Zakiah Daradjat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 27:
Pada usia tujuh tahun, Zakiah sudah mulai memasuki sekolah. Pagi ia belajar di Standard School Muhammadiyah dan sorenya belajar lagi di [[Diniyah School]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Semasa sekolah ia memperlihatkan minat cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama.{{sfn|Nata|2005|pp=234}} Saat masih duduk di bangku kelas empat SD, ia berpidato pertama kali di hadapan guru dan kakak kelasnya.{{sfn|Ajisman|2011|pp=57}} Ia mendapat tugas dari gurunya waktu itu untuk berpidato pada acara perpisahan sekolah. Setelah tamat pada 1941, Zakiah masuk ke salah satu SMP di [[Padang Panjang]] sambil mengikuti sekolah agama di [[Kulliyatul Muballighat]], kursus calon mubalig.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Ilmu-ilmu yang diperolehnya dari Kulliyatul Mubalighat kelak ikut mendorongnya untuk menjadi mubalig.{{sfn|Daradjat|1999|pp=4–6}}
 
Pada tahun 1951, ia menamatkan pendidikan SMA di Bukittinggi.{{sfn|Mahditama|2013}} Sebelumnya, ia pernah belajar di Sekolah Asisten Apoteker, tetapi tidak diteruskan karenaditeruskannya akibat[[Agresi Militer Belanda II]] yang diikuti pembumihangusan Bukittinggi. Setelah itu, ia meninggalkan kampung halamannya menjalani pendidikan tinggi di [[Yogyakarta]]. Ia mendaftar dan lulus di dua perguruan tinggi dengan fakultas yang berbeda, yaitu Fakultas Tarbiyah [[Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Yogyakarta|Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta]] dan Fakultas Hukum [[Universitas Islam Indonesia]] (UII). Namun, setelah tahun ketiga, ia meninggalkan kuliahnya di UII atas saran orangtuanya untuk fokus pada salah satu jurusan.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=142}}
 
== Pendidikan di Mesir ==
Pada tahun 1956, setahun setelah [[Konferensi Asia–Afrika]] yang dilangsungkan di Indonesia, Zakiah mendapat tawaran beasiswa ikatan dinas dari Departemen Agama untuk kuliah ke Mesir, seiring [[Hubungan Indonesia dengan Mesir|kerja sama pemerintah Indonesia dengan Mesir]]. Ia diterima di Fakultas Pendidikan [[Universitas Ain Shams]], [[Kairo]] tanpa tes untuk program S-2.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=140–145}} Sebagai satu-satunya mahasiswa perempuan dari Indonesia, kepergian Zakiah dan restu orangtuanya dianggap sebagai keputusan revolusioner. Tesisnya tentang problema remaja di Indonesia mengantarnya meraih gelar magister pada tahun 1959, setelah setahun sebelumnya mendapat diploma pasca-sarjana dengan spesialisasi pendidikan. {{sfn|Alai Nadjib|2013}} Tesis ini mendapat sambutan dari kalangan terpelajar di Kairo waktu itu, sebagai rujukan dan bahan pemberitaan.
 
Pada saat Zakiah belajar, bidang psikologi tidak banyak ditekuni oleh pelajar Islam. Perkembangan ilmu psikologi didominasi oleh psikoanalisis [[Sigmund Freud]], yang mendudukkan alam tak sadar sebagai faktor penting dalam kepribadian manusia. Zakiah mengenalkan metode ''non-directive'' dari [[Carl Rogers]] yang baru mulai dirintis dan diperkenalkan oleh universitas. Ia mengajukan disertasi mengenai psikoterapi model ''non-directive'' dengan fokus psikoterapi bagi anak-anak bermasalah, sampaihingga usulannya ini mendapat persetujuan pihak universitas.{{sfn|Arif Subhan|2001}} <!--Arif Subhan, “Prof. Dr. Zakiah Daradjat Membangun Lembaga Pendidikan. Islam Berkualitas”, dalam “Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia: 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat”, (Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama Pusat Penelitian IAIN. Syarif Hidayatullah dengan Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 4.-->
 
Sambil membagi waktu menyelesaikan kuliah S-3 di universitas yang sama, ia mulai membuka praktik praktik konsultasi kejiwaan di almamaternya. Ia mengambil kesempatan mengajar bahasa Indonesia di Kairo, menjabat sebagai Kepala Jurusan Bahasa Indonesia padadi Higher School for Language. {{sfn|Alai Nadjib|2013}} Dari penghasilan yang diterimanya mengajar bahasa selama tiga tahun, ia dapat mengundangmembawa kedua orangtuanya ke Mesir selama limatujuh bulan dan mengakhirinya pergimenunaikan haji kedi [[Mekkah]]. Pada tahun 1964, dengan disertasi tentang perawatan jiwa anak, ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang psikologi dengan spesialisasi psikoterapi dari Universitas Ain Shams.{{sfn|Ajisman|2011|pp=58}}{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Penelitian disertasinya mendapatkan penghargaan dari [[Gamal Abdul Nasir|Presiden Gamal Abdul Nasir]], berupa "Medali Ilmu Pengetahuan" yang diberikan pada upacara Hari Ilmu Pengetahuan Mesir 1965.{{sfn|Alai Nadjib|2013}}
 
== Karier ==
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1964, Zakiah merintis karier di [[Kementerian Agama Indonesia|Departemen Agama]] sebagai pegawai Biro Perguruan Tinggi dan membagi waktu mengajar padasebagai dosen keliling untuk [[Institut agama Islam negeri|perguruan tinggi agama Islam negeri Indonesia]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Pada 1967, Zakiah diangkat oleh [[Menteri Agama]] [[Saifuddin Zuhri]] sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan Tinggi di Biro Perguruan Tinggi, Kementerian Agama. Sejak 1972, ia menjabat sebagai Direktur Pendidikan Agama sampai tahun 1977, dan berikutnya menjabat sebagai Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam sampai Maret 1984.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Setelah itu, ia secara resmi menjadi dekan Fakultas Pascasarjana [[IAIN Sunan Kalijaga]], [[Yogyakarta]]. Selama berkarier di birokrasi pemerintahan, Zakiah beberapa kali diminta sebagai penerjemah bahasa Arab sewaktu [[Soeharto|Presiden Soeharto]] berkunjung ke beberapa negara Timur Tengah. Keahlian ini mengantarnya meraih tanda kehormatan "Order of Kuwait Fourth Class" dari [[Kuwait|Kerajaan Kuwait]] pada 1977 dan penghargaan serupa dari Mesir "Fourth Class Of The Order Mesir" dari [[Anwar Sadat|Presiden Anwar Sadat]].
 
Pemikiran Zakiah Daradjat di bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem [[pendidikan di Indonesia]]. Semasa menjabat direktur di Kementerian Agama, Zakiah termasuk salah seorang yang membidani lahirnya kebijakan yangpembaruan tertuangmadrasah dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri ([[Menteri Agama]], [[Daftar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia|Mendikbud]], dan [[Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia|Mendagri]]) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan [[Daftar Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]] diduduki oleh [[Mukti Ali]].{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}} Melalui surat keputusan tersebut Zakiah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap status [[madrasah]], salah satunya dengan memberikan pengetahuan umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=146–154}}{{sfn|Nata|2005|pp=237}} Aturan yang dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini memungkinkan lulusan madrasah berbagai jenjang diterima di sekolah maupun perguruan tinggi umum.{{sfn|Nasar|2013}}
 
Ketika menempati posisi sebagai Direktur di Direktoran Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti dituturkan cendikiawan [[Azyumardi Azra]], Zakiah Daradjat banyak melakukan sentuhan bagi pengembangan perguruan tinggi agama Islam.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=161}} Salah satu contoh, untuk mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di madrasah-madrasah, Zakiah Daradjat membuka jurusan tadris pada IAIN dan menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia.{{sfn|Nata|2005|pp=238}} Melalui rencana pengembangan ini Kementerian Agama dapat meyakinkan [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]] (Bappenas) sehingga IAIN memperoleh "anggaran yang relatiflebih masuk memadaiakal".{{sfn|Nasar|2013}}
 
Di luar aktivitasnya sebagai pegawai kementerian, Zakiah mengabdikan ilmunya dengan mengajar sebagai dosen keliling pada [[Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta|IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta]] (kini UIN) dan beberapa IAIN lainnya. Mata kuliah yang diasuhnya adalah ilmu jiwa agama. Setelah meninggalkan jabatan sebagai direktur, ia menduduki jabatan Dekan Fakultas Pasca-sarjana dan Pendidikan Doktoral IAIN Yogyakarta. Pada 1 Oktober 1982, Zakiah dikukuhkan oleh IAIN Jakarta sebagai [[guru besar]] di bidang ilmu jiwa agama. Sebagai pendidik dan guru besar, ia setia di jalur profesinya hingga akhir hayatnya. Hingga usia senja, meski telah pensiun dari tugas kedinasan, Zakiah masih aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah dan perguruan tinggi lain yang membutuhkan ilmunya.{{sfn|Jajat Burhanuddin|2002|pp=138}} Selain itu, ia sering memberikanmengisi kuliahceramah subuhagama diuntuk stasiun pusat [[Radio Republik Indonesia|RRI]] sejak tahun 19691965 sampai dekade 2000-an. Ia kerap pula diminta mengisi siaran ''Mimbar Agama Islam'' di stasiun pusat [[TVRI]]. Pada 19 Agustus 1999, Zakiah Daradjat memperoleh [[Bintang Mahaputra Utama|Bintang Jasa Mahaputra Utama]] dari Pemerintah Rapublik Indonesia, setelah sebelumnya mendapat [[Bintang Jasa Utama]] pada 1995. Sebagai realisasi ide-idenya dalam bidang pendidikan dan yang berkaitan dengan kesehatan menta, Zakiah mendirikan, sekaligus bertindak sebagai pimpinan, Yayasan Pendidikan Islam Ruhama di Jakarta.
 
== Meninggal ==
Baris 60:
 
== Psikolog ==
Zakiah mulai membuka praktik konsultasi psikologi sewaktu bekerja di Departemen Agama. Mulanya, ia membuka praktik dua kali dalam seminggu. Pada 1965, dengan banyaknya klien, ia memutuskan membuka klinikpraktik di rumahnya di Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, [[Jakarta Selatan]]. Rata-rataSetiap hari kerja, ia rata-rata menerima lima pasien setiap petang. Ketika diwawancara oleh ''[[Republika (surat kabar)|Republika]]'' pada tahun 1994, ia mengaku, sering tidak menerima bayaran apa-apa.{{sfn|Mahditama|2013}} Ia tidak memungut bayaran, "kalau mereka memberi, saya terima."
 
Dalam satu acara dengar pendapat dengan DPR pada 2004, ia menyoroti banyaknya acara siaran televisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama maupun etika moral masyarakat. Ia melihat dampak buruk dari siaran televisi yang mengandung unsur kekerasan, seks, dan klenik karena menurutnya hal tersebut dapat menumpulkan akal dan logika penontot. Menurutnya, secara psikologi acara siaran televisi membawa pengaruh kuat dalam waktu yang lama terhadap pikiran penontonya.