Lembaga Pengembangan Cabang Ranting Muhammadiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Acepby (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Acepby (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 25:
<small>''Keenam,'' kondisi di atas akhirnya membuat organisasi di tingkat Cabang dan Ranting memiliki daya saing yang rendah dibanding organisasi Islam baru yang banyak bermunculan, yang telah banyak “mengambil alih” jamaah maupun amal usaha Muhammadiyah.</small>
 
<small>Amanat Muktamar 46 Tentang Revitalisasi Cabang dan Ranting Kondisi aktual Cabang dan Ranting telah menimbulkan keprihatinan di lingkungan pimpinan dan warga Persyarikatan. Muktamar ke 45 tahun 2005 di Malang Jawa Timur menetapkan revitalisasi Cabang dan Ranting sebagai salah satu prioritas Program Konsolidasi Organisasi. Komitmen ini dilanjutkan lagi pada Muktamar ke 46 tahun 2010 di Yogyakarta, untuk melakukan pengembangan Cabang dan Ranting secara kuantitatif—terbentuknya PCM di 70% jumlah kecamatan, dan terbentuknya PRM di 40% jumlah desa; dan juga secara kualitatif dengan menghidupkan kepengurusan Cabang dan Ranting yang mati, serta mengaktifkan Cabang dan Ranting yang belum aktif. Untuk tujuan di atas, Muktamar ke 46 mengamanatkan pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR). Sebenarnya tugas pembinaan Cabang dan Ranting adalah tugas yang melekat pada fungsi Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah. Namun karena sedemikian urgennya pembinaan Cabang dan Ranting maka dibentuklah sebuah lembaga khusus untuk itu. SK PP No. 170/2010 tentang Nomenklatur Unsur Pembantu Pimpinan bahkan mewajibkan dibentuknya LPCR di tingkat Wilayah dan Daerah.</small><ref>[http://lpcr.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html Sejarah LPCR]</ref>
 
==Referensi==