'''Tradisi penamaan''' di kalangan '''[[suku Bali]]''' merupakan suatu budaya yang unik, karena berkaitan dengan jenis kelamin, urutan kelahiran, atau status kebangsawanan ([[kasta]]). Dengan penamaan yang khas ini, masyarakat Bali dapat dengan mudah mengetahui kasta dan urutan lahir darikelahiran seseorang. Penerapan tradisi ini bukanlah hal yang mutlak, mengingat bahwa tidak semua orang Bali mengikuti sistem penamaan ini. Tidak jelas sejak kapan tradisi pemberian nama depan ini mulai ada di [[Bali]]. Menurut pakar [[linguistik]] dari [[Universitas Udayana]], Prof. Dr. I Wayan Jendra, S.U., nama depan itu pertama kali ditemukan muncul pada [[abad ke-14]], yakni saat raja [[kerajaan Gelgel|Gelgel]], yang saat itu bergelar "Dalem Ketut Kresna Kepakisan", yang merupakan putra keempat dari "Sri Kresna Kepakisan" yang dinobatkan oleh Mahapatih [[MajapahitGajah Mada]], sebagai pemerintah [[Gajah MadaBali]], sebagaiyang perpanjangansaat tanganitu Majapahitmerupakan di[[vasal|daerah taklukan]] (vasal) [[BaliMajapahit]]. "DalemNamun, KetutProf. KresnaJendra Kepakisan"belum kemudiandapat dilanjutkanmemastikan olehapakah tradisi pemberian nama depan itu sebagai pengaruh Majapahit atau bukan. putranyaTetapi, yaknihal "Dalemitu Ketuttelah Ngulesir"menjadi tradisi di Bali, dan hingga akhir [[abad ke-20]], masyarakat Bali pun masih menggunakannya.
Namun, Prof. Jendra belum dapat memastikan apakah tradisi pemberian nama depan itu sebagai pengaruh Majapahit atau bukan. Tetapi, hal ini telah menjadi tradisi di Bali dan hingga akhir [[abad ke-20]], masyarakat Bali pun masih menggunakannya.
== Sistem kasta ==
MasyarakatOrang Bali mengenal sistem [[kasta]] yang diturunkandiwariskan dari zaman leluhur mereka., Meskiyang dahulu mengindikasikan keistimewaan peran seseorang dalam masyarakat. saatMeskipun inikini tidak lagi diberlakukanditerapkan secara kaku sebagaimana pada masa lampau, namun dalam beberapa hal keistimewaan tersebut masih dipertahankan., Misalnyamisalnya dalam tradisi upacara adat dan perkawinan masih dikenal pembedaan berdasarkan galurgaris keturunan leluhur yang mengarah pada kasta di masa lalu. Sistem Kastakasta iniitu masihpun kuatmasih dipertahankan dalam tradisi penamaan sukuorang Bali. MerekaOrang-orang memberikandari awalankasta selain [[sudra]] memiliki nama gelar yang menunjukkan kasta keluarga mereka.
* Untuk keturunanKeturunan dari kasta [[Brahmanabrahmana]], biasanya digunakandiawali awalandengan "nama '''Ida Bagus"''' untuk laki-laki, dan "'''Ida Ayu"''' (disingkat ''Dayu'') untuk perempuan. Pada masa lalu, kasta Brahmanabrahmana adalah kastagolongan [[rohaniwan]] atau pemuka agama, misalnyayaitu pendeta, ''pedanda'', ''ratubeserta pedanda''keluarganya. Mereka memilikitinggal di suatu kompleks tempat tinggalhunian yang biasa disebut ''griya'', yangdiwariskan menunjukkanberdasarkan klangaris keturunan leluhur mereka di masa lalu. Saat iniSekarang, tidak semua keturunan brahmana memilih profesiberprofesi sebagai pemuka agama. Mereka sudah masuk ke dalam berbagai lapangan pekerjaan dan tidak semua keturunannya masih tinggal tinggalmenetap di ''griya''.
* Untuk keturunanKeturunan dari kasta [[Kesatriakesatria]], biasanya digunakandiawali awalandengan "nama '''Anak Agung",''' "Cokorda",(disingkat "I Gusti Agung"''Gung''), "I'''Cokorda''' Gusti(disingkat Ngurah"''Cok''), "Niatau '''Gusti Ayu" / "I Gusti Ayu"(perempuan)'''. Mereka umumnya keturunan raja dan tinggal di Puri[[puri di Bali|puri]] atau sekitar puri, yangyaitu merupakan tempatkediaman leluhur mereka beristana,(bangsawan Bali) yang memerintah datauatau mengabdi dipada masa lalu. NamunBagaimanapun, ada sebagian jugagolongan adakesatria yang tinggal di luar puri. Dalam kasta ini juga ada yang menggunakan awalan "I '''Dewa"''', "Desak"atau (perempuan), "'''Dewa Ayu"''' dan '''Desak''' untuk (perempuan). Umumnya mereka adalah keturunan punggawapejabat keratonpuri dipada masa lalu. Pada mulanya, Kastakasta Kesatriakesatria merupakan kastaorang-orang dengan profesi pelaksanadi bidang pemerintahan, baik sebagai [[raja]], [[menteri]], punggawapejabat militer, [[bupati]], danmaupun abdi keraton. Namun saatSaat ini, keturunan kasta Kesatria saat ini sudahkesatria bekerja dalam berbagai macam profesi dan jabatan.
* Untuk keturunan dariKeturunan kasta [[Waisya]], biasanya digunakandiawali awalandengan nama "'''Ngakan"''', "'''Kompyang"''', "'''Sang"''', "atau '''Si"'''. Pada masa lalu, dsborang dari kasta ini bekerja di bidang niaga dan industri. NamunKini, sebagian keturunan waisya tidak lagi menggunakan awalan nama depannya, terkait telah banyaknya terjadi asimilasi kelompok ini dengan kaum Sudrasudra di masa lalu. SaatDi inisamping keturunanitu, kastasekarang iniketurunan waisya tidak lagi mendominasi sekotorbidang perdagangan,niaga pengrajin,dan tukangindustri, dsb sebagaimana profesi leluhur mereka di masa lalu. Mereka kini umumnya bekerja di berbagai sektor pekerjaan dan profesibidang.
* Untuk keturunan dariKeturunan kasta [[Sudrasudra]], dicirikan dengan nama tanpa adaindikator awalankebangsawanan kebangsawanannya.sebagaimana Melainkantersebut lagsungdi atas, melainkan langsung mengacu pada urutan namakelahiran sesuai pola tradisi Bali. Untuk kaum pria menggunakan awalan I, seperti : I [[Wayan]], I [[Putu]], I [[Gede]], I [[Made]], I [[Kadek]], I [[Nengah]], I [[Nyoman]], I [[Komang]], dan I [[Ketut]]. AdaPada pulamasa yang tidak mencantumkan awalan I melainkan langsung pada nama urutan seperti Wayanlampau, Putu,golongan Gede,sudra Made,terdiri Kadek,dari Nengah, Nyoman, Komang, Ketut, dsb. Untuk wanitanya umumnya menggunakan awalan Ni Wayan, Ni Putu, Ni Luh, Ni Made, Ni Kadek, Ni Nengah, Ni Nyoman, Ni Komang,buruh dan Ni Ketutpetani. Namun ada pula sebagian wanita yang tak menggunakan awalan Ni pada namanya melainkan langsung pada urutan tersebutKini, misalnya, Luh, Wayan, Putu, Made, Kadek, Nengah, Nyoman, Komang, Ketut, dsb. Di masa kini keturunangolongan Sudrasudra sudah banyak yang meninggalkan profesi buruh dan tani sebagaimana leluhur mereka dahulu., Saat ini banyak yang telahdan beralih pada berbagai profesi lainnya.
== UrutanJenis Kelahirankelamin ==
Orang Bali mengenal tradisi pemberian imbuhan nama untuk mencirikan [[jenis kelamin]], yaitu awalan "I" untuk nama anak laki-laki, dan awalan "Ni" untuk nama anak perempuan. Contoh: I Gede…, I Gusti…, Ni Made…, I Dewa…, dsb. Pada beberapa nama untuk orang berkasta [[sudra]] (rakyat jelata), ada yang cocok ditambahkan "Luh" untuk mengindikasikan perempuan (''luh'' berarti "perempuan" dalam [[bahasa Bali]]), contoh: Luh Gede…, Luh Made…, Luh Nyoman…, dsb.
Selain berdasarkan kasta, digunakan pula tata cara penamaan lain yang mencirikan urutan kelahiran anak. Hal ini menjadi ciri khas kebudayaan [[suku Bali]] yang tak dikenal di tempat lainnya. ▼
Untuk kasta selain sudra, mereka menggunakan kata "Ayu" (''ayu'' berarti "jelita" dalam [[bahasa Bali]]) daripada "Luh", contoh: Gusti Ayu…, Dewa Ayu…, dsb. Bagaimanapun, kata "Ayu" juga dapat diterapkan untuk kasta sudra, misalnya: Made Ayu…, Putu Ayu…, dsb. Untuk kasta selain sudra, biasanya mereka juga sering menambahkan kata "Istri" sebagai padanan kata "Ayu" (''istri'' berarti "wanita" dalam [[bahasa Bali]]), contoh: Cokorda Istri…, Anak Agung Istri…, dsb.
# Anak pertama diberi nama depan '''[[Wayan]]''', yang diambil dari kata ''wayahan'' yang artinya "tertua/lebih tua/yang paling matang". Selain Wayan, nama depan untuk anak pertama juga sering digunakan adalah '''[[Putu]]''' dan '''Gede'''. Kata ''putu'' artinya "cucu", sedangkan ''gede'' artinya "besar/lebih besar". Nama Gede cenderung digunakan kepada anak laki-laki saja, sementara untuk anak perempuan jarang digunakan. Untuk anak perempuan, ditambahkan kata ''Luh'' pada nama "Gede" (''luh'' berarti "perempuan" dalam [[bahasa Bali]]). Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak menggunakan kata Wayan maupun Gede. Mereka lebih memilih menggunakan nama Putu. ▼
# Anak kedua diberi nama depan '''[[Made]]''', diambil dari kata ''madya'' yang berarti "tengah". Di beberapa daerah di Bali, anak kedua juga dapat diberi nama depan '''[[Nengah]]''' yang juga diambil dari kata "tengah". Ada pula yang menamai anak kedua dengan '''Kade''' atau '''[[Made|Kadek]]''', bentuk variasi dari Made. Ada [[hipotesis]] bahwa Kade atau Kadek merupakan serapan dari kata ''adi'' yang bermakna "adik". Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak menggunakan nama Nengah maupun Kadek. Mereka lebih memilih menggunakan kata Made atau Kade. ▼
# Anak ketiga diberi nama depan '''[[Nyoman]]''' atau '''[[Nyoman|Komang]]'''. Nama Nyoman ditenggarai berasal dari kata ''anom'' yang berarti kecil. Ada pula hipotesis bahwa nama Nyoman diambil dari kata ''nyeman'' (artinya "lebih tawar" dalam [[bahasa Bali]]), mengacu kepada [[analogi|perumpamaan]] tentang lapisan terakhir pohon [[pisang]], sebelum kulit terluar, yang rasanya cukup tawar. Ada pula [[hipotesis]] bahwa nama Nyoman dan Komang secara [[etimologi]] berasal dari kata ''uman"'' yang berarti "sisa" atau "akhir" dalam bahasa Bali. ▼
# Anak keempat diberi nama depan '''[[Ketut]]''', yang merupakan serapan dari kata ''ketuwut'' yang bermakna "mengikuti"/"mengekor". Ada juga yang mengkaitkan dengan kata kuno ''kitut'' yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. ▼
== Urutan kelahiran ==
Di samping itu, ada pula awalan nama untuk mencirikan jenis kelamin, umumnya diterapkan oleh orang Bali dari golongan [[sudra]], yaitu awalan "I" untuk nama anak laki-laki, dan awalan "Ni" untuk nama anak perempuan. Contoh: I Wayan ..., Ni Made ..., I Nyoman ..., dsb.
▲SelainOrang berdasarkanBali kasta, digunakan pulamenggunakan tata cara penamaan lain yang mencirikan urutan kelahiran anak. Hal ini menjadi ciri khas kebudayaan [[suku Bali]] yang tak dikenal di tempat lainnya.
▲# Anak pertama diberi nama depan '''[[Wayan]]''', yang diambil dari kata ''wayahan'' yang artinya "tertua/lebih tua/yang paling matang". Selain Wayan, nama depan untuk anak pertama juga sering digunakan adalah '''[[Putu]]''' dan '''Gede'''. Kata ''putu'' artinya "cucu", sedangkan ''gede'' artinya "besar/lebih besar". Nama Gede cenderung digunakan kepada anak laki-laki saja, sementara untuk anak perempuan jarang digunakan. Untuk anak perempuan, ditambahkan kata ''Luh'' pada nama "Gede" (''luh'' berarti "perempuan" dalam [[bahasa Bali]]). Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak menggunakan kata Wayan maupun Gede. Mereka lebih memilih menggunakan nama Putu.
▲# Anak kedua diberi nama depan '''[[Made]]''', diambil dari kata ''madya'' yang berarti "tengah". Di beberapa daerah di Bali, anak kedua juga dapat diberi nama depan '''[[Nengah]]''' yang juga diambil dari kata "tengah". Ada pula yang menamai anak kedua dengan '''Kade''' atau '''[[Made|Kadek]]''', bentuk variasi dari Made. Ada [[hipotesis]] bahwa Kade atau Kadek merupakan serapanberasal dari kata ''adi'' yang bermakna "adik". Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak menggunakan nama Nengah maupun Kadek. Mereka lebih memilih menggunakan kata Made atau Kade.
▲# Anak ketiga diberi nama depan '''[[Nyoman]]''' atau '''[[Nyoman|Komang]]'''. Nama Nyoman ditenggarai berasal dari kata ''anom'' yang berarti kecil. Ada pula hipotesis bahwa nama Nyoman diambil dari kata ''nyeman'' (artinya "lebih tawar" dalam [[bahasa Bali]]), mengacu kepada [[analogi|perumpamaan]] tentang lapisan terakhir pohon [[pisang]], sebelum kulit terluar, yang rasanya cukup tawar. Ada pula [[hipotesis]] bahwa nama Nyoman dan Komang secara [[etimologi]] berasal dari kata ''uman "'' yang berarti "sisa" atau "akhir" dalam bahasa Bali.
▲# Anak keempat diberi nama depan '''[[Ketut]]''', yang merupakan serapan dari kata ''ketuwut'' yang bermakna "mengikuti"/"mengekor". Ada juga yang mengkaitkan dengan kata kuno ''kitut'' yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang.
Sistem penamaan berdasarkan urutan kelahiran anak hanya mengenal 4 urutan kelahiran saja. Keluarga yang memiliki anak lebih dari empat orang dapat menggunakan kembali nama-nama depan sebelumnya, dimulai dari nama Wayan untuk anak kelima, Made untuk anak keenam, dan seterusnya. Ada juga yang sengaja menambahkan kata "Balik" setelah nama depan anaknya untuk memberi tanda bahwa anak tersebut lahir setelah anak yang keempat.<ref>Zajonc, R. B. 2001. The family dynamics of intellectual development. American Psychologist 56: 490–496, p. 490.</ref> Selain itu, ada juga yang menggunakan nama "Alit" atau "Cenik", yang artinya "kecil". Ada pula yang sejak awal telah menrancangmerancang 4 nama anak-anak pertama mereka dengan tambahan kombinasi awalan urutan. Contoh: I Putu Gede ...Gede…, I Made Putu ...Putu…, I Ketut Gede ...Gede…, dsb.
Pada masa lalu, penamaan berdasarkan urutan kelahiran anak cenderung digunakan oleh orang Bali dari golongan kasta-kasta atas (selain [[sudra]]), sedangkan orang Bali dari golongankasta [[sudra]] tidak banyak yang menggunakan pola penamaan tersebut. Mereka langsung menamakan anaknya dengan awalan I untuk anak laki-laki atau Ni untuk anak perempuan. Misalnya I Swasta, I Kaler, Ni Polok, Ni Ronji, dan sebagainya. Model ini masih terlihat sampai periode akhir masa [[Hindia Belanda|penjajahan Belanda]] akhir [[abad ke-20]]. Di masa selanjutnya, pola penamaan berdasarkan urutan kelahiran akhirnya digunakan secara umum oleh sebagian besar orang Bali. Kini, tradisi penamaan tersebut telah menjadi ciri khas kebudayaan orang Bali.<ref>{{citation
| last = Pasupati
| first = Budi
|