Pekalongan, Winong, Pati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Sejarah Desa Pekalongan Kecamatan Winong Kabupaten Pati
Tag: VisualEditor karakter berulang [ * ] mengosongkan halaman [ * ]
Baris 28:
* MA Darul Ma'la
* SMK Al-Falah
* Dan beberapa lembaga pendidikan nonformal seperti PAUD/KB Tarbiyatul Banin, TK/RA, Taman Pendidikan Qur'an (TPQ) As Salam, Majlis Taklim dan Pondok Pesantren.
Pekalongan juga di kenal dengan desa yang maju olah raganya. Desa Pekalongan terkenal dengan masyarakatnya yang terpelajar banyak dari pemuda-pemudi desa ini lulusan dari perguruan tinggi terkenal di tanah air maupun luar negeri. Desa ini juga menjadi salah satu basis agama Islam di kecamatan Winong.
 
{{Winong, Pati}}
== '''Sejarah Desa Pekalongan''' ==
Konon pada waktu dahulu menurut ceritera para sesepuh yang telah meninggal dunia, nama Desa Pekalongan tersebut semula adalah Desa “SIDI PURA” Yang diartikan pada waktu itu :
 
SIDI          : Tempat untuk semedi ( Hindu )
 
PURA        : -  Tempat Ibadah Agama Hindu, tempat terbuka tidak beratap.
 
-    Diartikan pula tempat untuk minta "ngapura" ampunan dari Yang Mahn Esa.
 
SIDIPURA : Tempat untuk semedi, untuk minta ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar tujuan yang dimaksudkan dapat dikabulkan.
 
RANTE KENC0N0 WULUNG
 
Konon menurut ceritera turun temurun di Daerah Pati – Jepara terdapat 5 (lima) orang bersaudara berasal dari Jawa Timur yang berjuang menentang Penjajahan Belanda dan menegakkan Ajaran Agama Islam, adapun lima bersaudara itu adalah :
 
1.   KI AGENG TULUNGAGUNG
 
Lokasinya di Puncak Gunung Tulungagung Jawa Timur, terkenal dengan sebutan Pertapan Janoko.
 
Menurut keterangan Ki Ageng Tulungagung, hilang murco.
 
2.   KI AGENG TUNGGUL WULUNG
 
Memilih tempat untuk menyusun kekuatan lahir maupun bathin pada Jaman Perang Serang, bertahan di Gunung Pati Ayam Kec Margorejo Kabupaten Pati.
 
3.   KI AGENG SUTO BONDO
 
Dikenal dengan sebutan KI AGENG SUTO DJIWO, dengan tugas menghitung kekuatan jiwa / prajurit (CACAH DJIWO) di kawasan Jepara.
 
Pusat kekuatan disusun di desa Bondo Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, menurut keterangan Riwayat Ki Ageng Suto Djiwo hilang murco.
 
4.   KI AGENG CITRO KUSUMO DIDJOJO
 
Dikenal pula dengan KANJENG BUPATI JEPARA.
 
Karena keagungan, keteguhan Citro Kusumo Didjojo, mendapat penghargaan berupa hadiah puteri dari Mataram yang nenjadi isterinya bernama : SEKAR KEDATON yang kemudian diangkat menjadi Senopati, yang berakhir menjadi Bupati Jepara.
 
Citro Kusumo Didjojo, mempunyai anak bernama RADEN BAGUS KLINTING DJUGIL MUDA, yang diberi wewenang dan bertugas sebagai Penguasa Laut Utara (Laut Djawa).
 
5.   KI AGENG RANTE KENCONO WULUNG
 
Dalam mengatur strategi pertahanan dan pertempuran dan Da'wah Islamiyah, oleh kakak kakaknya, Rante Kencono Wulung diberi tugas untuk mengatur pertahanan di Wilayah Pati Selatan, tepatnya strategi diatur di Desa Sidipura menyusun kekuatan bersama dan membantu KI AGENG BENOWO yang berlokasi ditengah hutan Marataka Desa Watesadji Kecamatan Pucakwangi.
 
Ki Ageng Benowo adalah Prajurit dari Mataram (Pangeran Diponegara) yang berasal dari Tuban Jawa Timur.
 
Konon aselinya bernama : DJA'FAR SIDIK ( Wali Dja'far Sidik ).
 
Sedangkan Ki Ageng Rante Kencono Wulung adalah saudara seperjuangan Dja’far Sidik, diberi nama paraban : KI AGENG BENAWI.
 
PENYEBAR AGAMA ISLAM
 
Menurut Sejarah di Jawa Tengah pemegang kekuasaan Kerajaan yang sekaligus sebagai pelopor penyebar Agama Islam, dimulai sejak Jaman SULTAN AGUNG dengan dikenal Kerajaan MATARAM ISLAM yang diteruskan sampai Jaman Perang PANGERAN DIPONEGARA (Tahun 1825-1835).
 
Di Jawa Timur , pemegang Kekuasaan Kerajaan Hindu Majapahit beralih ke Kerajaan Islam, mulai sejak Jaman BRAWIJAYA V mengangkat RADEN PATAH menjadi Adipati Demak Bintoro yang berakhir dengan berdirinya Kerajaan Islam DEMAK BINTORO dengan Raja RADEN PATAH yang terkenal dengan SULTAN PATAH.
 
Mulai Jaman Sultan Patah, Kerajaan Islam Demak Bintoro , memfungsikan kebersamaan antara Umaro' dengan Ulama’ ditandai pula dengan Simbul Lambang Kerajaan Islam Demak memakai Lambang burung RAJA WALI. Yang mempunyai arti kebersamaan antara RAJA (PEMERINTAHAN) dengan WALI (WALI SONGO - ULAMA).
 
Sampai sekarang Rurung Rajawali yang masih ada, khususnya Rajawali Jawa, hanya di Daerah Karimunjawa (Pulau ditengah Laut disebelah Utara Kota Demak, masuk wilayah Kabupaten Jepara ).
 
JAMAN PERANG PANGERAN DIPONEGARA
 
Pada Jaman Perang Diponegara ( 1825-1835 ) Belanda banyak mengalami kekalahan, termasuk yang terakhir peperangan di Imogiri dan Prambanan.
 
Untuk mencapai kemenangan dalam Perang Diponegoro, Jenderal De Kock di Magelang minta bantuan kepada Jenderal Vaan Geen di Sulawesi yang terkenal sangat kejam, untuk memperkuat pasukan Belanda dalam menghadapi Pasukan Pangeran Diponegara.
 
Berita penggabungan Pasukan Belanda ini sangat membangkitkan perjuangan rakyat untuk melawan Belanda. Kebangkitan perjuangan rakyat ini berkembang sampai di Semarang yang dipimpin oleh Pangeran Serang, terkenal dengan Perang Serang.
 
Berkembang gerakan ini utamanya di pesisir Utara mulai dari Semarang, Jepara, Rembang, Blora dan Bojonegara. Pasukan Pangeran Serang bergabung dengan Pangeran Kartodirdjo yang memimpin Pasukan Rakyat Sukawati, mengobarkan perang rakyat di daerah Bojonegara, Blora, Pati, Rembang dan sekitarnya.
 
Pesisir Utara mulai dari Seraarang, Jepara, Pati, Rembang, Blora dan Bodjonegara, dikobarkan semangat untuk melawan Penjajahan Belanda.
 
Disamping semangat melawan Penjajahan Belanda, para pejuang pasukan rakyat juga dlbekali dengan keberanian, kekebalan yang dllandasi dengan Ajaran Agama Islam
 
PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI DESA SIDIPURA
 
Sekitar tahun 1835 - 1900, tersirat di Desa Sidipura yang dikenal sekarang dengan Desa Pekalongan, terdapat empat bersaudara seibu seayah yang keturunannya adalah penerus perjuangan menyebarkan Agama Islam yang masih tampak jelas sampai sekarang baik di bidang keberanian, kanuragan, ibadah maupun pemerintahan, kemasyarakatan dan tidak kalah pentingnya dibidang perlawanan terhadap penjajahan Belanda, Komunis maupun musuh-musuh rakyat.
 
Mereka itu adalah :
 
1.     LAMBU, yang mempunyai keturunan dan berkembang sampai anak cucu, anak anaknya adalah :
 
Setronyono, Zaenal Abidin, Kasan Mudjarot, Mushtofa dan Tawi.
 
Sampai sekarang sudah enam keturunan.
 
2.     SASTRO LEKSONO, ( Kamituwa ) yang mempunyai anak :
 
Dunak ( Desa Winong )
 
Dunuk ( Desa Winong )
 
H.Umar ( Desa Tambahmulyo Dukuh Blongkeyan )
 
H.Tahir ( Desa Tawangrejo Winong )
 
Asih ( Desa Pekalongan )
 
Esri ( Desa Pekalongan ) dan
 
Ismail ( Desa Pekalongan )
 
sampai saat sekarang sudah mempunyai enam keturunan.
 
3.    SAYYIDIN, menikah dengan SIMAH dari Dk. Donglo Desa Guyangan Kec Winong, mempunyai anak :
 
Tirto Senawi ( Winong )
 
Ngapiyah ( Winong )
 
berkembang di Desa Winong dan Pekalongan sampai enam keturunan
 
4.  SAKIDIN, mempunyai anak sebanyak :
 
-     Aspiyah ( Desa Pekalongan )
 
-    Yahya ( Desa Pekalongan )
 
-     Sukimah ( Desa Pekalongan )
 
semuanya beranak cucu sampai sekarang enam keturunan
 
Menurut keterangan dan ceritera para sesepuh desa Pekalongan baik yang sekarang sudah meninggal rnaupun yang masih hidup, dari beberapa keterangan disebutkan bahwa;
 
Keempat bersaudara tersebut adalah anak dari PAK LAMBU, menurut istilah kuno, disebutkan karan anak. ( menyebutkan seseorang dengan panggilan anak yang pertama kali : Pak......... ( anak pertama )
 
Keempat bersaudara tersebut adalah anak dari : KEK SONTO, atau dapat dipanggil KEK KASAN SONTO Menurut panggilan kebiasaan kuno, setiap nama diberi tambahan KASAN atau MUHAMMAD atau AHMAD
 
Keempat bersaudara tersebut ada juga yang bercerita bahwa bapaknya bernama : SONTO WIDJOJO, nama Jawa yang di indentikkan dengan nama-nama dari Mataram.
 
Keempat bersaudara tersebut juga ada yang menamakan bapaknya : YUNUS BRAWIDJOJO. Nama ini di temukan dalam Kitab Kuno tulisan Arab dengan tulisan tangan, tertulis pemiliknya adalah : YUNUS BRAWIDJOJO. Kitab tersebut ditumpuk bersama Al Qur'an di sebuah Langgar yang didirikan oleh KASAN MUDJAROT bin LAMBU bin PAK LAMBU yang kemungkinan besar PAK LAMBU adalah YUNUS BRAWIDJOJO, pemilik Kitab yang diwarisi cucunya bernama KASAN MUDJAROT.
 
Siapakah gerangan penyebar Agama Islam yang pertama kali di Desa Sidipuro (Pekalongan), yang juga sekaligus Pasukan Rakyat yang menentang Penjajahan Belanda pada Jaman setelah Perang Diponegara, yang digerakkan oleh Pangeran Serang dan Pangeran Kartodirjo di Daerah Pati :
 
Disamping KI AGENG TUNGGUL WULUNG di Gunung Pati ayam,
 
Kelahiran Jawa Timur ( asal dari Jawa Timur ),
 
Seperjuangan atau saudara seperjuangan dengan Pangeran Benowo (Marataka) yang aselinya bernama KI AGENG DJA'FAR SIDIK juga dari Tuban Jawa Timur,
 
tidak ada yang lain hanya : KI AGENG BENAWI – KI AGENG RANTE KENCONO WULUNG.
 
Setelah dianalisa berdasarkan ceritera lama dari para sesepuh terdahulu dan uraian teraebut diatas, ayah dari empat bersaudara (LAMBU, SASTRO LEKSONO, SAYYIDIN, SAKIDIN) tersebut di atas adalah :
 
KI AGENG RANTE KENCONO WULUNG
 
yang mempunyai nama-nama (alias) :
 
KEK SONTO, KEK KASAN SONTO, SONTO WIJOYO,
 
YUNUS BRAWIDJOJO, KI AGENG BENAWI.
 
adik dari KI AGENG TULUNGAGUNG - Jawa Timur anak dari KI AGENG SA'ID ( WALI SA'ID ) Kediri.
 
Demikianlah uraian singkat tentang Desa Pekalongan sebagai sumber Tokoh Penyebar Agama Islam dan Pejuang Bangsa, apabila tulisan ini mendekati kebenarannya semoga bermanfaat bagi masyarakat Desa Pekalongan dan membawa berkah, dan apabila terdapat kekurangan atau kesalahan informasi, mohon untuk disampaikan saran saran, tambahan demi keutuhan riwayat atau sejarah secara terpadu dan terkait. (sumber : H.Sjahruman Djauhar){{Winong, Pati}}
{{kelurahan-stub}}