Suhardiman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 35:
Keterlibatan aktif Suhardiman dalam dunia politik dimulai dengan pendirian [[SOKSI]] ([[Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia]]), sebuah organisasi massa yang menekankan pentingnya konsep kekaryaan. Gerakan kekaryaan tersebut digalakkan untuk membendung infiltrasi paham komunisme yang dikampanyekan secara gencar oleh [[PKI]]. Sejak kejatuhan PKI, SOKSI di bawah kepemimpinan Suhardiman memposisikan diri sebagai salah satu wadah pengkaderan calon-calon pemimpin. Para kader Soksi telah menduduki sejumlah jabatan penting di pemerintahan dan partai politik negeri ini. SOKSI selalu menekankan konsep manusia sebagai insan karya bagi setiap kadernya. Maka semua calon pemimpin berasal dari SOKSI telah dipersiapkan untuk selalu siap berkarya bagi nusa dan bangsa. Selain itu Suhardiman dan SOKSI selalu memposisikan diri sebagai mitra kritis bagi pemerintah.
 
SOKSI kemudian menjadi salah satu ormas yang membidani kelahiran [[Partai Golkar]] dan Suhardiman menjadi anggota Dewan Pembina. Kendati secara formal dia tidak pernah menduduki posisi tertinggi di Golkar, ketokohan Suhardiman sangat diperhitungkan oleh para petinggi partai, dan mereka kerap minta restunya sebelum mengambil sebuah keputusan penting. Bahkan menjelang [[pemilihan presiden]] [[2014]] lalu, calon Presiden Joko Widodo dan saloncalon Wakil Presiden, [[Jusuf Kalla]], pun secara terpisah datang ke rumahnyauntuk mendapatkan dukungan moral dari ''sesepuh'' Golkar tersebut<ref>"Sowan ke Suhardiman, JK Dapat Dukungan untuk Pilpres", dalam [[PKI|http://news.detik.com/read/2014/05/26/150802/2592538/1562/sowan-ke-suhardiman-jk-dapat-dukungan-untuk-pilpres?hd772204btr]]</ref>.
== Pemikiran ==
Pada masa muda, Suhardiman sangat aktif menyumbangkan pemikiran dalam karya tulis, seminar, maupun opini sejumlah media. Pemikiran-pemikirannya kemudian dihimpun dalam buku yang berjudul ''Pendidikan Politik Satu Abad'' yang disunting oleh para kadernya (Valentino Barus, dan kawan-kawan). Buku tersebut mengetengahkan pembentukan kekuatan bangsa sebagai tujuan dari pembangunan politik, yang oleh Suhardiman disebut sebagai Trisula Politik, yakni: power, hukum, dan demokrasi. Untuk tujuan itu dia mendorong adanya upaya modernisasi, rasionalisasi, dan dinamisasi yang diterapkan dalam berbagai kelembagaan politik, pendidikan politik, dan pimpinan politik sebagai prasarana dalam pembangunan politik. Prasarana kelembagaan ini tidak dapat diartikan secara sempit hanya sebagai sosok fisik organisatoris, melainkan harus diartikan secara luas menyangkut sosok sosio-kulturalnya<ref>Barus Valentino, dkk (edit.), Pendidikan Politik Satu Abad. Jakarta: Lestari Budaya, 1996, hlm.55</ref>.