Abdul Qadir bin Abdul Mutalib: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Pranala Luar +Pranala luar)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 78:
 
== Mengajar di Makkah ==
Setelah sekian lama berguru kepada banyak ulama Tanah Suci, ia mendapatkan izin mengajar di [[Masjidil Haram]]. Ia mengajar selama hampir 30 tahun, dalam berbagai cabang keilmuan.<ref name=alkisah2>{{harvnb|Majalah Alkisah Bagian 2|2014}}.</ref> Majelisnya yang terkenal adalah sebuah majelis yang terletak di sisi Bab Al-Umrah, salah satu pintu utama [[Masjidil Haram]]. Halaqahnya ini amat terkenal di kalangan penuntut ilmu di Masjidil Haram, terutama di kalangan santri Melayu.<ref name=alkisah2/>
 
Adapun jadwal kajian Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Mandili adalah setiap usai shalat ‘Ashar, Maghrib, dan Shubuh. Selain di Masjidil Haram, ia juga biasa memberi pelajaran di rumahnya sendiri dan tempat lainnya<ref name="abdul qadir al-mandili"/>.
Baris 115:
Dia berkata ketika menjelaskan perkataan [[Imam Ath-Thahawi|Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi]], “و لا إله غيره”, “Dan tiada yang disembah sebenar lain daripada-Nya.”
 
“Ini kalimat tauhid yang menyeru kepadanya oleh sekalian Rasul –‘alaihimush shalatu wassalam-. Dan bermula mengitsbatkan tauhid dengan ini kalimat adalah ia dengan ditilik kepada nafi dan itsbat yang memberi faham akan tersimpan ketuhanan itu pada tuhan yang satu. Karena bahwa itsbat saja kedatangan tasanya ihtimal (baca: memungkinkan) ada yang lain, maka barang kali karena inilah tatkala berfirman Allah Ta’ala ‘و إلهكم إله واحد’ artinya, ‘bermula tuhan kamu tuhan yang satu,’ berfirman Ia kemudian, ‘لا إله هو الرحمن الرحيم’artinya, ‘Tiada yang disembah dengan sebenar melainkan Ia jua, Tuhan yang mengaruniakan rahmat yang besar2 dan rahmat yang kecil2.’ Maka bahwasannya terkadang melintas di hati seseorang, bahwasannya Tuhan kita satu, maka bagi orang lain Tuhan yang lain, maka menolak Allah Ta’ala akan dia dengan firman-Nya, ‘لا إله إلا هو الرحمن الرحيم’, telah terdahulu maknanya.” (Perisai Bagi Sekalian Mukallaf hlm. 21-22)<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
 
=== Tauhid ===
Baris 184:
* (1956) ''Pendirian Agama Islam'' , memperbincang­kan ideologi ciptaan manusia seperti kapitalisme, sosialisme, dan komunisme serta persinggungannya dengan aqidah dan pemikiran Islam<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1958) ''Sinar Matahari Buat Penyuluh Kesilapan Abu Bakar al-Asy’ari'' , kritik pemikiran golongan kaum muda<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1958) ''Al-Madzhab atau Tiada Haram Bermadzhab''. Kandungan isi kitab ini seperti yang diterangkan penulisnya di muqaddimah, “Maka ini sebuah kitab yang kecil, yang mengandung ia akan hukum bermadzhab dan taqlid. Hamba sesunkan dia karena permintaan Tuan Guru Haji Hasan Ahmad Fathani, yang memberi ia akan hamba akan sebuah risalah ‘Al-Madzhab Wajibkah Atau Haramkah Bermadzhab?’ yang terbangsa kepada [[Ahmad Hassan|Al-Fadhil Tuan Hassan Ahmad]] [[Bandung]] (baca: [[Ahmad Hassan|Al-Ustadz A. Hassan]] Bandung), dan menyuruh ia akan hamba dengan menerangkan barang yang di dalamnya daripada segala yang menyalahi. Maka karena tiada dapat hamba menyalahi permintaan itu, terpaksalah hamba menyusun akan ini risalah, sekalipun hamba tiada ada ahli bagi yang demikian itu. Dan hamba namakan dia dengan ‘Al-Madzhab Atau Tiada Haram Bermadzhab’. Mudah-mudahan menjadikan dia oleh Allah Ta’ala ikhlas, serta memberi manfaat ia bagi hamba sendiri dan bagi sekalian maudara yang beragama Islam. Innahu ‘ala kulli syai-i’ qadir.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* (1959) ''Siasah dan Loteri dan Alim Ulama dan Islam: Agama dan Kedaulatan'', yang menjelaskan hukum judi yang dilegalisasi pemerintah lalu dana­nya digunakan untuk membina masjid dan sekolah agama<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* (1961) ''Kebagusan Undang-undang Islam dan Kecelaan Undang-undang Ciptaan Manusia'' , menjelaskan ke­pada orang Melayu, yang dengan itu kar­yanya ditulis dalam bahasa [[Melayu]], ten­tang keadilan dan kebaikan undang-un­dang Allah serta kekeliruan hukum cara manusia, terlebih lagi infiltrasi undang-un­dang penjajah di negeri-negeri Melayu<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
* ''Anak Kunci Syurga''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* Syarah ‘Aqidah Thahawiyyah yang berjudul ''Perisai Bagi Sekalian Mukallaf'' atau ''Simpulan Iman Atas Jalan Salaf''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* ''Al-Asad Al-Mu’aar Li Qatl At-Tis Al-Musta’aar''.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* ''Petunjuk Bagi Sekalian Ummat''. Kitab ini membahas tentang perbedaan ulama tentang sunnah tidaknya shalat qabliyyah [[Salat Jumat|Jum’at]]. Sedangkan dalam kitab ini, Syaikh Al-Mandili cenderung berpendapat sunnah. Oleh karena itu dinampakkannya berbagai dalil yang menguatkannya. Isinya kurang lebih seperti kitab yang pernah ditulis oleh Imam [[Ibnu Al-Mulaqqin|Ibnul Mulaqqin]] yang kemudian diberi catatan tambahan oleh Syaikh Zakariya bin ‘Abdullah Bela Al-Andunisi.<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
* ''I’tiad Orang yang Percaya Akan Quran Dengan Turun [[Nabi Isa]] ‘Alaihissalam Pada Akhir Zaman<ref name="abdul qadir al-mandili"/>
Baris 209:
 
== Wafat ==
Setelah menetap 29 tahun<ref name=alkisah2/> lamanya di [[Makkah]] mengabdikan dirinya dalam keilmuan, pada 1965 M <small><nowiki>[</nowiki>[[Kalender Hijriyah]]: 18 Rabiul Akhir 1385<nowiki>],</nowiki></small><ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Syaikh Abdul Qadir bin Abdul Muthalib bin Hasan Al-Mandaili me­ngem­buskan napas yang terakhir pada usia 63 tahun lebih setelah mengalami pe­nyakit pada kakinya.<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/> Mungkin semacam tumor atau lainnya. Para ahli medis menyarankan agar penyakit itu dioperasi saja, akan tetapi ia menolaknya. Pada musim haji tahun 1384 H, beberapa ahli kedokteran [[Indonesia]] memberinya saran agar berobat ke Indonesia. Ia pun menyetujui saran tersebut. Akan tetapi karena di sana juga hendak dilakukan operasi, ia kembali menolaknya. Akhirnya ia kembali ke Makkah. Ia sempat berkunjung ke [[Madinah|Madinah Al-Munawwarah]]<ref name="abdul qadir al-mandili"/>.
 
Penulis ''Al-Jawahir Al-Hissan'' mengatakan, “Sekembalinya dari [[Madinah]], dia wafat pada 20 Rabi’ul Tsani tahun 1385 H. Yang menyampaikan berita wafatnya padaku adalah Al-Ustadz ‘Abdul Ghani Al-Mandili yang pada saat itu aku masih berada di Masjid Madinah Munawwarah. Semoga Allah merahmati dan memberinya berkah.”<ref name="abdul qadir al-mandili"/> Masyarakat Makkah sangat berduka cita dengan wafatnya dia, para pelajar sangat kehilangan ulama panutan mereka, isak tangis menyelubungi kewafatan seorang ulama yang alim, banyaknya para pelayat dan yang iku menyolatkan menunjukkan betapa besarnya kecintaan mereka kepada Syeikh Abdul Qadir Al-Mandili, ia di kuburkan di perkuburan Ma`la [[Makkah|Makkah Mukarramah]].<ref name=niknasri/><ref name=alkisah2/>
Baris 290:
 
[[Kategori:Cendekiawan Muslim]]
[[Kategori:Cendekiawan Sunni‎Sunni]]
[[Kategori:Ahli Fiqih Indonesia|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Tokoh dari Tapanuli Selatan|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
Baris 302:
[[Kategori:Tokoh Sumatera Utara|Abdul Qadir bin Abdul Mutalib]]
[[Kategori:Kelahiran 1910]]
[[Kategori:Kematian 1965‎1965]]