Amangkurat II: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika |
|||
Baris 36:
== Runtuhnya Keraton Mataram oleh Pasukan Koalisi Pangeran Trunajaya - Keraeng Galesong ==
Setelah Trunajaya dapat merebut keraton Mataram pada tanggal 28 Juni 1677 ia segera membawa berbagai pusaka kerajaan Mataram ke markasnya yang berada di Kediri. Sementara pasukan Makassar di bawah Karaeng Galesong bergerak menuju [[Bangil, Pasuruan|Bangil]] untuk membuat kubu pertahanan. Sangat disayangkan kemudian terjadi perselisihan antara Trunajaya dan Karaeng Galesong karena masalah keluarga. Perlu diketahui, bahwa [[Karaeng Galesong]] sendiri adalah menantu Trunajaya sebagai tanda persekutuan mereka.
== Serbuan Pasukan Koalisi VOC - Mataram ke Kediri ==
Pada 5 September 1678 pasukan gabungan VOC dan Mataram bergerak menuju Kediri di bawah pimpinan '''Anthonie Hurd''' dan Sunan Amangkurat II. Pasukan ini bergerak dari [[Kabupaten Jepara|Jepara]] melewati [[Kabupaten Grobogan|Grobogan]], Grompol, Kajang, dan [[Kabupaten Madiun|Madiun]] di mana pasukan '''Kapten Tack''' bergabung setelah menempuh perjalanan dari Keduwang dan Panaraga. Lalu pasukan bergerak ke Singkel untuk persiapan menyerang Kediri. Terjadi pertempuran sengit di Tukon dan dengan susah payah Singkel dapat dikuasai. Pasukan Tack di Grompol juga dihadang pasukan berkuda Trunajaya.
Kondisi politik kemudian memihak kepada
Setelah jatuhnya Kediri, Trunajaya menyingkir ke timur ke arah Blitar dan akhirnya menuju Malang. Saat
Dari Batu Trunajaya beserta pasukannya bergeser ke barat mengatur strategi pertahanan ke [[Ngantang, Malang|Ngantang]]. Sementara semakin lama jumlah kekuatan pasukan semakin berkurang, kekurangan bahan pangan dan serangan penyakit. Masih beruntung keadaan alam yang berupa pegunungan serta hutan rimba di Ngantang menghambat laju tekanan pasukan Kompeni.
Baris 52:
== Karaeng Galesong Wafat ==
Dengan jalan perundingan, '''Van Vliet''' selaku komandan pasukan VOC, mencoba mengadakan perdamaian. Persetujuan akhirnya tercapai dengan ketentuan bahwa pasukan Makassar tidak akan menghalang-halangi pasukan VOC dalam melakukan serangan terhadap Trunajaya. Karaeng Galesong juga berjanji bersedia untuk dipulangkan ke Makassar. Setelah mendengar akan kejadian itu Trunajaya segera memindahkan Karaeng Galesong ke Ngantang. Namun sebelum adanya pengaturan yang pasti, Karaeng Galesong meninggal karena sakit pada 21 November 1679. Karaeng Galesong kemudian dimakamkan di Desa Sumberagung, Kecamatan Ngantang sekarang. Oleh warga sekitar makam itu disebut sebagai Makam Mbah Rojo. Makam ini sekarang berokasi di
Sebelum meninggal, Karaeng Galesong menunjuk putranya yang berusia sekitar 17 tahun, '''Karaeng Mamampang''', sebagai penggantinya untuk menghindari perselisihan di antara orang Makassar pengikut pasukan Karaeng Galesong. Karaeng Mamampang mengikuti keinginan ayahnya dan membujuk pengikutnya untuk diberangkatkan ke Makassar. Sekitar 120 orang mengikuti perintahnya, tetapi sekitar 900 menolak dan tetap bergabung dengan Trunajaya. Hingga sekarang mereka beranak pinak di daerah Ngantang Batu - Malang.
'''Jacob Couper''' berusaha menghubungi Trunajaya dengan cara mengirim surat akan tetapi tidak berhasil. Akhirnya VOC memutuskan untuk mengadakan serangan ke Ngantang dengan mengirim pasukan VOC dan pasukan Arung Palakka. Di Kalisturan, di kaki pegunungan Batu, pasukan Arung Palakka
Esok paginya pasukan Arung Palakka merebut kubu pertahanan Trunajaya yang sedang dalam keadaan kekurangan di Rarata dengan serangan mendadak. Mereka memaksa pasukan Trunajaya melarikan diri lebih ke atas gunung. Pasukan Trunajaya mundur ke garis pertahanan kedua, yang berupa dua dinding bambu yang saling berhadapan dan dipisahkan oleh sungai kecil yang efektif menahan pergerakan naik atau turun gunung. [[Arung Palakka]] bersama sekelompok pasukan berputar mencari jalan untuk menyerang dari belakang. Sementara itu, kapten Belanda Van Vliet menuruni lembah gunung dengan pasukan Arung Palakka lainnya dan secara tiba-tiba menyerang dari atas, sehingga yang diserang pun lari berhamburan dengan menunggang kuda. Pasukan Arung Palakka mengejar mereka selama hampir dua jam dan tiba di sebuah perkampungan besar
Pada saat-saat pihak Trunajaya terdesak tersebut, timbullah isu dan ketegangan antara Sunan Amangkurat II dan Arung Palakka. Sebabnya adalah bahwa menurut desas-desus dan persaksian orang-orang tertentu ada hubungan antara Arung Palakka dengan Trunajaya. Isu yang pertama adalah bahwa Arung Palakka telah menerima hadiah dari Pangeran Trunajaya sebagai sebuah usaha penyuapan. Isu yang kedua adalah adanya
Pada kenyataanya adalah bahwa Sunan Amangkurat II mulai menjauhkan diri dari Arung Palakka.
== Penyerahan Pangeran Trunajaya ==
Baris 69:
Gagal membujuk Arung Palakka, utusan Pangeran Trunajaya naik kembali ke gunung. Belanda kemudian memberitahu orang-orang Makassar di perkemahan Trunajaya bahwa jika mereka menyerah akan diperlakukan dengan baik. Tapi jika menolak, akan dihancurkan. Sekitar 2.500 orang memutuskan untuk menerima tawaran ini dan turun dari kubu pertahanan di gunung pada tanggal 15 Desember 1679. Jumlah rombongan ini mengejutkan Belanda yang menganggap mereka beruntung karena orang-orang Makassar ini memutuskan menyerah daripada bertempur. Untuk penyegaran, '''Jacob Couper''' digantikan oleh '''Kapitan Joncker''' sebagai komandan pasukan Kompeni. Lima hari kemudian pada 20 Desember 1679 beberapa ratus orang Madura dan Makassar, di antaranya para wanita dan beberapa ekor kuda turun dari lereng gunung dan segera ditangkap pasukan Kompeni pimpinan Kapten Joncker.
Ditinggal sebagian besar pasukannya, Pangeran Trunajaya melarikan diri melalui hutan dengan semak berduri di belakang kubu pertahanan dan pergi ke Pugar. Selama hari-hari terakhir perlawanan Trunajaya hanya terdapat 25-30 orang Makassar dan Madura yang masih setia bersamanya. Dengan mengorek keterangan dari orang Makassar yang tertawan, '''Kapitan Joncker''' berhasil mengepung Trunajaya di Gunung Limbangan (di lereng utara Gunung Kelud) di mana dia beserta barisannya hendak bertahan terakhir. Sunan Amangkurat II pun bergerak mendekati tempat itu dan menghendaki agar setelah Trunajaya ditangkap diserahkan kepadanya. Dalam keadaan sangat terjepit, Trunajaya mengirimkan utusan tiga kali, akan tetapi waktu sudah lewat untuk mengadakan perundingan. Terkepung dari segala penjuru dan bahaya kelaparan sangat melemahkan moral barisan yang kira-kira masih terdiri atas 3.000 orang itu. Tidak ada jalan lain daripada menyerah. Akhirnya Pangeran Trunajaya menyuruh pengikutnya mengumpulkan tombak dan kerisnya. Setelah terkumpul lalu Pangeran Trunajaya beserta pengikutnya menyerah kepada Kapten Joncker. Terlebih dulu dikirim para wanita dan abdi biasa, baru kemudian Pangeran Trunajaya beserta pengikutnya, antara lain '''Pangeran Mugatsari,''' '''Bupati Anggakusuma, Ngabehi Wiradersana''', dan pasukan Makassar. Pangeran Trunajaya dan pasukan pengikutnya menyerahkan diri pada tanggal 26 Desember 1679. Kedua tangan beliau diikat dengan cinde sutera. Diberitakan kemudian bahwa saat menjadi tawanan Pangeran Trunajaya masih mempunyai rencana mengadakan perlawanan, maka dari itu Amangkurat II menuntut supaya dia segera diserahkan kepadanya. Untuk menepati sumpahnya, keris ''Kyai Balabar'' tidak akan diberi sarung besar sebelum dipakai untuk menusuk dada Pangeran Trunajaya. Di sekitar tapal batas Kediri, [[Amangkurat II]]
== Membangun Istana Kartasura ==
|