Kota Tasikmalaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Reindra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Reindra (bicara | kontrib)
Baris 34:
==Sejarah==
 
Dimulai pada abad ke VII sampai abad ke XII di wilayah yang sekarang dikenal sebagai [[Kabupaten Tasikmalaya]], diketahui adanya suatu bentuk [[Pemerintahan Kebataraan]] dengan pusat pemerintahannya di sekitar [[Galunggung]], dengan kekuasaan mengabisheka raja-raja (dari [[Kerajaan Galuh]]) atau dengan kata lain raja baru dianggap syahsah bila mendapat persetujuan Batara[[batara]] yang bertahta di [[Galunggung]].
 
[[Batara]] atau [[sesepuh]] yang memerintah pada masa abad tersebut adalah sang[[Sang Batara Semplakwaja]], [[Batara Kuncung Putih]], [[Batara Kawindu]], [[Batara Wastuhayu]], dan [[Batari Hyang]] yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari [[kebataraan]] menjadi [[kerajaan]].
 
[[Kerajaan]] ini bernama [[Kerajaan Galunggung]] yang berdiri pada tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau [[21 Agustus]] [[1111]] dengan penguasa pertamanya yaitu [[Batari Hyang]], berdasarkan [[Prasasti Geger Hanjuang]] yang ditemukan di bukit[[Bukit Geger Hanjuang]], [[Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya]]. Dari [[Sang Batari]] inilah mengemuka ajarannya yang dikenal sebagai [[Sang Hyang Siksakanda ng Karesian]]. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada jaman [[Prabu Siliwangi]] ([[1482]]-[[1521]] M) yang bertahta di [[Pakuan Pajajaran]]. [[Kerajaan Galunggung]] ini bertahan sampai 6 [[raja]] berikutnya yang masih keturunan [[Batari Hyang]].
Batara Kawindu, Batara Wastuhayu, dan Batari Hyang yang pada masa pemerintahannya mengalami perubahan bentuk dari kebataraan menjadi kerajaan.
 
Periode selanjutnya adalah periode pemerintahan di [[Sukakerta]] dengan Ibukotaibukota di [[Dayeuh Tengah]] (sekarang termasuk dalam [[Kecamatan Salopa, Tasikmalaya]]), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari [[Kerajaan Pajajaran]]. Penguasa pertama adalah [[Sri Gading Anteg]] yang masa hidupnya sejaman dengan [[Prabu Siliwangi]]. [[Dalem Sukakerta]] sebagai penerus tahta diperkirakan sejaman dengan [[Prabu Surawisesa]] ([[1521]]-[[1535]] M) [[Raja Pajajaran]] yang menggantikan [[Prabu Siliwangi]].
Kerajaan ini bernama Kerajaan Galunggung yang berdiri pada tanggal 13 Bhadrapada 1033 Saka atau 21 Agustus 1111 dengan penguasa pertamanya yaitu Batari Hyang, berdasarkan Prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Tasikmalaya. Dari Sang Batari inilah mengemuka ajarannya yang dikenal sebagai Sang Hyang Siksakanda ng Karesian. Ajarannya ini masih dijadikan ajaran resmi pada jaman Prabu Siliwangi (1482-1521 M) yang bertahta di Pakuan Pajajaran. Kerajaan Galunggung ini bertahan sampai 6 raja berikutnya yang masih keturunan Batari Hyang.
 
Pada masa pemerintahan [[Prabu Surawisesa]], kedudukan [[Pajajaran]] sudah mulai terdesak oleh gerakan kerajaan [[Islam]] yang dipelopori oleh [[Cirebon]] dan [[Demak]]. [[Sunan Gunung Jati]] sejak tahun [[1528]] berkeliling ke seluruh wilayah tanah [[Sunda]] untuk mengajarkan [[agama]] [[Islam]]. Ketika [[Pajajaran]] mulai lemah, daerah-daerah kekuasaannya terutama yang terletak di bagian timur berusaha melepaskan diri. Mungkin sekali [[Dalem Sukakerta]] atau [[Dalem Sentawoan]] sudah menjadi penguasa [[Sukakerta]] yang merdeka, lepas dari [[Pajajaran]]. Tidak mustahil pula kedua penguasa itu sudah masuk [[Islam]].
Periode selanjutnya adalah periode pemerintahan di Sukakerta dengan Ibukota di Dayeuh Tengah (sekarang termasuk dalam Kecamatan Salopa, Tasikmalaya), yang merupakan salah satu daerah bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Penguasa pertama adalah Sri Gading Anteg yang masa hidupnya sejaman dengan Prabu Siliwangi. Dalem Sukakerta sebagai penerus tahta diperkirakan sejaman dengan Prabu Surawisesa (1521-1535 M) Raja Pajajaran yang menggantikan Prabu Siliwangi.
 
Periode selanjutnya adalah pemerintahan di [[Sukapura]] yang didahului oleh masa pergolakan di wilayah [[Priangan]] yang berlangsung lebih kurang 10 tahun. Munculnya pergolakan ini sebagai akibat persaingan tiga kekuatan besar di Pulau [[Jawa]] pada awal abad XVII [[Masehi]]: [[Mataram]], [[Banten]], dan [[VOC]] yang berkedudukan di [[Batavia]]. [[Wirawangsa]] sebagai penguasa [[Sukakerta]] kemudian diangkat menjadi [[bupati]] daerah [[Sukapura]], dengan gelar [[Wiradadaha I]], sebagai hadiah dari [[Sultan Agung]] [[Mataram]] atas jasa-jasanya membasmi pemberontakan [[Dipati Ukur]]. Ibukota negeri yang awalnya di [[Dayeuh Tengah]], kemudian dipindah ke [[Leuwiloa, Sukaraja]] dan 'negara' disebut 'Sukapura'.
 
Pada masa pemerintahan [[R.T. Surialaga]] (1813-1814) ibukota [[Kabupaten Sukapura]] dipindahkan ke [[Tasikmalaya]]. Kemudian pada masa pemerintahan [[Wiradadaha VIII]] ibukota dipindahkan ke [[Manonjaya]] (1832). Perpindahan ibukota ini dengan alasan untuk memperkuat benteng-benteng pertahanan [[Belanda]] dalam menghadapi [[Diponegoro]]. Pada tanggal [[1 Oktober]] [[1901]] ibukota [[Sukapura]] dipindahkan kembali ke [[Tasikmalaya]]. Latar belakang pemindahan ini cenderung berrdasarkan alasan ekonomis bagi kepentingan [[Belanda]]. Pada waktu itu daerah [[Galunggung]] yang subur menjadi penghasil [[kopi]] dan [[nila]]. Sebelum diekspor melalui [[Batavia]] terlebih dahulu dikumpulkan di suatu tempat, biasanya di ibukota daerah. Letak [[Manonjaya]] kurang memenuhi untuk dijadikan tempat pengumpulan hasil-hasil perkebunan yang ada di [[Galunggung]].
 
==Tokoh==