Pesta Baratan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Pranata Luar +Pranala luar); perubahan kosmetika
Dj Ran (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 33:
* Barisan Keempatbelas = '''Ibu-Ibu Berkebaya membawa tumpeng Puli''' yang berbentuk unik atau Puli yang mempunyai rasa unik, setelah Puli dinilai siapa pemenang kreasi terunik dan terlezat pada pulinya, Kemudian Puli diberi do'a di Kantor Kecamatan Kalinyamatan oleh Kiyai, setelah itu Puli dibagi-bagikan kemasyarakat.
* Barisan Kelimabelas = berperan sebagai perajurit '''Perwakilan dari setiap desa''' di Kecamatan Kalinyamatan, dari kalangan warga umum dengan kostum bebas tetapi bertema pakaian adat Jawa atau Arab atau dikombinasikan Jawa dan Arab, perwakilan desa yang menarik dari segi kostum dan kekompakan akan diberi hadiah.
* Barisan Keenambelas = Peserta dari '''Perwakilan Seluruh SD, SMP, SMK seKalinyamatan''' membawa Lampion ataupun Impes dan meneriakan yel-yel asli pesta baratan yang sudah ada sejak zaman dulu yaitu yel-yel ritmis yang berbunyi '''"tong-tong-jik...tong-tong-jik...tong-tongjeder...pak-jikkaji-tongnabuh-jeder"'''. tim yang menarik dari segi keunikan bentuk impes, keunikan bentuk lampion, kostum yang bagus dan sesuai tema zaman jawa kuno dan kekompakan tim, mendapatkan hadiah.
 
== Teatrikal ==
Setelah makan nasi puli, masyarakat di desa [[Kriyan, Kalinyamatan, Jepara|Kriyan]] dan beberapa desa di sekitarnya ([[Margoyoso, Kalinyamatan, Jepara|Margoyoso]], [[Purwogondo, Kalinyamatan, Jepara|Purwogondo]], dan [[Robayan, Kalinyamatan, Jepara|Robayan]]) turun dari masjid / mushalla untuk melakukan arak-arakan. Ada aksi theatrikal yang dilaksanakan seniman setempat, selebihnya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dewasa maupun anak-anak. Ribuan orang dengan membawa lampion bergerak dari halaman masjid Al Makmur Desa Kriyan dengan mengarak simbol Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadirin menuju pusat Kecamatan. Mereka meneriakkan yel-yel ritmis : '''"tong tong ji’ tong jeder, pak kaji nabuh jeder"''', dan sebagian lainnya melantunkan shalawat Nabi.
 
Dari sisi agama, tradisi ini dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya menjelang puasa bulan Romadlon. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’a nishfu syakban yang dipanjatkan.