Kode etik jurnalistik: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Riznug (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-praktek +praktik); perubahan kosmetika
Baris 1:
'''Kode Etik Jurnalistik''' adalah himpunan etika profesi kewartawanan.<ref name="PWI">[http://www.pwi.or.id/index.php/uu-kej Kode Etik Jurnalistik PWI]</ref> [[Wartawan]] selain dibatasi oleh ketentuan [[hukum]], seperti [[Undang-Undang]] Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik.<ref name="Tebba">Tebba. Sudirman. 2005. ''Jurnalistik Baru''. Jakarta: Kalam Indonesia.</ref> Tujuannya adalah agar [[wartawan]] bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan [[informasi]].<ref name="Tebba"/>
 
 
== Pengertian ==
Ditinjau dari segi bahasa, [[kode]] [[etik]] berasal dari dua bahasa, yaitu “[[kode]]” berasal dari bahasa [[Inggris]] “code” yang berarti sandi, pengertian dasarnya dalah ketetuan atau petunjuk yang sistematis.<ref name="Bertens"/> Sedangkan “etika” berasal dari bahasa [[Yunani]] “ethos” yang berarti watak atau moral.<ref name="Bertens">Bertens. K. 2005. ''Etika''. Jakarta: Gramedia Pustakan Utama.</ref>
Dari pengertian itu, kemudian dewasa ini kode etik secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan atau kumpulan etika.<ref name="Wina">Sukardi. Wina Armada. 2007. ''Keutamaan di Balik Kontroversi Undang-Undang Pers''. Jakarta: Dewan Pers.</ref>
 
Di [[Indonesia]] terdapat banyak Kode Etik Jurnalistik.<ref name="Tebba"/> Hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya [[organisasi]] [[wartawan]] di Indonesia, untuk itu kode etik juga berbagai macam, antara lain Kode Etik Jurnalistik [[Persatuan Wartawan Indonesia]] (KEJ-[[PWI]]), Kode Etik Wartawan Indonesia ([[KEWI]]), Kode Etik Jurnalistik [[Aliansi Jurnalis Independen]] (KEJ-[[AJI]]), Kode Etik [[Jurnalis Televisi Indonesia]], dan lainnya.<ref name="Tebba"/>
 
== Sejarah Kode Etik Jurnalistik di Indonesia ==
Baris 13:
Sejarah perkembangan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan pers di Indonesia.<ref name="Wina"/> Jika diurutkan, maka sejarah pembentukan, pelaksanaan, dan pengawasan Kode Etik Jurnalistik di Indonesia terbagi dalam lima periode.<ref name="Wina"/> Berikut kelima periode tersebut:<ref name="Wina"/>
 
1. '''Periode Tanpa Kode Etik Jurnalistik'''
 
Periode ini terjadi ketika [[Indonesia]] baru lahir sebagai bangsa yang merdeka tanggal [[17 Agustus]] [[1945]].<ref name="Wina"/> Meski baru merdeka, di [[Indonesia]] telah lahir beberapa penerbitan pers baru.<ref name="Wina"/> Berhubung masih baru, pers pada saat itu masih bergulat dengan persoalan bagaimana dapat menerbitkan atau memberikan [[informasi]] kepada masyarakat di era kemerdekaan, maka belum terpikir soal pembuatan Kode Etik Jurnalistik.<ref name="Wina"/> Akibatnya, pada periode ini pers berjalan tanpa [[kode etik]].<ref name="Wina"/>
Baris 19:
2. '''Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 1'''
 
Pada tahun [[1946]], [[Persatuan Wartawan Indonesia]] ([[PWI]]) dibentuk di [[Solo]], tapi ketika [[organisasi]] ini lahir pun belum memiliki [[kode etik]].<ref name="Wina"/> Saat itu baru ada semacam konvensi yang ditungakan dalam satu kalimat, inti kalimat tersebut adalah [[PWI]] mengutamakan prinsip kebangsaan. Setahun kemudian, pada [[1947]], lahirlah [[Kode Etik]] [[PWI]] yang pertama.<ref name="Wina"/>
 
3. '''Periode Dualisme Kode Etik Jurnalistik PWI dan Non PWI'''
 
Setelah [[PWI]] lahir, kemudian muncul berbagai [[organisasi]] [[wartawan]] lainnya.<ref name="Wina"/> Walaupun dijadikan sebagai pedoman etik oleh [[organisasi]] lain, Kode Etik Jurnalistik [[PWI]] hanya berlaku bagi anggota [[PWI]] sendiri, padahal organisai wartawan lain juga memerlukan Kode Etik Jurnalistik.<ref name="Wina"/> Berdasarkan pemikiran itulah [[Dewan Pers]] membuat dan mengeluarkan pula Kode Etik Jurnalistik.<ref name="Wina"/> Waktu itu Dewan Pers membentuk sebuah panitia yang terdiri dari tujuh orang, yaitu [[Mochtar Lubis]], [[Nurhadi Kartaatmadja]], [[H.G Rorimpandey]] , [[Soendoro]], [[Wonohito]], [[L.E Manuhua]] dan [[A. Aziz]].<ref name="Wina"/> Setelah selesai, Kode Etik Jurnalistik tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris [[Dewan Pers]] masing-masing [[Boediarjo]] dan [[T. Sjahril]], dan disahkan pada [[30]] [[September]] [[1968]].<ref name="Wina"/> Dengan demikian, waktu itu terjadi [[dualisme]] Kode Etik Jurnalistik.<ref name="Wina"/> Kode Etik Jurnalistik [[PWI]] berlaku untuk [[wartawan]] yang menjadi anggota [[PWI]], sedangkan Kode Etik Jurnalistik [[Dewan Pers]] berlaku untuk non [[PWI]].<ref name="Wina"/>
 
4. '''Periode Kode Etik Jurnalistik PWI tahap 2'''
 
Pada tahun [[1969]], keluar peraturan [[pemerintah]] mengenai [[wartawan]].<ref name="Wina"/> Menurut pasal 4 Peraturan [[Menteri Penerangan]] No.02/ Pers/ MENPEN/ 1969 mengenai [[wartawan]], ditegaskan, [[wartawan]] [[Indonesia]] diwajibkan menjadi anggota [[organisasi]] [[wartawan]] [[Indonesia]] yang telah disahkan [[pemerintah]].<ref name="Wina"/> Namun, waktu itu belum ada [[organisasi]] [[wartawan]] yang disahkan oleh [[pemerintah]].<ref name="Wina"/> Baru pada tanggal [[20]] [[Mei]] [[1975]] [[pemerintah]] mengesahkan [[PWI]] sebagai satu-satunya [[organisasi]] [[wartawan]] [[Indonesia]].<ref name="Wina"/> Sebagai konsekuensi dari pengukuhan [[PWI]] tersebut, maka secara otomatis Kode Etik Jurnalistik yang berlaku bagi seluruh [[wartawan]] [[Indonesia]] adalah milik [[PWI]].<ref name="Wina"/>
 
5. '''Periode Banyak Kode Etik Jurnalistik'''
Baris 64:
a. Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di bidangnya;
 
b. Melindungi masyarakat dari malpraktekmalpraktik oleh praktisi yang kurang profesional;
 
c. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi;