Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: pemboman → pengeboman (2) using AWB
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k tidy up, replaced: aktifis → aktivis, ijin → izin
Baris 2:
 
==Latar Belakang==
Sebab dan tujuan dari pemberontakan ini mmasih diperdebatkan, baik dalam opini publik dan sistem politik [[Hindia Belanda]] yang berlaku saat itu maupun di antara sejarahwan saat ini. Ilmuwan Belanda, seperti [[Loe de Jong]] percaya bahwa ada penyusupan gerakan komunis di antara awak kapal, sebagaimana diklaim oleh aktifisaktivis nasionalis sayap kanan saat itu, meskipun justru hal itu membuat gerakan komunis di [[Belanda]] dan Hindia Belanda merasa mendapatkan angin segar dengan menjadikannya mitos heroik bagi gerakannya. Namun, sejarahwan lainnya, [[J. C. H. Blom]] beranggapan bahwa pemberontakan ini benar-benar spontan dan tidak direncanakan, berawal dari aksi protes awak kapal terhadap kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang akan memotong gaji mereka sampai 17% dan buruknya kondisi pekerjaan mereka, di samping buruknya moral pelaut-pelaut Angkatan Laut Belandapada masa itu.<ref>J. C. H. Blom, "De muiterij op ''De Zeven Provinciën'' (The Mutiny on The Seven Provinces), a comprehensive monograph, originally a doctoral dissertation at [[Leiden University]]; reviewed by Lawrence D. Stokes, [[The American Historical Review]], Vol. 82, No. 2 (Apr. 1977), p. 377.</ref> Dari sudut pandang ini, kasus ''De Zeven Provinciën'' mengingatkan kepada kasus [[Pemberontakan Invergordon]] yang terjadi di [[Royal Navy]] satu setengah tahun sebelumnya, yang diakhiri tanpa penggunaan senjata. Memang, pelaut-pelaut Hindia Belanda mungkin telah terinspirasi oleh pemberontakan sejawatnya dari [[Inggris]] tersebut, yang ramai diberitakan di dunia internasional saat itu.
 
Sikap keras pemerintah kolonial Hindia Belanda mungkin lantaran terjadi di dalam konteks koloni yang sedang aktif bergerak menuntut kemerdekaan, sementara pemerintah Belanda masih ingin mempertahankan status koloni tersebut. Sedangkan, kasus pemberontakan pelaut Royal Navy berlangsung di dalam negeri Inggris sendiri, sehingga kurang berdampak terhadap gerakan-gerakan kemerdekaan di koloninya. [[Peter Boomgaard]] mengaitkan pemberontakan ini dengan kerusuhan sosial dan pemogokan yang banyak terjadi di [[Hindia Belanda]] antara tahun 1932-1934, yang berusaha ditekan oleh pemrintah kolonial dengan cara-cara kekerasan dan bersenjata.<ref>Peter Boomgaard, Labor in Java in the 1930s, KITLV, Leiden (part of the "Working Papers on Asian Labor" published by [[International Institute for Asian Studies]]</ref>
Baris 35:
Komandan kapal Hr.Ms. Java, Van Dulm, mengirimkan telegram ultimatum kepada kapal De Zeven Provincien untuk segera menyerah. Tetapi Martin Paradja dan kawan-kawan menolak untuk menyerah. “Kami tidak mau di ganggu dan akan meneruskan pelayaran menuju Surabaya,” demikian reaksi mereka terhadap ultimatum Van Dulm. Sesaat kemudian, pesawat Dornier mulai berputar-putar di atas kapal De Zeven Provincien, lalu mengeluarkan ancaman. Tetapi, Martin Paraja dan kawan-kawan kembali menyatakan menolak untuk menyerah.
 
Menteri Pertahanan Kerajaan Belanda, Laurentius Nicolaas Deckers, memberikan ijinizin untuk melakukan penyerangan dengan pesawat militer. Kemudian pada hari Jumat, [[10 Februari]] 1933, tepat jam 09.18 pagi, bom pertama berukuran 50&nbsp;kg mulai dijatuhkan, tetapi belum mengenai sasaran. Bom kedua dijatuhkan dan tepat mengenai geladak kapal. Pemberontak memberikan perlawanan. Beberapa orang mengalami luka-luka. “J Pelupessy mendapat luka, sedangkan Sugiono kehilangan satu biji matanya,” tulis Maud Boshart dalam memoarnya untuk mengenang kejadian tersebut.
 
Kapal tersebut ternyata tidak dilengkapi dengan meriam penangkis serangan udara. Martin Paradja tewas pada saat pengeboman. Melihat banyak korban yang bergelimpangan, Kawilarang yang mengganti posisi Paradja sebagai pemimpin, akhirnya menyatakan menyerah dan meminta bantuan medis segera. Total 545 orang awak pribumi dan 81 awak Belanda ditahan. Para pemberontak pribumi yang masih hidup dibawa dengan kapal Hr.Ms. Java dan pemberontak berkebangsaan Belanda dibawa dengan kapal Hr.Ms. Orion menuju Pulau Onrust.