Petrus Noyen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 41:
 
== Karya ==
Pada [[7 Desember]] [[1893]], ia ditahbiskan menjadi imam. Satu tahun kemudian, ia berangkat ke [[Tiongkok]] dan bekerja di [[Shantung]] hingga tahun 1909. Setelah bermisi selama 15 tahun di Tiongkok, ia kembali ke Belanda dan sejak 1909 ia diangkat sebagai rektor pertama seminari SVD di [[Uden]], yang dibuka secara resmi pada 8 September 1911.<ref name="buku1">{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=Dw9gYo4Pk0MC&pg=PA280}}</ref> Seminari ini bertujuan melatih para calon imam SVD untuk kemudian bekerja di misi koloni Belanda. Noyen lalu berkeliling di seluruh Belanda untuk merekrut para calon seminaris.
Pada [[7 Desember]] [[1893]], ia ditahbiskan menjadi imam.
 
Pater Noyen segera memetakan daerah misi SVD serta melakukan lawatan
rutin. Saat itu Pater Noyen dibantu RP Verstraelen SVD dan Br Lusianus Molken SVD. Tiga misionaris ini dipercaya sebagai peletak dasar yang kokoh dalam karya misi melalui pendekatan antropologis dan kultural. Mereka berhasil menciptakan “rasa memiliki” masyarakat Timor terhadap iman Katolik. Iman Katolik pun mendapat tempat dan berkembang pesat didukung dengan piranti-piranti pastoral yang efektif, seperti sekolah, katekese umat, pembangunan infrastruktur, dan pertukangan yang disokong keterampilan para pemuda.
 
Pater Noyen rupanya juga menaruh perhatian pada peran perempuan. Maka, ia meminta pada Congregatio Servarum Spiritus Sancti (SSpS) atau Serikat Biarawati Misi Abdi Roh Kudus berkarya di tempat ini. Dan sejak 1921, para suster SSpS mulai berkarya di Lahurus, yang kemudian berkembang menjadi beberapa komunitas di seluruh Timor.
 
 
 
Satu tahun kemudian, ia berangkat ke [[Tiongkok]] dan bekerja di [[Shantung]] hingga tahun 1909. Setelah bermisi selama 15 tahun di Tiongkok, ia kembali ke Belanda dan sejak 1909 ia diangkat sebagai rektor pertama seminari SVD di [[Uden]], yang dibuka secara resmi pada 8 September 1911.<ref name="buku1">{{cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=Dw9gYo4Pk0MC&pg=PA280}}</ref> Seminari ini bertujuan melatih para calon imam SVD untuk kemudian bekerja di misi koloni Belanda. Noyen lalu berkeliling di seluruh Belanda untuk merekrut para calon seminaris.
 
Pada 7 Desember 1912, ia diangkat untuk memimpin misi koloni Belanda di Kepulauan Sunda Kecil. Pada 9 Desember 1912, ia meninggalkan [[Steyl]] dan bertolak ke [[Marseille]], [[Perancis]] dan pada 12 Desember 1912 ia bertolak ke [[Batavia]]. Ia tiba di Batavia pada 4 Januari 1913 dan sempat bertemu dengan Mgr. Luypen SJ, Vikaris Apostolik Batavia, serta mengunjungi sebuah sekolah Belanda di Muntilan. Ia kemudian berangkat dari Surabaya ke Kepulauan Timor pada 12 Januari 1913, dan tiba di Kupang pada 18 Januari. Ia tiba di Pelabuhan Atapupu, Timor pada 20 Januari 1913.<ref name="svdtl">http://svdtlnewsleter.blogspot.co.id/2012/01/petrus-noyen-svd.html</ref> Pada saat bersamaan Pater Vander Putten, [[Yesuit|S.J.]] meninggalkan Timor. Sepekan kemudian pada 27 Januari 1913, Noyen berangkat ke pusat misi di Lahurus, Kepulauan Timor, dan mempelajari [[bahasa Tetun]].
 
Pada 1 Maret 1913, misi geraja Katolik Timor diserahterimahkan oleh Pastor Adrianus Mathjisen, S.J., pemimpin misi Timor di kala itu, mewakili Serikat Yesuit kepada dirinya yang mewakili misionaris Serikat Sabda Allah.<ref>http://franklamanepa.blogspot.co.id/2015/01/sejarah-keuskupan-larantuka-sebuah_9.html</ref><ref name="svd">http://provinsisvdende.weebly.com/sejarah-awal.html</ref> Pastor Mathjisen S.J. kemudian meninggalkan Timor sebagai misionaris terakhir Yesuit. Setelah penyerahan daerah misi, Pater Noyen segera menata reksa pastoral dengan memetakan daerah misi SVD dan melakukan berbagai kunjungan. Ia mulai berkenalan dan menjalin persahabatan dengan para raja. Ia juga belajar bahasa Tetun dan Melayu, serta mendirikan gedung gereja dan sekolah. Dengan dibantu Pater Arnoldus Verstraelen dan Br. Lusianus Molken, mereka melaksanakan karya misi melalui pendekatan antropologis dan kultural, dan berhasil menciptakan "rasa memiliki" masyarakat Timor terhadap iman Katolik.

Juga pada bulan Maret, Noyen memimpin Jalan Salib pertama dalam bahasa Tetun, disusul sebulan kemudian ia mampu mendengan pengakuan dosa dalam bahasa setempat. Pada Hari Raya Pentakosta, 11 Mei 1913, untuk pertama kalinya, Noyen memberi homili dalam bahasa Tetun. Selama di Tiongkok, ia tidak melakukan hal seperti ini, namun baru dua tahun setelah tiba.<ref name="svdtl"/> Pada tahun 1913, P. Petrus Noyen, SVD dan P. Arnoldus Verstraellen, SVD sempat menemukan Gua Bitauni, sebuah gua Maria alamiah.<ref>http://www.kompasiana.com/1b3las-mk/beberapa-gua-maria-alamiah-di-timor-ntt_54f5fb58a3331157178b457a</ref><ref>https://books.google.co.id/books?id=cUoGJSs9yOUC&pg=PA313</ref>
 
J. Freindemetz sebagai provinsial sempat menulis Noyen sebagai 'seorang misionaris yang rajin, seorang religius yang patuh, memiliki sifat yang baik, punya pendirian dan prinsip yang baik, mampu berbuat banyak untuk karya misi' sehingga 'layak masuk dalam daftar calon Uskup'.<ref>http://www.svdcuria.org/public/ajsc/2008/0812id.pdf</ref>
Baris 55 ⟶ 63:
Pada [[20 Juli]] [[1914]], muncul sebuah [[dekrit]] dari [[Kongregasi Penyebaran Iman]] bahwa Flores juga dimasukkan ke dalam Prefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil, sehingga para imam Yesuit yang berkarya di Flores juga diganti dengan imam-imam SVD, juga para Suster Belas Kasih diganti oleh Suster SspS. Namun karena terjadinya [[Perang Dunia I]], maka mereka tidak dapat datang. Mgr. Noyen kemudian meminta kesediaan para anggota Yesuit dan Suster Belas Kasih untuk tetap di Flores sampai kedatangan para anggota SVD.<Ref>http://spiritentete.blogspot.co.id/2008/05/sejarah-misi-katolik-di-keuskupan.html</ref>
 
Sejak 14 Mei 1915, Noyen secara resmi berpindah dari Lahurus ke Ende.<ref>http://parokisantoyosephdenpasar.blogspot.co.id/2011_06_01_archive.html</ref> Dengan perpindahan ini, pusat Prefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil juga berpindah ke [[Ndona]], [[Ende]]. Setelah kedatangannya, ia memutuskan bahwa Ende harus menjadi pusat misi utama demi mengekang ekspansi perkembangan agama [[Islam]]. Selama di Ndona, sekolah mulai didirikan, sehingga misi mendapat dukungan baik dari para guru maupun para siswa. Ia sangat bersemangat untuk menjelajahi wilayah misinya, dari ujung Timor hingga ke Bali. Noyen juga menggagas Percetakan Arnoldus yang kini menjadi Penerbit Nusa Indah. Saat itu Percetakan Arnoldus menggunakan mesin percetakan yang didatangkan dari Jerman.<Ref>http://penerbitnusaindah.com/tentang.html</ref> Noyen juga meminta kepada Congregatio Servarum Spiritus Sancti (SSpS; Serikat Biarawati Misi Abdi Roh Kudus) berkarya di Prefektur Apostolik, di mana sejak 1921, mereka telah mulai berkarya di Lahurus.
 
Pada 3 Mei 1920, Noyen diangkat sebagai Regional SVD Ende yang pertama.<ref name="svd"/> Mgr. Noyen kemudian meninggal pada [[24 Februari]] [[1921]], ketika sedang mengikuti Kapitel Jenderal di [[Steyl]].<ref>http://svdtimornews.blogspot.co.id/2012/06/sekilas-tentang-svd-indonesia.html</ref> [[Disentri]] yang telah ia derita sejak lama menjadi penyebab kematiannya. Selama menjadi pemimpin di Kepulauan Sunda Kecil, ia dikenal sebagai pribadi yang ambisius dan dinamis sebagai seorang arsitek misi yang besar.