}}
{{Sejarah Indonesia}}
'''Perdjuangan Semesta''' atau '''Perdjuangan Rakjat Semesta''' disingkat '''Permesta''' adalah sebuah gerakan militer di [[Indonesia]]. Gerakan ini dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur pada [[2 Maret]] [[1957]] yaitu oleh [[Ventje Sumual|Letkol Ventje Sumual]]. Pusat ini berada di [[Kota Makassar|Makassar]] yang pada waktu itu merupakan [[ibu kota]] [[Sulawesi]]. Awalnya masyarakat [[Kota Makassar|Makassar]] mendukung gerakan ini. Perlahan-lahan, masyarakat [[Kota Makassar|Makassar]] mulai memusuhi pihak Permesta. Setahun kemudian, pada [[1958]] markas besar Permesta dipindahkan ke [[Kota Manado|Manado]]. DisiniDi sini timbul kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai mencapai [[gencatan senjata]]. Masyarakat di daerah Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan pembangunan mereka. Pada waktu itu masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri sendiri (''self determination'') yang sesuai dengan sejumlah persetujuan [[dekolonisasi]]. Di antaranya adalah [[Perjanjian Linggarjati]], [[Perjanjian Renville]] dan [[Konferensi Meja Bundar]] yang berisi mengenai prosedur-prosedur dekolonisasi atas bekas wilayah Hindia Timur. Pemerintah pusat Republik [[Indonesia]] yang dideklarasikan di [[Jakarta]] pada [[17 Agustus]] [[1945]] kemudian menggunakan operasi-operasi militer untuk menghentikan gerakan-gerakan yang mengarah kepada kemerdekaan.
== Latar Belakang ==
Pemberontakan PRRI di barat dan Permesta di timur menumbuhkan berbagai macam alasan. Utamanya bahwa kelompok etnis tertentu di Sulawesi dan Sumatera Tengah waktu itu merasa bahwa kebijakan pemerintahan dari Jakarta stagnan pada pemenuhan ekonomi lokal mereka saja, dimanadi mana dalam gilirannya membatasi setiap kesempatan bagi pengembangan daerah regional lainnya.<ref>{{cite book|last=Lundstrom-Burghoorn|first=W|year=1981|title=Minahasa Civilization: A Tradition of Change|place=Göteborg|publisher=ACTA Universitatis Gothoburgensis|page=43}}</ref> Juga ada rasa kebencian terhadap kelompok suku Jawa, yang merupakan suku dengan jumlah terbanyak dan berpengaruh dalam negara kesatuan Indonesia yang baru saja terbentuk.<ref>{{cite book|last=Schouten|first=M.J.C.|year=1998|title=Leadership and Social Mobility in a Southeast Asian society: Minahasa 1677–1983|location=Leiden|publisher=KITLV Press|page=215}}</ref> Efeknya konflik ini sedikit menyoal pikiran tentang pemisahan diri dari negara Indonesia, tetapi lebih menitikberatkan tentang pembagian kekuatan politik dan ekonomi yang lebih adil di Indonesia.<ref>{{cite book|last=Jacobson|first=M|year=2002|title=Cross border triangles and deterritorialising identities. Assessing the diaspora triangle: Migrant-Host-Home|series=SEARC Working Papers Series|volume=19|location=Hong Kong|publisher=South East Asia Research Series Publications|pages=2–3}}</ref>
== Awal Gerakan ==
{{rapikan}}
Pada tanggal 2 Maret 1957 di Makassar, [[Letkol]].[[Ventje Sumual]] memproklamirkan berdirinya ''Piagam Perjuangan Semesta.'' Gerakan ini meliputi hampir seluruh wilayah [[Indonesia]] [[Timur]] serta mendapat dukungan dari tokoh-tokoh Indonesia Timur. Ketika itu keadaan Indonesia sangat bahaya dan hampir seluruh pemerintahan di daerah diambil oleh [[militer]]. Selain itu mereka juga membekukan segala aktivitas Partai Komunis Indonesia, serta menangkap kader-kader [[PKI]]. Keadaan semakin genting tatkala diadakan rapat di gedung [[Universitas]] [[Permesta]] yang membicarakan pemutusan hubungan dengan pemerintah pusat.
Pada pukul 07.00 diadakan pertemuan di ruang rapat gedung [[Universitas]] Permesta di [[Sario]], [[Manado]], dengan tokoh -tokoh politik, masyarakat, dan cendikiawancendekiawan. Saat itu, [[Kapten]] [[Wim Najoan]], Panglima Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah, memberikan gambaran tentang perkembangan di [[Sumatera]] dan putusan agar dibentuknya [[PRRI]]. Selanjutnya ia memberikan sebuah pernyataan, "Permesta di Sulutteng menyatakan solidersolidaritas dan sepenuhnya mendukung pernyataan PRRI. Oleh sebab itu, mulai saat ini juga Permesta memutuskan hubungan dengan Pemerintah Republik Iindonesia, Kabinet Djuanda."
Seketika pula para peserta rapat berdiri dan menyambutnya dengan pekik, "Hidup PRRI! Hidup Permesta! Hidup Somba!" Setelah itu rapat diskors 30 menit untuk menyusun teks pemutusan hubungan dengan pusat oleh tiga orang: [[Mayor]] Eddy Gagola, [[Kapten]] Wim Najoan, dan kawan-kawan. Setelah selesai menyusun teks pemutusan hubungan degan [[Pemerintah]] [[Pusat]], rapat dilanjutkan dan teks tersebut dibacakan kepada para hadirin. Respon peserta rapat sangat antusias, dengan ramai mereka mendengungkan pekik, "Hidup Permesta! Hidup PRRI! Hidup Somba-Sumual!" Setelah itu [[Mayor]] Dolf Runturambi bertanya kepada hadirin, "Bagaimana, saudara -saudara setuju?" Serentak dijawabmenjawab, "Setuju! Setuju!"
Kembali suasana yang sangat ramai dari para hadirin.
Setelah rapat tersebut, [[Kolonel]] [[D. J. Somba]] selaku pimpinan Kodam Sulawesi Utara dan Tengah mengadakan rapat di lapanganLapangan sarioSario, Manado. Ia membacakan teks pemutusan hubungan dangan Pemerintah Pusat yang isinya,: "Rakyat Sulawesi Utara dan Tengah termasuk militer, solider pada keputusan PRRI dan memutuskan hubungan dengan Pemerintah RI."
Hari itu juga Pemerintah Pusat kemudian mengumumkan pemecatan dengan tidak hormat atas [[Letkol]] H.N. Ventje Sumual, [[Mayor]] D.J. Somba, dan kawan -kawannya, dari Angkatan Darat. Saat itu pula para pelajar, mahasiswa, pemuda, dan ex-[[KNIL]] mendaftarkan diri untuk menjadi Pasukanpasukan dalam Angkatan Perang Permesta. Bagi mereka yang telah mendatarmendaftar, langsung di beridiberi latihan di [[Mapanget]]. Dalam hal ini pula keterlibatan [[Amerika Serikat]] benar -benar terlihat, dengan mendatangkan penasehat militernya.serta memberikan sejumlah bantuan berupa a[[Amunisi|munisi]], [[mitraliur]] anti pesawat terbang, selainjuga itubantuan untuk memperkuat Angkatan Perang Revolusioner (AUREV).
Amerika Serikat juga mendatangkan sejumlah pesawat terbang, antara lain: [[pesawat]] pengangkut [[DC-3 Dakota]], [[pesawat]] pemburu [[P-51 Mustang]], [[Beachcraft]], [[Consolidated PBY Catalina|Consolidated PBY Catalina,]] dan pembom [[Douglas A-26 Invader|B-26 Invader]]. Di sisi lain juga Permesta membentuk suatu badan dan satuan kepolisian yaitu, pertama, Polisi Revolusioner. Kedua, Pasukan Wanita Permesta (PWP), dan ketiga Permesta Yard, yaitu sebuah badan intelejen.
Selain dari [[Amerika Serikat]], Permesta juga mendapat bantuan dan dukungan dari sekutu pro Barat, seperti [[Taiwan]], [[Korea Selatan]], [[PhilipinaFilipina]], serta [[Jepang]]. dan denganDengan dukungan yang begitu besar sehingga, Permesta tidak pernah kehabisan perbekalan ketika bertempur. Sejumlah besar anggota Komando Pemuda Permesta wilayah [[Sulawesi]] [[Utara]] dan [[Tengah]] dengan sukarela mendaftarkan diri menjadi anggota pasukan Permesta Komando Pemuda Permesta. Sebelumnya tugas Mereka,mereka adalah untuk membantu pemerintah daerah guna mengerahkan tenaga dan dana untuk melancarkan pembangunan di daerah -daerah.
Pergolakan inipunini pun terus berlanjut dan semakin menuju terjadinya [[Perang Saudara]]. ketikaKetika itu [[Republik Indonesia]], yang baru berdiri kurang lebih 10 tahun setelah pengakuan kedaulatan, benar -benar berada di ujung tanduk. keutuhanKeutuhan [[Negara]] [[Republik Indonesia]] sangat membahayakan apalagiterlebih saat itu di daerah lainnya juga muncul pemberontakan terhadap Pemerintah RI, yaitu [[PRRI]] (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), [[DI/TII]] (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan [[Republik Maluku Selatan]].
Selain itu juga, di dalam tubuh [[pemerintahan]] [[RI]] banyak terjadi pergolakan politik.terutama dengan silih bergantinya kabinet seiring dengan penerapan [[Demokrasi Liberal]]. diDi sisi lain, hubungan [[Dwi-Tunggal]] [[Soekarno]] dan juga [[Hatta]] mengalami keretakan. Hal ini terjadi akibat dari kedekatan Soekarno dengan [[Partai Komunis Indonesia]] yang selalu memusuhi Hatta. Akhirnya dengan berat hati, Hatta memundurkanmengundurkan diri dari jabatan sebagai [[Wakil Presiden Republik Indonesia]] di kala suasana Negaranegara yang kritis. Akibat pemutusan hubungan Permesta dengan pusat, [[Kota]] [[Manado]] menjadi sangat mencekam. Kegelisahan meghantui setiap penjuru [[Manado]]. Warga seakan tak bisa tenang untuk sesaat pun karena khawatir akan adanya serangan dari [[Pemerintah Pusat]] yang diperkirakan tak lama lagi bakalakan datang menyerbu daerah yang dikuasai Permesta.
Banyak masyarakat [[manado]]Manado yang mengungsi ke luar kota untuk menghindari [[Perang Saudara]] yang tampaknya akan menjadi sebuah kenyataan, Di lain pihak juga dukungan terhadap Permesta semakin besar. Dengan, masuknya [[Kolonel]] [[Alexander Evert Kawilarang]] setelah berhenti sebagai Atase Militer RI pada Kedubes [[RI]] di [[Washington]], DC, [[Amerika Serikat]], kemudian ia berhenti dari dinas [[militer]], dengan Pangkat [[Brigadir Jenderal]]. Selanjutnya pulang ke [[Sulawesi Utara]] untuk bergabung dengan Permesta. Disana ia mendapat jabatan sebagai Panglima Besar/Tertinggi Angkatan Perang Revolusi [[PRRI]] dan Kepala Staf Angkatan Perang APREV (Angkatan Perang Revolusi) PRRI, dengan pangkat [[Mayor jenderal]] dan selanjutnya ia menjadi Panglima Besar Permesta.
Presiden Taiwan [[Chiang Kai Shek]] pernah merencanakan untuk mengirimkan 1 resimen marinir dan 1 skuadron pesawat tempur untuk merebut [[Morotai]] bersama sama dengan Permesta, namun [[Menteri]] [[Luar Negeri]] Taiwan [[Yen Kung Chau]] menentang gagasan itu.karena khawatir [[Republik Rakyat Tiongkok]] akan ikut serta membantu [[Pemerintah Pusat]] di Jakarta dan mungkin akan memiliki alasan untuk mengintervensi. terhadap Taiwan. walaupun demikian. Taiwan sebelumnya memang sudah membantu Permesta dengan mengirimkan persenjataan dan dua squadron pesawat tempur ke [[Minahasa]] untuk Angkatan Udara Revolusioner. Bantuan Taiwan akhirnya tercium oleh [[Pemerintah Pusat]]. Bulan Agustus 1958, militer mengambil alih bisnis yang dipegang oleh penduduk WNI asal Taiwan dan sejumlah surat kabar, sekolah ditertibkan.
|