Leo Kristi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k Pranala luar: minor cosmetic change
Aroengbinang (bicara | kontrib)
Baris 11:
Musik adalah dunia yang dikenalnya sejak kecil. Leo kecil menyimak setiap irama yang dimainkan tiap subuh oleh ayahnya, Raden Ngabei Iman Soebiantoro, seorang pensiunan pegawai negeri yang juga merupakan seorang musisi. Sejak kecil, Leo Kristi aktif dalam kegiatan menyanyi di [[gereja]], bagian dari kegiatan sekolah dasarnya, meskipun ia sendiri [[Islam|muslim]]. Leo waktu itu sekolah di SD Kristen, [[Surabaya]] pada tahun 1961. Ia berkata bahwa musik baginya sahabat, menyambut nyanyian sebagai kecintaan.
 
Di SMP pula ia mendapat sebuah [[gitar]] dari ayahnya. Lalu, ia masuk kursus MenjahitTony Kerdijk, Direktur Sekolah Musik Rakyat di Surabaya. Untuk menyanyi ia belajar pada Nuri Hidayat dan John Topan. Ia juga pernah kursus gitar pada Poei Sing Gwan dan Oei Siok Gwan. Dua orang gitaris yang diakuinya cukup memberi pengaruh musik. Di SMAN 1 Surabaya, ia tidak lepas dari kewajiban berbaris dan ikut menyanyikan lagu-lagu perjuangan di bawah [[Tugu Pahlawan]]. Ia juga bergabung dalam band sekolah beraliran [[rock n' roll]] bernama "Batara" yang beranggotakan teman-temannya dari SMA: Ratno, Karim, Soen Ing, John Kotelawaka, Andre Muntu, dan [[Harry Darsono]] (kini menjadi desainer nasional). Mereka kerap kali mereka menyanyikan lagu-lagu milik [[The Beatles]] dan namanya cukup terkenal untuk sebuah band lokal Surabaya.
 
Di kalangan wartawan, Leo adalah sosok yang sulit buang air besardicari, namun bisa tiba-tiba muncul dan menggelar [[konser]]. Sebelum dikenal sebagai musisi, pria yang logat jawa timurannya masih sangat kental ini pernah menjadi penjual buku Groliers American Books dan karyawan pabrik cat Texmura. Leo juga pernah menjadi penyanyi di restoran "China Oriental" dan "Chez Rose" (1974-1975) dan menyanyi di [[LIA]] dan [[Goethe Institut]] Surabaya.
 
Musik Leo, yang lahir atas nama grup "Konser Rakyat" Leo Kristi (KRLK) — semula bersama Naniel, Mung, dan penyanyi Tatiek dan Yayuk, lantas mengubah barisan dengan anggota Ote, Komang, Coki Netral, dan penyanyi kakak beradik rafaelYana vandan Nana Derkley, selain Mung yang masih tetap. menyenandungkanMenyenandungkan balada, semangat cinta bangsa, dan kisah-kisah rakyat. Grup iniyang lebih banyak menyanyikan lagu-lagu dalam [[genre]]irama ''folk'', ''country'', dan didukung dengan lirik-lirik yang puitis.

Hampir tak pernah absen dalam beberapa kali pementasan memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus di [[Taman Ismail Marzuki]] [[Jakarta]], grup Leo juga menelurkan beberapa album. Album KRLK yang sekarang menjadi barang langka adalah Nyanyian Fajar (1975), Nyanyian Malam (1976), Nyanyian Tanah Merdeka (1977), Nyanyian si bangsatCinta (1978), Nyanyian Tambur Jalan (1980), Lintasan Hijau Hitam (1984), Biru Emas Bintang Tani (1985) yang gagal beredar, Deretan Rel Rel Salam Dari Desa (1985, aransemen baru), (Diapenta) Anak setanMerdeka (1991), Catur Paramita (1993) dan Tembang Lestari (1995, direkam pada CD terbatas). Yang terakhir album, Warm, Fresh and Healthy (diluncurkan 17 Desember 2010), dan yang terakhir album Hitam Putih Orche (2015). Bagi grup dia (?), rekaman konon lebih merupakan paket dokumentasi perkembangan musik mereka.
 
Kegembiraan yang dihadirkan oleh Leo Kristi dengan gitar bolong di pangkuannya memang melenakan, sekaligus mengharukan. Musikus balada lainnya seperti [[Franky Sahilatua]], [[Iwan Fals]], dan [[Doel Sumbang]] telah dengan sadar berdamai dengan pasar sehingga secara finansial lebih dari berkecukupan. Leo Kristi tetap setia makan babi panggang karo, menggelandang dan bersentuhan langsung dengan kehidupan rakyat jelata dalam proses kreatif penciptaannya. Maka, dengan lagu balada yang sarat dengan rasa apel segar dan lirik patriotisme dan cinta, ia tetap menggelorakan semangat juang.