Albert Hermelink Gentiaras: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 50:
Albertus Hermelink mendapatkan pendidikan di seminari kecil di Bergen of Zoom pada tahun [[1911]] hingga [[1916]]. Setelah itu, ia juga mendapatkan pendidikan seminari tinggi di [[Liesbosch Princenhage]] pada tahun [[1918]] hingga [[1925]]. Ditahbiskan sebagai [[pastor]] tahun [[1925]] oleh uskup Breda, Mgr P Hoopmans, di [[Liesbosch Princenhage]].
 
=== Karya &dan Misimisi ===
[[Berkas:Mgr. Hermelink.jpg|200px|jmpl|ka|Mgr. Hermelink pada tahun 1960 - 1970an]]
[[Berkas:Tahbisan Uskup Mgr. Hermelink.jpg|200px|jmpl|ka|Tahbisan Uskup Mgr. Hermelink dilakukan di [[Roma]], [[Italia]].]]
Romo Kanjeng, demikian ia sering dipanggil umatnya, tiba di [[Indonesia]] tahun [[1926]]. Ia bersama dengan lima suster dari ordo Fransiskanes charitas roosendal, berkarya di Talang Jawa, [[Palembang]].Pada tahun [[1928]], Romo Kanjeng tiba di [[Kota Bandar Lampung|Tanjung Karang]]. Saat itu, ia berkarya sebagai [[pastor]] pembantu prefek apostolic, Pastor HJD van Oort SCJ. Di tahun yang sama atas saran dari pastor FX Strater SJ, ia berangkat ke [[Yogyakarta]] belajar [[Bahasa Jawa]]. Sekembalinya dari [[Yogyakarta]] pada tahun [[1929]], Romo Kanjeng mendapatkan tugas mengajar di [[Holland Chineesche School]] (HSC) di [[Teluk Betung]]. Tahun [[1930]], ia bertugas di sebagai [[pastor]] di Tanjungsakti.Satu tahun kemudian, Romo Kanjeng untuk sementara waktu diangkat menggantikan Pastor HJD van Oort SCJ, sebagai Proferpek di [[Kota Bandar Lampung|Tanjung Karang]]. Tahun [[1932]], Romo Kanjeng menetap di [[Pringsewu]]. Ia meletakkan dasar misi gereja [[Katolik]] di [[Pringsewu]]. Pada masa penjajahan Jepang, Romo Kanjeng bersama [[pastor]] lain dan para suster diinternir di penjara Lebak Budi, Bandar Lampung. Pengasingannya pun terus berpindah-pindah hingga terakhir di kamp Belalau, [[Lubuk Linggau]]. Setelah [[Indonesia]] merdeka, Romo Kanjeng dan pastur lainnya pun dibebaskan. Ia menetap dan berkarya di Talang Jawa. Pada tahun 1949, Romo Kanjeng kembali ke Tanjung Karang. Dua tahun kemudian kembali ke rumah lamanya di Pasturan [[Pringsewu]].Pada tahun 1952, ia diangkat sebagai prefek apostolic Tanjung Karang. Ia dilantik oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Mgr Jonge de Ardonye SCJ. Tahun 1953, Romo Kanjeng menjadi warga negara Indonesia. Namanya bertambah dengan nama belakang Gentiaras.<ref>http://regional.kompas.com/read/2010/07/18/14131157/Romo.Kanjeng.Baik.kepada.Semua.Orang</ref>