Tabut: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
k ejaan, replaced: sekedar → sekadar (2)
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k tidy up, replaced: kalendar → kalender, pemukiman → permukiman
Baris 1:
'''Tabot''' adalah upacara tradisional masyarakat [[Bengkulu]] untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kematian cucu [[Nabi Muhammad SAW]], [[Husein bin Ali bin Abi Thalib]] dalam peperangan dengan pasukan [[Ubaidillah]] bin Zaid di padang [[Karbala]], [[Irak]] pada tanggal [[10]] [[Muharam]] [[61]] [[Hijriah]] (681 M).
 
Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh [[Syeh Burhanuddin]] yang dikenal sebagai [[Syeh Burhanuddin|Imam Senggolo]] pada tahun [[1685]]. Syeh Burhanuddin (Imam Senggolo) Menikah dengan wanita Bengkulu kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot. upacara ini dilaksanakan dari [[1]] sampai [[10]] [[Muharram]] (berdasar kalendarkalender islam) setiap tahun.
 
== Arti Tabut ==
Baris 13:
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham [[Syi'ah]] ini dibawa oleh para tukang yang membangun [[Benteng Marlborought]] (1718-1719) di [[Bengkulu]]. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh [[Inggris]] dari [[Madras]] dan [[Bengali]] di bagian selatan [[India]] yang kebetulan merupakan penganut [[Islam]] [[Syi‘ah]].
 
Para pekerja yang merasa cocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukimanpermukiman baru yang disebut ''Berkas'', sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang ''Sipai''.
 
Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan ''upacara Tabot''. Upacara Tabot ini semakin meluas dari [[Bengkulu]] ke [[Painan]], [[Padang]], [[Pariaman]], [[Maninjau]], [[Pidie]], [[Banda Aceh]], [[Meuleboh]] dan [[Singkil]]. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama ''Tabot'' dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan ''Tabuik''. Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.