Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: propinsi → provinsi (4), Propinsi → Provinsi, ditempat → di tempat, akte → akta
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: di tempatkan → ditempatkan, karaktar → karakter
Baris 33:
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat [[Daerah Khusus|khusus]] atau [[Daerah Istimewa|istimewa]] yang diatur dengan undang-undang. Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi [[DKI Jakarta]] sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
 
Bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai [[Ibukota Negara]] Kesatuan Republik [[Indonesia]], sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom berhadapan dengan karaktaristikkarakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain. Provinsi DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen. Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744). UU yang terdiri dari 40 pasal ini mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara. Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap terikat pada peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
 
== Daerah Khusus Ibukota Jakarta ==
Baris 113:
Pada tahun 2007 dikeluarkan Undang-undang Daerah mengenai pelarangan pemberian uang kepada pengemis, pedagang asongan, penertiban pemukiman liar di bantaran sungai dan di bawah jembatan layang, melarang meludah dan merokok di dalam transportasi umum. Membersihkan kaca mobil yang tidak disuruh untuk mendapatkan uang juga tidak diperkenankan dan akan didenda. Kritik-kritk timbul bahwa hal-hal tersebut akan sulit diterapkan, dan kemungkinan diabaikan, mengingat tingkat kemiskinan di Ibukota.<ref>http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/asia-pacific/6989211.stm; "Condemned Communities: Forced Evictions in Jakarta" ''[[Human Rights Watch]]'' September 2006.</ref>
 
Di tahun 2015, di bawah kepemimpinan Gubernur yang tegas, tingkat ekonomi yang telah meningkat dan sistem-sistem baru yang diterapkan, maka banyak hal telah mengalami banyak kemajuan. Pengemis dan pedagang asongan berkurang, karena tindakan persuasif dan jika perlu tegas oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), meludah memang bukan budaya Indonesia dan semakin sedikit pemakan/pemakai sirih, merokok di transportasi umum ber-AC tidak ada lagi dan transportasi umum AC semakin banyak ([[TransJakarta]] dan [[KA Commuter Jabodetabek]]), pemukim liar warga DKI di tempatkanditempatkan di rumah susun sewa, tetapi bukan warga DKI dipulangkan ke daerah asalnya.
 
Meniru Singapore's Orchard Road, Jakarta menerapkan dilarang parkir di sepanjang Jl. Hayam Wuruk dan Jl. Gajah Mada di [[Jakarta Pusat]]. Pedagang asongan dan pengemis juga dilarang berkeliaran di trotoir dan jalan tersebut.<ref>[http://www.thejakartapost.com/news/2011/06/14/jakartas-hayam-wuruk-gajah-mada-follow-orchard-road-model.html Jakarta's Hayam Wuruk, Gajah Mada to follow Orchard Road model | The Jakarta Post<!-- Bot generated title -->]</ref> Hal ini telah cukup berhasil dan membuat ke dua jalan tersebut jauh lebih lancar dan ternyata gedung-gedung parkirnya mencukupi. Kerjasama dengan swasta dimana Pemda DKI tidak mengeluarkan uang sepeserpun dimana Pemda DKI menerima 30% uang hasil parkir meter, tenyata sangat berhasil. Jalan Sabang kini lebih lancar dan tertib. Hal ini akan segera diterapkan juga di Jalan Falatehan, Jalan Boulevard Kelapa Gading dan secara bertahap hingga 400 titik parkir.<ref>{{cite web |url=http://beritajakarta.com/read/7336/Parkir_Meter_Akan_Diterapkan_di_5_Wilayah |title=Parkir Meter Akan Diterapkan di 5 Wilayah |accessdate=16 Februari 2015}}</ref> Seperti juga halnya Singapura, Electronic Road Pricing (ERP) juga akan diterapkan di Jakarta dengan pola yang hampir serupa dengan parkir meter.