Pajak penghasilan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Siegethetower (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-amandemen +amendemen); perubahan kosmetika
Baris 28:
Pada periode sampai dengan tahun [[1908]] terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang [[Asia]] dan [[Eropa]], dengan kata lain dapat dikatakan bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan [[perpajakan]] Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti "''patent duty''". Sebaliknya ''business tax'' atau ''bedrijfsbelasting'' untuk orang [[pribumi]]. Di samping itu, sejak tahun [[1882]] hingga [[1916]] dikenal adanya '''Poll Tax''' yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
 
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang [[Eropa]], dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, [[pensiun]] dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun [[1920]] dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya ''General income tax'' yakni [[Ordonansi pajak pendapatan]] yang diperbaharui pada tahun 1920 (''Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312'') yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi pajak pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan [[asas sumber]].
 
Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (''ondememing''), pada tahun [[1925]] ditetapkanlah [[Ordonasi pajak perseroan]] tahun 1925 (''Ordonantie op de Vennootschapbelasting'') yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan [[:s:Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1970|Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1970]] tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan [[1944]], Pajak Kekayaan [[1932]] dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan [[s:Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1970|UU No. 8 tahun 1970]] dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan [[cuti pajak]] (''tax holiday'').
Baris 39:
 
== Ketentuan ==
=== Subjek pajak ===
Menurut [[s:Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008|Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008]], subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
# '''Subjek pajak pribadi''' yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Baris 50:
# '''Bentuk usaha tetap''' yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.
 
=== Bukan subjek pajak ===
[[s:Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000|Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000]] menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk objek pajak sebagai berikut:
# Badan perwakilan negara asing.
Baris 57:
# Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
 
=== Objek pajak ===
'''[[Objek pajak]] penghasilan''' yaitu setiap [[tambahan kemampuan ekonomis]] yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
 
Baris 70:
== Kronologi perubahan undang-undang ==
 
Sesuai dengan amandemenamendemen ketiga [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945]] [[s:Undang-Undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945|pasal 23A]], pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.<ref>[[s:Undang-Undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945/Perubahan_III#Pasal_23A|Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/Perubahan III]]
</ref> '''Pajak Penghasilan''' (disingkat '''PPh''') di [[Indonesia]] diatur pertama kali dengan [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983|Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983]] dengan penjelasan pada [[s:Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50|Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50]]. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini diamandemendiamendemen oleh
 
# [[s:Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991|Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991]]
Baris 103:
== Referensi ==
{{reflist}}
* http://www.pajak.go.id/content/penghitungan-pajak
 
[[Kategori:Ekonomi]]