Suku Moriori: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib) k minor cosmetic change |
Wagino Bot (bicara | kontrib) k minor cosmetic change |
||
Baris 6:
== Asal usul ==
Suku Moriori secara budaya merupakan bagian dari [[budaya Polinesia]]. Mereka mengembangkan budaya Moriori yang berbeda dan disesuaikan dengan keadaan di Kepulauan Chatham. Walaupun sebelumnya mereka diduga datang ke Kepulauan Chatham langsung dari kepulauan Polinesia tropis atau bahkan merupakan orang [[Melanesia]], penelitian saat ini menunjukkan bahwa nenek moyang orang Moriori adalah orang Maori yang datang dari Selandia Baru sebelum tahun 1500.<ref name="Clark">{{cite book
<ref>{{cite web
| last = Solomon
Baris 42:
| accessdate = 2012-05-04 }}</ref>
<ref name="King">{{cite book
Bukti yang mendukung teori ini berasal dari karakteristik [[bahasa Moriori]] yang mirip dengan dialek Maori yang dituturkan oleh suku [[Ngāi Tahu]] di Pulau Selatan Selandia Baru, serta perbandingan genealogi Moriori ("hokopapa") dan Māori ("[[whakapapa]]").
Baris 73:
== Serangan Maori ==
Suku Maori Taranaki yang tinggal di Port Nicholson (kini [[Wellington]] telah bertemu untuk membahas tempat yang tepat untuk diserbu. Invasi besar-besaran [[Samoa]] atua [[Kepulauan Norfolk]] sempat dipertimbangkan pada awal tahun 1835, namun pada akhirnya mereka memutuskan untuk menyerang Kepulauan Chatham karena lebih dekat dan mereka tahu bahwa Moriori memiliki hukum anti kekerasan. Maka pada tahun 1835 suku Maori Taranaki mulai menyerbu Kepulauan Chatham. Mereka memiliki senapan dan memperbudak, membunuh, dan memakan orang Moriori. Para tetua Moriori berkumpul di permukiman yang disebut Te Awapatiki. Walaupun tahu bahwa suku Maori cenderung membunuh dan memakan suku yang telah ditaklukan, dan walaupun beberapa tetua telah memperingati bahwa hukum Nunuku pada saat itu sudah tidak tepat, dua kepala suku yang bernama Tapata dan Torea menyatakan bahwa "hukum Nunuku bukan strategi bertahan yang dapat diubah-ubah jika keadaan berubah; hukum ini adalah kewajiban moral."<ref>King (2000).</ref> Akibatnya, seperti yang dikatakan oleh orang Moriori yang berhasil bertahan: "[Maori] membunuh kita seperti domba.... [Kita] ketakutan, melarikan diri ke semak-semak, bersembunyi di lubang di bawah tanah, dan di tempat manapun untuk melarikan diri dari musuh kita. Hal tersebut tidak berguna; kita ditemukan dan dibunuh - laki-laki, perempuan, dan anak-anak tanpa pandang bulu." Penakluk Maori juga menjelaskan, "Kita mengambil barang milik... sesuai dengan adat kami dan kami menangkap semua orang. Tidak ada satu pun yang lolos....." <ref>{{cite book
== Kebangkitan budaya ==
|