Rumah Betang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k tidy up, replaced: dimana → di mana (2)
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k cosmetic changes, replaced: kokoh → kukuh, pemukiman → permukiman (2)
Baris 1:
'''Rumah betang''' adalah rumah adat khas ''Kalimantan'' yang terdapat diberbagai penjuru Kalimantan dan dihuni oleh masyarakat ''Dayak'' terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukimanpermukiman ''suku Dayak''.<ref name="Kalimantan">http://www.kalimantan-news.com/wisata.php?idw=4 Kalimantan news diakses 21 Maret 2015</ref>
 
[[File:Rumah Betang Toyoi di Tumbang Malahoi.jpg|thumb|Rumah Betang Toyoi di Tumbang Malahoi]]
Baris 20:
Rumah Panjang/Rumah Betang bagi masyarakat Dayak tidak saja sekadar ungkapan legendaris kehidupan nenek moyang, melainkan juga suatu pernyataan secara utuh dan konkret tentang tata pamong desa, organisasi sosial serta sistem kemasyarakatan, sehingga tak pelak menjadi titik sentral kehidupan warganya.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Sistem nilai budaya yang dihasilkan dari proses kehidupan rumah panjang, menyangkut soal makna dari hidup manusia; makna dari pekerjaan; karya dan amal perbuatan; persepsi mengenai waktu; hubungan manusia dengan alam sekitar; soal hubungan dengan sesama.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Dapat dikatakan bahwa rumah betang memberikan makna tersendiri bagi masyarakat Dayak.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Rumah betang adalah pusat kebudayaan mereka karena disanalah seluruh kegiatan dan segala proses kehidupan berjalan dari waktu ke waktu.<ref name="kebudayaan Indonesia"/>
 
Rumah betang memang bukan sebuah hunian mewah dengan aneka perabotan canggih seperti yang diidamkan oleh masyarakat modern saat ini.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Rumah betang cukuplah dilukiskan sebagai sebuah hunian yang sederhana dengan perabotan seadanya.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Namun, dibalik kesederhanaan itu, rumah betang menyimpan sekian banyak makna dan sarat akan nilai-nilai kehidupan yang unggul.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Tak dapat dimungkiri bahwa rumah telah menjadi simbol yang kokohkukuh dari kehidupan komunal masyarakat Dayak.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Dengan mendiami rumah betang dan menjalani segala proses kehidupan di tempat tersebut, masyarakat Dayak menunjukkan bahwa mereka juga memiliki naluri untuk selalu hidup bersama dan berdampingan dengan warga masyarakat lainnya.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Mereka mencintai kedamaian dalam komunitas yang harmonis sehingga mereka berusaha keras untuk mempertahankan tradisi rumah betang ini.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Harapan ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan setiap kepentingannya dengan kepentingan bersama.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan masyarakatnya.<ref name="kebudayaan Indonesia"/>
 
Rumah betang selain sebagai tempat kediaman juga merupakan pusat segala kegiatan tradisional warga masyarakat.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Apabila diamati secara lebih saksama, kegiatan di rumah panjang menyerupai suatu proses pendidikan tradisional yang bersifat non-formal. Rumah betang menjadi tempat dan sekaligus menjadi sarana yang efektif bagi masyarakat Dayak untuk membina keakraban satu sama lain.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Di tempat inilah mereka mulai berbincang-bincang untuk saling bertukar pikiran mengenai berbagai pengalaman, pengetahuan dan keterampilan satu sama lain.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Hal seperti itu bukanlah sesuatu yang sukar untuk dilakukan, meskipun pada malam hari atau bahkan pada saat cuaca buruk sekalipun, sebab mereka berada di bawah satu atap.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Demikianlah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan diwariskan secara lisan kepada generasi penerus.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Dalam suasana kehidupan rumah panjang, setiap warga selalu dengan sukarela dan terbuka terhadap warga lainnya dalam memberikan petunjuk dan bimbingan dalam mengerjakan sesuatu.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Kesempatan seperti itu juga terbuka bagi kelompok dari luar rumah panjang.<ref name="kebudayaan Indonesia"/>
Baris 28:
Masyarakat Dayak memiliki naluri untuk selalu hidup bersama secara berdampingan dengan alam dan warga masyarakat lainnya.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Mereka gemar hidup damai dalam komunitas yang harmonis sehingga berusaha terus bertahan dengan pola kehidupan rumah betang. Harapan ini didukung oleh kesadaran setiap individu untuk menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan bersama.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Kesadaran tersebut dilandasi oleh alam pikiran religio-magis, yang menganggap bahwa setiap warga mempunyai nilai dan kedudukan serta hak hidup yang sama dalam lingkungan masyarakatnya.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Dengan mempertahankan rumah betang, masyarakat Dayak tidak menolak perubahan, baik dari dalam maupun dari luar, terutama perubahan yang menguntungkan dan sesuai dengan kebutuhan rohaniah dan jasmaniah mereka.<ref name="kebudayaan Indonesia"/>
 
Pola pemukimanpermukiman rumah betang erat hubungannya dengan sumber-sumber makanan yang disediakan oleh alam sekitarnya, seperti lahan untuk berladang, sungai yang banyak ikan, dan hutan-hutan yang dihuni binatang buruan.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Namun dewasa ini, ketergantungan pada alam secara bertahap sudah mulai berkurang.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Masyarakat Dayak telah mulai mengenal perkebunan dan peternakan.<ref name="kebudayaan Indonesia"/> Rumah betang menggambarkan keakraban hubungan dalam keluarga dan pada masyarakat.<ref name="kebudayaan Indonesia"/>
 
== Seni Tradisional ==