaku kasus Talangsari asal Lampung yang setelah menerima ishlah kemudian menolak kembali karena punya motif komersial.
 
Sikap mencla-mencle Jayus ternyata juga dikhawatirkan oleh keluarganya seperti Joko alias Sadar, yang sampai saat ini menyesali sikap Jayus yang semula menerima konsep ishlah kemudian mencabut dukungannya terhadap konsep ishlah, sementara anggota keluarga lainnya yang dulu dilibatkan Jayus untuk ishlah sampai kini masih tetap memilih ishlah sebagai solusi. Dengan demikian Jayus telah mengkhianati keluarga korban dan anggota keluarganya sendiri.