Amangkurat II: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Muhammad munari (bicara | kontrib)
Muhammad munari (bicara | kontrib)
Baris 42:
Serangan kemudian ditujukan kepada pertahanan Trunajaya, yaitu yang berpusat di Batu. Di situ telah dibangun semacam keraton yang dikelilingi oleh pagar. Pengikutnya diperkirakan hanya berjumlah sekitar seratus orang dan dalam keadaan kekurangan makanan. Pasukan Makassar di bawah Karaeng Galesong juga mengundurkan diri ke Malang.
 
== Karaeng Galesong Wafat ==
Dengan jalan perundingan, '''Van Vliet''' selaku komandan pasukan VOC, mencoba mengadakan perdamaian. Persetujuan akhirnya tercapai dengan ketentuan bahwa pasukan Makassar tidak akan menghalang-halangi pasukan VOC dalam melakukan serangan terhadap Trunajaya. Karaeng Galesong juga berjanji bersedia untuk dipulangkan ke Makassar. Setelah mendengar akan kejadian itu Trunajaya segera memindahkan Karaeng Galesong ke Ngantang. Namun sebelum adanya pengaturan yang pasti, Karaeng Galesong meninggal karena sakit pada 21 November 1679. Karaeng Galesong kemudian dimakamkan di Desa Sumberagung, Kecamatan Ngantang sekarang. Oleh warga sekitar makam itu disebut sebagai Makam Mbah Rojo. Makam ini sekarang berokasi di sekitar 5 km dari obyek Wisata Bendungan Selorejo.
 
Baris 50 ⟶ 51:
Esok paginya pasukan Arung Palakka merebut kubu pertahanan Trunajaya yang sedang dalam keadaan kekurangan di Rarata dengan serangan mendadak. Mereka memaksa pasukan Trunajaya melarikan diri lebih ke atas gunung. Pasukan Trunajaya mundur ke garis pertahanan kedua, yang berupa dua dinding bambu yang saling berhadapan dan dipisahkan oleh sungai kecil yang efektif menahan pergerakan naik atau turun gunung. [[Arung Palakka]] bersama sekelompok pasukan berputar mencari jalan untuk menyerang dari belakang. Sementara itu, kapten Belanda Van Vliet menuruni lembah gunung dengan pasukan Arung Palakka lainnya dan secara tiba-tiba menyerang dari atas, sehingga yang diserang pun lari berhamburan dengan menunggang kuda. Pasukan Arung Palakka mengejar mereka selama hampir dua jam dan tiba di sebuah perkampungan besar tempat pasukan Makassar dan Madura tinggal. Pasukan Belanda tiba setelahnya, tapi sebelum serangan dilancarkan, hujan mulai turun dan kabut tebal pun datang dengan tiba-tiba. Ketika pasukan Arung Palakka dan VOC tiba di perkampungan tersebut, di Ngantang, pada hari berikutnya, mereka sudah melarikan diri kecuali empat bangsawan Makassar beserta 300 orang, wanita, dan anak-anak. Mereka memberi tahu Arung Palakka bahwa masih ada sekitar 1.500 orang Makassar, tidak termasuk wanita dan anak-anak, yang berada di bagian atas gunung.
 
Pada saat-saat pihak Trunajaya terdesak tersebut, timbullah isu dan ketegangan antara Sunan Amangkurat II dan Arung Palakka. Sebabnya adalah bahwa menurut desas-desus dan persaksian orang-orang tertentu ada hubungan antara Arung Palakka dengan Trunajaya. Isu yang pertama adalah bahwa Arung Palakka telah menerima hadiah dari Pangeran Trunajaya sebagai sebuah usaha penyuapan. Isu yenagyang kedua adalah adanya ajakan dari pihak Pangeran Trunajaya kepada Arung Palakka untuk bersama-sama pergi ke Majapahit guna mendirikan benteng baru di sana.
 
Pada kenyataanya adalah bahwa Sunan Amangkurat II menjauhkan diri dari Arung Palakka dan pihak Kompeni tidak mengikutsertakannya dalam operasi penangkapan Trunajaya. Terhadap Trunajaya sendiri Sunan menjalankan taktik baru, yaitu bersikap bersahabat dan menganggap dia sebagai kawula. Sebaliknya Trunajaya masih berusaha membujuk Sunan agar memisahkan diri dari persekutuannya dengan VOC karena rakyat Jawa akan di-kristeni- sasikan oleh VOC. Sunan Amangkurat II berketetapan hati untuk bersekutu dengan VOC.
 
== Penyerahan Pangeran Trunajaya ==
Selanjutnya di sebuah gunung yang bernama Kunjangan pasukan koalisi VOC dan Arung Palakka melakukan pengepungan. Mereka berharap membuat orang Makassar dan Madura kelaparan dan keluar dari persembunyian. Setelah beberapa lama seseorang bernama Tumenggung Wirapaksa turun dengan bendera putih menuju Arung Palakka dan mengatakan bahwa dia dikirim langsung ke Arung Palakka oleh tuannya Pangeran Trunajaya. Arung Palakka berkata padanya, “''Marilah turun gunung menuju Komandan [Belanda] di mana kau bisa menyampaikan pesanmu.''” Tetapi Tumenggung menolak. Dia mengatakan bahwa pesan ini bukan untuk Kompeni tapi untuk Arung Palakka sendiri. Jawaban Arung Palakka memperlihatkan tujuannya tidak memusuhi Trunajaya tetapi untuk menangkap Karaeng Galesong: “Saya“''Saya tidak berperang dengan Sultan [Trunajaya] dan karena itu tidak perlu berdamai dengannya''". ujar Arung Palakka selanjutnya : "''Saya di sini atas nama Kompeni dan menuruti perintah Komandan''.”
 
Gagal membujuk Arung Palakka, utusan Pangeran Trunajaya naik kembali ke gunung. Belanda kemudian memberitahu orang-orang Makassar di perkemahan Trunajaya bahwa jika mereka menyerah akan diperlakukan dengan baik. Tapi jika menolak, akan dihancurkan. Sekitar 2.500 orang memutuskan untuk menerima tawaran ini dan turun dari kubu pertahanan di gunung pada tanggal 15 Desember 1679. Jumlah rombongan ini mengejutkan Belanda yang menganggap mereka beruntung karena orang-orang Makassar ini memutuskan menyerah daripada bertempur. Untuk penyegaran, '''Jacob Couper''' digantikan oleh '''Kapten Joncker''' sebagai komandan pasukan Kompeni. Lima hari kemudian pada 20 Desember 1679 beberapa ratus orang Madura dan Makassar, di antaranya para wanita dan beberapa ekor kuda turun dari lereng gunung dan segera ditangkap pasukan Kompeni pimpinan Kapten Joncker.
 
Ditinggal sebagian besar pasukannya, Pangeran Trunajaya melarikan diri melalui hutan dengan semak berduri di belakang kubu pertahanan dan pergi ke Pugar. Selama hari-hari terakhir perlawanan Trunajaya hanya terdapat 25-30 orang Makassar dan Madura yang masih setia bersamanya. Dengan mengorek keterangan dari orang Makassar yang tertawan, '''Kapten Joncker''' berhasil mengepung Trunajaya di Gunung Limbangan (di lereng utara Gunung Kelud) di mana dia beserta barisannya hendak bertahan terakhir. Sunan Amangkurat II pun bergerak mendekati tempat itu dan menghendaki agar setelah Trunajaya ditangkap diserahkan kepadanya. Dalam keadaan sangat terjepit, Trunajaya mengirimkan utusan tiga kali, akan tetapi waktu sudah lewat untuk mengadakan perundingan. Terkepung dari segala penjuru dan bahaya kelaparan sangat melemahkan moral barisan yang kira-kira masih terdiri atas 3.000 orang itu. Tidak ada jalan lain daripada menyerah. Akhirnya Pangeran Trunajaya menyuruh pengikutnya mengumpulkan tombak dan kerisnya. Setelah terkumpul lalu Pangeran Trunajaya beserta pengikutnya menyerah kepada Kapten Joncker. Terlebih dulu dikirim para wanita dan abdi biasa, baru kemudian Pangeran Trunajaya beserta pengikutnya, antara lain Pangeran Mugatsari, Bupati Anggakusuma, Ngabehi Wiradersana, dan pasukan Makassar. Pangeran Trunajaya dan pasukan pengikutnya menyerahkan diri pada tanggal 2526 Desember 1679. Kedua tangan beliau diikat dengan cinde sutera. Diberitakan kemudian bahwa saat menjadi tawanan Pangeran Trunajaya masih mempunyai rencana mengadakan perlawanan, maka dari itu Amangkurat II menuntut supaya dia segera diserahkan kepadanya. Untuk menepati sumpahnya, keris Kyai Balabar tidak akan diberi sarung besar sebelum dipakai untuk menusuk dada Pangeran Trunajaya. Di sekitar tapal batas Kediri, [[Amangkurat II]] menikam Pangeran Trunajaya dengan keris tersebut, kemudian para menteri secara bergiliran memberikan tikamannya pula pada tanggal 2 Januari 1680.
 
== Persekutuan dengan VOC ==
Baris 68 ⟶ 69:
Pada bulan September 1677 diadakanlah perjanjian di [[Jepara]]. Pihak [[VOC]] diwakili [[Cornelis Speelman]]. Daerah-daerah pesisir utara [[Jawa]] mulai [[Kerawang]] sampai ujung timur di Panarukan digadaikan pada [[VOC]] sebagai jaminan pembayaran atas biaya perang melawan [[Trunajaya]].
 
Mas Rahmat pun diangkat sebagai '''Amangkurat II''', seorang raja tanpa istana. Dengan bantuan [[VOC]], ia berhasil mengakhiri pemberontakan Pangeran [[Trunajaya]] tanggal 26 Desember 1679. Amangkurat II bahkan menghukum mati [[Trunajaya]] dengan tangannya sendiri pada 2 Januari 1680.
 
== Membangun Istana Kartasura ==