Salim bin Djindan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ummu zahra (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Ummu zahra (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 217:
Saat di kota Inat beliau di sambut dengan sambutan meriah. Bersama rombongan beliau berziarah ke makam Asy Syeikh Abu Bakar dan setelah itu mereka berbondong-bondong berjalan dengan arak-arakan ke rumah Asy Syeikh Abu Bakar bin Salim dan di adakan majelis Rauhah hingga menjelang maghrib. Kemudian mereka bersama-sama ke Masjid Asy Syeikh Abu Bakar bin Salim dan selepas maghrib diadakan majelis besar. Saat itu Al Habib Salim berdiri berbicara tentang keutamaan Ilbaas Al Khirqoh dan ceramahnya beliau membawakan 40 hadits dengan sanadnya tentang Ilbaas Al Khirqoh. Usai ceramah, beliau memberikan ijazah kepada semua yang hadir dengan memakaikan satu persatu kepada mereka semua Alfiyah beliau dengan sanad mata rantai yang bersambung sampai kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
 
== Surat Menyurat Kepada Ulama Dunia ==
== Tegas ==
 
Dari sejak usia sangat muda Al Habib Salim gemar mengirim surat kepada para ulama di berbagai penjuru dunia. Hal ini sebenarnya beliau wariskan dari sang ayah Al Habib Ahmad bin Husain bin Jindan dan sang Kakek Al Habib Ali bin Mushthafa bin Asy Syeikh Abi Bakar. Beliau tidak mendengar tentang seorang alim dipenjuru dunia yang dapat beliau surati melainkan beliau mengirim surat kepadanya untuk memohon doa, bimbingan, ijazah sanad mata rantai dan ilmu serta keberkahan. Beliau tidak memandang kepada usia ulama yang beliau surati maupun kepada suku bangsa dan bahkan tidak memandang kepada madzhab yang dianutnya maupun alirannya.
Habib Salim terkenal sebagai ulama yang tegas dan keras, terutama dalam hal-hal kemaksiatan, Ia juga sering kali mengingatkan umat akan kerusakan moral. Kepada kaum wanita, Habib mengingatkan mereka agar memerhatikan cara berpakaian dan menutup aurat<ref name=rabithah/>.
 
Ulama-ulama Maroko beliau surati seperti Al Imam Al Muhaddits As Sayyid Abdul Hayy Al Kattani. Demikian ulama-ulama Syam seperti Muhaddits Al Akbar As Sayyid Badrud Diin Al Hasani. Sebagaimana ulama-ulama besar India beliau surati. Banyak dari tokoh-tokoh yang mengirim surat kepada beliau untuk meminta ijazah sanad mata rantai, menjawab pertanyaan dan menulis suatu kitab tentang nasab keluarga dan suku tertentu.
=== Tentang Autobiografi <ref name=rabithah/> ===
Saat masih hidup, pernah seseorang ingin menuliskan autobiografinya guna dipublikasikan. Namun, dengan tegas, Habib Salim menolaknya.
 
”Apa yang kalian lakukan? Menulis autobiografi saya, nantinya akan membuat anak cucu saya fakhr (berbangga diri-Red),” ujarnya.
 
=== Hafalan dan Kecerdasan Yang Luar Biasa ===
Kemudian, Habib Salim meminta baik-baik naskah autobiografi itu dan merobek-robeknya, tanpa peduli si penulis yang menyatakan bahwa orang seperti dia perlu menerbitkan autobiografi agar diketahui masyarakat banyak.
Tentang kecerdasan dan hafalannya, sungguh hal tidak asing bagi siapapun. Semua mengakui hafalannya yang kuat dan kecerdasannya yang sangat luar biasa. Tentang hafalannya, banyak yang telah menyaksikan dari Al Habib Salim jika beliau membawakan suatu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, beliau membawakannya dengan sanadnya dari awal hingga akhir. Setiap kali ada seseorang yang datang ke rumahnya untuk bertanya, beliau mengatakan kepadanya, "Pergilah kamu ke lemari yang ada di sudut sana, kemudian kamu lihat rak nomor sekian, lalu kamu hitung sekian kitab dari kanan atau kiri maka kamu akan mendapati kitab ini, ambillah dan bukalah halaman sekian dan di baris sekian kamu akan dapati jawaban pertanyaanmu".
 
Tentang kecerdasannya, saya mendengar dari murid beliau Alm. H. Muhammad Rasyad bahwa ketika masa penjajahan belanda, suatu hari beliau datang ke rumah tetangganya yang seorang Belanda, sang tetangga terperanjat dan senang dengan kunjungan habib ke rumahnya yang sangat tidak diduga olehnya. Tanpa basa basi Al Habib Salim mengatakan kepadanya, “Bolehkah aku meminjam beberapa hari lukisan ratu Belanda yang kau pajang di rumahmu?” Mendengar hal itu sang tetangga merasa bangga dan terhormat. Maka Al Habib pulang dengan membawa lukisan besar ratu Belanda milik tetangganya. Sesampainya di rumah, beliau memerintahkan beberapa muridnya untuk menggantungkannya di sudut rumahnya. Keluarga dan murid-murid beliau heran dan bertanya. Namun beliau tidak menjawab.
=== Kolonel Sabur <ref name=rabithah/> ===
 
Beberapa hari kemudian pasukan belanda mengepung rumah Al Habib Salim untuk menangkap beliau. Komandan pasukan dengan tegas memaksa Al Habib untuk ikut mereka ke kantor. Dengan tenang Al Habib mengatakan kepada komandan "Baik, aku akan ikut ke kantor, tapi tunggu sebentar". Al Habib memanggil satu muridnya dan di hadapan komandan serta pasukannya beliau mengatakan kepadanya "Tolong kamu turunkan lukisan besar yang aku gantung di sudut ruangan sana dan bawa ke luar rumah, setelah itu kamu bakar dan buang di sampah, ternyata selama ini lukisan itu sama sekali tidak ada harga dan manfaatnya". Maka sang murid menurunkan lukisan sang ratu Belanda. Komandan terperanjat, melihat ternyata Al Habib Salim memajang lukisan besar ratu Belanda. Lalu komandan bertanya kepada Al Habib Salim, "Kenapa diturunkan lukisan ratu kami?" Al Habib Salim menjawab, "Untuk dibakar dan dibuang". "Kenapa?" tanya komandan penasaran. "Selama ini aku memajangnya di tempat yang tinggi dan terhormat namun kemudian hari tentara belanda mempermalukanku? Apakah demikian pemerintah Belanda memperlakukan orang-orang yang menghormati dan mencintai ratunya?" Kalau memang demikian maka lebih baik aku turunkan saja dan aku bakar, karena memang tidak ada gunanya aku memajangnya". Jawab Al Habib Salim. Mendengar jawaban Al Habib Salim sang komandan meminta maaf kepada Al Habib Salim dan mengurungkan niatnya untuk menangkap Al Habib Salim dan bergegas kembali bersama pasukannya dengan meminta maaf dan penuh rasa malu dan penyesalan telah mengganggu kenyamanan Al Habib Salim. Setelah pasukan pergi Al Habib Salim memerintahkan muridnya untuk mengembalikan lukisan ratu Belanda tersebut kepada tetangganya.
Ibnu Umar Junior dalam risalah Fenomena Kramat Jati menulis, ”Gara-gara keberaniannya, Kolonel Sabur (salah satu ajudan Bung Karno) sampai berang setengah mati kepada Habib Salim ketika dia melancarkan kritik-kritik terhadap pemerintah di sebuah acara di Palembang tahun 1957 yang dihadiri Presiden Soekarno.”
 
“Kolonel Sabur menyuruh Habib Salim turun dari mimbar. Di kesempatan itu, ia berkata kepada para hadirin, ‘Suara rakyat adalah suara Tuhan. Apakah saya harus terus ceramah atau tidak?’ Serempak para hadirin menjawab, ‘Teruuus!’.”
 
== Meninggal Dunia <ref name=rabithah/>==