Arnold Verstraelen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 43:
 
== Karya ==
Verstraelen ditahbiskan menjadi [[imam]] pada tanggal [[24 Februari]] [[1907]]. Sebagai misionaris [[Serikat Sabda Allah]], ia bertugas di [[Togo]] sejak 1907 hingga 1912. Ia kemudian ditugaskan ke Kepulauan Sunda Kecil sesuai permintaan Pastor Petrus Nuyen S.V.D. Ia tiba pada [[14 Mei]] [[1913]] di Pelabuhan Atapupu, bersama dengan Br. Lusianus Mulken, S.V.D.<ref>http://svdtlnewsleter.blogspot.co.id/2012_01_01_archive.html</ref> Ia menjadi imam kedua yang tiba di Kepulauan Sunda Kecil. Bersama dengan Prefek Apostolik saat itu, [[Petrus Noyen]], S.V.D., mereka melaksanakan karya misi melalui pendekatan antropologis dan kultural, dan berhasil menciptakan "rasa memiliki" masyarakat Timor terhadap iman Katolik.<ref>{{cite web|url=http://www.hidupkatolik.com/index.php/2013/09/26/seabad-svd-indonesia-beranjak-dari-steyl-sampai-lahurus}}</ref> Mereka juga melakukan perjalanan keliling di wilayah Prefektur Apostolik, termasuk ke Lahurus dan Halilulik. Sejak 1913 hingga 1922 setelah perpindahan Noyen ke Ndona, ia menjadi pemimpin misi di sanaTimor, bahkan terkadang menjadi imam satu-satunya yang ada, terutama saat pecahnya [[Perang Dunia I]].
 
Seiring dengan peningkatan status Kepulauan Sunda Kecil dari [[Prefektur Apostolik]] menjadi [[Vikariat Apostolik]], pada keesokan harinya, Verstraelen ditunjuk menjadi Vikaris Apostolik. Ia diberi gelar Uskup Tituler Myriophytos ''in partibus infidelium''. Ia ditahbiskan menjadi [[uskup]] pada 1 Oktober 1922. [[Keuskupan Roermond|Uskup Roermond]], [[Laurentius Schrijnen|Laurentius Josephus Antonius Hubertus Schrijnen]] menjadi Uskup Konsekrator, sementara [[Keuskupan Breda|Uskup Breda]], [[Pieter Adriaan Willem Hopmans]] dan [[Keuskupan 's Hertogenbosch|Uskup 's Hertogenbosch]], [[Arnold Frans Diepen]] menjadi Uskup Ko-konsekrator. Selain untuk menerima tahbisan, kepulangan ke Belanda bertujuan untuk penggalangan dana bagi Vikariat yang dipimpinnya.<ref name="129"/> Dengan menjadi Vikaris Apostolik, ia memiliki kedudukan yang setara dengan [[Keuskupan Agung Jakarta|Vikaris Apostolik Batavia]] dan juga [[Keuskupan Amboina|Vikaris Apostolik Amboina]]. Namun, hubungan dengan pemerintah kolonial Belanda tetap lebih banyak dijalin oleh [[Edmundus Luypen]], [[Yesuit|S.J.]] yang berkedudukan di Batavia.<ref>http://gemor2011.blogspot.co.id/2012/05/mgr-arnold-verstraelen-svd.html</ref>
 
Selama ekspansi yang cepat, Verstraelen melanjutkan perencanaan dan pembiayaan terpusat yang telah dilakukan Noyen. Ia memprakarsai perkebunan di [[Nangahale]] dan [[Riangwulu]], sebagai upaya untuk bergerak menuju kemandirian dalam bidang finansial. Misionaris keturunan Jerman menganggapnya terlalu dekat dengan politik kolonial Belanda. Dalam debat dengan superior agama asal Jerman, B. Glanemann, Glanemann akhirnya harus mengakui otoritas vikaris apostolik.<ref name="129">https://books.google.co.id/books?id=bc5gAAAAQBAJ&pg=PA129&lpg=PA129</ref>
Selama menjadi Vikaris Apostolik, Verstraelen menjadi inisiator pendirian [[Seminari Tinggi Santo Paulus, Ledalero]]. Ia berpikiran bahwa dengan jumlah umat yang telah mencapai 100.000 orang, maka perlu didirikanlah sebuah seminari. Hal ini sekaligus menjadi tanggapan ensiklik ''[[Maximum Illud]]'' yang dikeluarkan oleh [[Paus Benediktus XV]] pada tahun [[1919]]. Ia menugaskan Pastor Frans Cornelissen, seorang imam yang belum lama tiba di Flores dan sebelumnya telah memiliki ijazah [[guru]], untuk mendirikan seminari. Hal ini juga memberi gambaran jelas bagaimana Verstraelen hendak mengadakan pembinaan bagi para calon imam pribumi.<ref>http://derosaryebed.blogspot.co.id/2012/09/ledalero-mulanya-bukit-angker-1.html</ref><ref>http://www.seminariledalero.org/sejarah-singkat</ref>
 
SelamaVerstraelen menjadi Vikaris Apostolik, Verstraelenjuga menjadi inisiator pendirian [[Seminari Tinggi Santo Paulus, Ledalero]]. Ia berpikiran bahwa dengan jumlah umat yang telah mencapai 100.000 orang, maka perlu didirikanlah sebuah seminari. Hal ini sekaligus menjadi tanggapan ensiklik ''[[Maximum Illud]]'' yang dikeluarkan oleh [[Paus Benediktus XV]] pada tahun [[1919]]. Ia menugaskan Pastor Frans Cornelissen, seorang imam yang belum lama tiba di Flores dan sebelumnya telah memiliki ijazah [[guru]], untuk mendirikan seminari. Hal ini juga memberi gambaran jelas bagaimana Verstraelen hendak mengadakan pembinaan bagi para calon imam pribumi.<ref>http://derosaryebed.blogspot.co.id/2012/09/ledalero-mulanya-bukit-angker-1.html</ref><ref>http://www.seminariledalero.org/sejarah-singkat</ref>
Mgr. Verstraelen juga menjadi pencetus berdirinya Gereja Kristus Raja Katedral, sebagai suatu tempat ibadah dan juga pusat vikariat apostolik. Peletakan batu pertama dilakukan pada 18 Mei 1930 dan ditahbiskan pada 7 Februari 1932. Kedua bagian pembangunan tersebut dilakukan oleh Mgr. Verstraelen. Pembangunan gereja ini dipercayakan kepada Pater Huijlink selaku Pastor Paroki setempat.<ref>http://kekunaan.blogspot.co.id/2015/12/gereja-katolik-paroki-kristus-raja.html</ref>
 
Verstraelen mengikuti strategi misi umum seperti yang dirancang oleh pendahulunya. Ende-Ndona tetap menjadi pusat misi. Ekspansi sekolah secara cepat dari 137 ke 287 dan cabang misi menghasilkan pertumbuhan umat yang dibaptis dari sekitar 60.000 tahun 1921 menjadi 200.000 pada awal 1932. Jumlah gereja dan kapel turut meningkat dari 96 hingga 333.<ref>https://books.google.co.id/books?id=cUoGJSs9yOUC&pg=PA246&lpg=PA246</ref> Ia memperlihatkan pertumbuhan sebagaimana yang telah dirancang Noyen secara stabil.<ref name="129"/> Ia juga rutin menulis dalam bulanan SVD, De Katholieke Missien, untuk mengucapkan terima kasih kepada para donatur, menunjukkan foto-foto gereja yang telah dibiayai, serta meminta lebih banyak dana. Ia juga bertolak ke Eropa dan Amerika pada Juli 1930 hingga Agustus 1931 untuk menjamin keuangan para misionaris.
 
Pada 1932, ia mengirim dua orang imamnya, yakni Simon Buis dan P. Beltjens ke akademi film di New York dan pelatihan di Hollywood untuk membuat film Ria Rago dan Amorira, demi pengumpulan dana di Eropa bagi tanah misi di sana.<ref name=129/> Ia menekankan pada dua hal dalam pembuatan film tersebut, yakni ketepatan detail etnografis dan perlakuan secara peka terhadap warga lokal.<ref>http://www.marlin-bato.com/2015/04/lembah-ndona-di-dunia-maya-roman-adat_22.html</ref>
<!--
Pada tahun 1932 Ada dua hal yang menjadi prioritas saat Uskup Nusa Tenggara Monsinyor Arnold Verstraelen, SVD (1882-1932) menugaskan pembuatan film-film rekaan dari Flores: ketepatan detil etnografis dan perlakuan yang peka terhadap warga lokal.<ref>http://www.marlin-bato.com/2015/04/lembah-ndona-di-dunia-maya-roman-adat_22.html</ref>
 
Segera setelah pengangkatannya pada tahun 1922, Verstraelen mengunjungi Belanda untuk ditahbiskan sebagai uskup, tetapi juga untuk mengumpulkan dana. Dia menulis secara teratur dalam SVD bulanan De Katholieke Missien, di mana ia berlimpah mengucapkan terima kasih kepada orang-orang percaya yang murah hati di Belanda dan Amerika, menunjukkan foto-foto gereja-gereja mereka telah dibiayai, dan juga tanpa malu-malu meminta lebih banyak uang. Dari Juli 1930 sampai Agustus 1931 ia kembali berpaling ke Eropa dan mengunjungi Amerika untuk menjamin dasar keuangan untuk perusahaan misionaris.
-->
During the rapid expansion of mission work in the 1920s Verstraelen provided firm leadership. He continued Noyen's centralized planning and financing. He not only received more personnel and money from abroad, he also started the minor seminary at Todabelu and initiated the plantations at Nangahale and Riangwulu, as an effort to move towards financial independence for the mission. Missionaries of German de-scent considered him too close to Dutch colonial politics. In debates with the religious superior, the German B. Glanemann, the latter had to acknowledge the authority of the vicar apostolic.168 Verstraelen died on 16 March 1932 in a car accident. A horse, not yet accustomed to the sound of a car on the quiet Flores Road, panicked and fell into the steep valley beside the road, together with its rider. Father Jan Bouma, who was Bishop Verstraelen's driver, could not control the car, which collided with a big stone. The bishop was thrown out of the car and died immediately. Bishop Verstraelen was remembered as a very enthusiastic and warm personality, full of initiative and charisma. Arnold Verstraelen followed the general mission strategy as designed by Piet Noyen. Ende-Ndona remained the central post for the mission. The rapid expansion of schools (from 137 to 287) and mission stations resulted in a spec-tacular growth of baptized Catholics: from about 60,000 in 1921 (for the whole area of the Lesser Sunda Islands) to more than 200,000 in early 1932. The number of churches and chapels increased in that period from 96 to 333. He could show that the bright promises painted by his predecessor could really be executed in a process of steady growth. Immediately after his appointment in 1922, Verstraelen visited the Netherlands to be ordained as bishop, but also to collect funds. He wrote regularly in the SVD monthly De Katholieke Missien, where he abundantly thanked the generous believers in the Netherlands and America, showed photographs of the churches they had financed, and also unashamedly asked for more money. From July 1930 until August 1931 he re-turned to Europe and visited America to guarantee the financial basis for the missionary enterprise. He sent two of his priests, Simon Buis and P. Beltjens, to a film academy in New York and for training to Hollywood to be qualified to make the films Ria Rago and Amorira, the main tools in the fund-raising in Europe for the Flores mission.<ref>https://books.google.co.id/books?id=bc5gAAAAQBAJ&pg=PA129&lpg=PA129</ref> -->
<!--Mgr. Arnold Verstraelen, SVD lahir pada tanggal 19 Juli tahun1882 di Sevenum Provinsi selatan Limburg, Belanda. Beliau adalah putra seorang Kepala Sekolah Dasar. Ia belajar seminari menengah SVD di Steijl, kemudian belajar Filsafat dan Theologi di Wina dan ditahbisakan pada tanggal 24 Pebruari tahun 1907, ketika ia berumur 24 tahun enam bulan. Setelah tahbisannya ia dikirim ke misi SVD Jerman di Togo, Afrika Barat. Tahun 1912, ketika ia sedang berlibur, ia diminta untuk menemani P. Piet Noyen, SVD untuk pos misi baru di Hindia Belanda. Ia adalah pastor SVD ke dua yang tiba di Timor setelah Piet Noyen. Ia menemani P. Noyen selama berkeliling di Timor Tengah. Setelah perpindahan P. Piet Noyen ke Ndona, P. Verstraelen adalah pemimpin misi di Timor. Selama bertugas di Timor dari tahun 1913 – 1922, ia pernah bertugas di Lahurus, Halilulik, dan balik ke Lahurus.
Ia pernah menjadi satu-satunya imam di Timor selama perang Dunia pertama. Ia diangkat menggantikan Mgr. Noyen dengan jabatan gerejani yang lebih tinggi, yakni sebagai Vikaris Apostolik pada tanggal 14 Maret 1922. Saat itu ia berumur 39 tahun 7 bulan. Tanggal 1 Oktober 1922 ia ditahbiskan menjadi uskup Vikaris Apostolis Nusa Tenggara, saat ia berumur 40 tahun dua bulan. Mgr. Verstraelen adalah uskup yang setara dengan Vikaris Batavia. Walau demikian kalau ada keputusan penting dari pemerintahan kolonial Belanda tetap dipercayakan kepada koleganya di Batavia. Tanggal 16 Maret 1932 Mgr. Verstraelen meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Semua umat Katolik di vikariat Lesser Sunda bersedih. Mgr. Verstraelen bersama dengan P. Yohanes Bouma sebagai sopirnya sedang dalam perjalanan mereka untuk mengunjungi Seminari di Todabelu Mataloko. Sekitar 50 km di sebelah barat Ende, mobil yang ditumpangi Mgr. Verstraelen terbalik di lereng 10 meter tinggi. Mgr. Verstraelen terlempar keluar dari mobil dan tewas di tempat. P. Bouma patah tangan kirinya. Kematian Uskup di wilayah misionaris besar seperti Vikariat Sunda Kecil benar-benar sebuah kerugian besar sementara Paus di Roma itu terlalu jauh untuk mengetahui dan mengambil tindakan sedemikian acara mendadak. Saat meninggalnya ia berumur 49 tahun 7 bulan. Usia yang masih sangat produktif untuk bekerja.<ref>http://gemor2011.blogspot.co.id/2012/05/mgr-arnold-verstraelen-svd.html</ref>-->
<!--His successor was Arnold Verstraelen, born 1882 in the Netherlands and between 1907 and 1912 a missionary in the German colonial territory of Togo, West Africa. From 1913 until 1922 he was the leader (and for several years the only priest) in the Timor mission. He was the first to see the results of the great financial subsidies for education from the side of the colonial govern-ment. He died in 1932 because of a car accident on the new Flores 'highway A horse, not yet accustomed to the sound of cars, panicked and the bishop's driver could not control the car either. In the decade of the pastoral leadership of Verstraelen the number of schools rose from 137 to 287 and the number of baptised from 60,000 to more than 200,000. The number of chapels and churches for Flores increased from 96 to 333. Therefore we may consider this as the decisive decade for the future character of Flores society and culture.<ref>https://books.google.co.id/books?id=cUoGJSs9yOUC&pg=PA246&lpg=PA246</ref> -->
<!--
 
Mgr. Verstraelen juga menjadi pencetus berdirinya [[Gereja Katedral Ende|Gereja Kristus Raja Katedral]], sebagai suatu tempat ibadah dan juga pusat vikariat apostolik. Peletakan batu pertama dilakukan pada 18 Mei 1930 dan ditahbiskan pada 7 Februari 1932. Kedua bagian pembangunan tersebut dilakukan oleh Mgr. Verstraelen. Pembangunan gereja ini dipercayakan kepada Pater Huijlink selaku Pastor Paroki setempat.<ref>http://kekunaan.blogspot.co.id/2015/12/gereja-katolik-paroki-kristus-raja.html</ref>
Wafat sebagai Vikaris Apostolik Isole della Piccola Sonda (25 tahun sebagai imam dan 10 tahun sebagai Uskup): 15 Maret 1932. Ia mengalami kecelakaan mobil dalam perjalanan untuk mengunjungi Seminari di Todabelu Mataloko. Sekitar 50 kilometer sebelah Barat Ende, mobil yang disopiri oleh Pastor Yohanes Bouma SVD itu terbalik dan jatuh di lereng setinggi 10 meter. Konon tubuh Mgr Arnold Verstraelen SVD terlempar keluar mobil dan langsung meninggal di tempat. Sementara Pastor Yohanes Bouma SVD mengalami cidera patah tulang pada tangan kirinya.
 
Selama menjadi Uskup, Mgr Arnold Verstraelen SVD hanya sekali mentahbiskan Uskup. Ia menjadi Uskup Pentahbis Utama bagi Mgr Anton Pieter Franz van Velsen SJ yang kala itu ditunjuk sebagai Vikaris Apostolik Batavia (kini: Keuskupan Agung Jakarta) dengan gelar Uskup Tituler Aezani (13 Mei 1924).
Pada tahun 1932, ia mengirim dua imamnya, Simon Buis dan P. Beltjens, untuk sebuah akademi film New York dan untuk pelatihan ke Hollywood untuk memenuhi syarat untuk membuat film Ria Rago dan Amorira, alat utama dalam pengumpulan dana di Eropa untuk misi Flores.
 
<!--Verstraelen died on 16 March 1932 in a car accident. A horse, not yet accustomed to the sound of a car on the quiet Flores Road, panicked and fell into the steep valley beside the road, together with its rider. Father Jan Bouma, who was Bishop Verstraelen's driver, could not control the car, which collided with a big stone. The bishop was thrown out of the car and died immediately. Bishop Verstraelen was remembered as a very enthusiastic and warm personality, full of initiative and charisma.-->
Ia pernah menjadi satu<!--satunya imam di Timor selama perang Dunia pertama. Ia diangkat menggantikan Mgr. Noyen dengan jabatan gerejani yang lebih tinggi, yakni sebagai Vikaris Apostolik pada tanggal 14 Maret 1922. Saat itu ia berumur 39 tahun 7 bulan. Tanggal 1 Oktober 1922 ia ditahbiskan menjadi uskup Vikaris Apostolis Nusa Tenggara, saat ia berumur 40 tahun dua bulan. Mgr. Verstraelen adalah uskup yang setara dengan Vikaris Batavia. Walau demikian kalau ada keputusan penting dari pemerintahan kolonial Belanda tetap dipercayakan kepada koleganya di Batavia. Tanggal 16 Maret 1932 Mgr. Verstraelen meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Semua umat Katolik di vikariat Lesser Sunda bersedih. Mgr. Verstraelen bersama dengan P. Yohanes Bouma sebagai sopirnya sedang dalam perjalanan mereka untuk mengunjungi Seminari di Todabelu Mataloko. Sekitar 50 km di sebelah barat Ende, mobil yang ditumpangi Mgr. Verstraelen terbalik di lereng 10 meter tinggi. Mgr. Verstraelen terlempar keluar dari mobil dan tewas di tempat. P. Bouma patah tangan kirinya. Kematian Uskup di wilayah misionaris besar seperti Vikariat Sunda Kecil benar-benar sebuah kerugian besar sementara Paus di Roma itu terlalu jauh untuk mengetahui dan mengambil tindakan sedemikian acara mendadak. Saat meninggalnya ia berumur 49 tahun 7 bulan. Usia yang masih sangat produktif untuk bekerja.<ref>http://gemor2011.blogspot.co.id/2012/05/mgr-arnold-verstraelen-svd.html</ref>-->
<!--He died in 1932 because of a car accident on the new Flores 'highway A horse, not yet accustomed to the sound of cars, panicked and the bishop's driver could not control the car either.<ref>https://books.google.co.id/books?id=cUoGJSs9yOUC&pg=PA246&lpg=PA246</ref> -->
<!--Wafat sebagai Vikaris Apostolik Isole della Piccola Sonda (25 tahun sebagai imam dan 10 tahun sebagai Uskup): 15 Maret 1932. Ia mengalami kecelakaan mobil dalam perjalanan untuk mengunjungi Seminari di Todabelu Mataloko. Sekitar 50 kilometer sebelah Barat Ende, mobil yang disopiri oleh Pastor Yohanes Bouma SVD itu terbalik dan jatuh di lereng setinggi 10 meter. Konon tubuh Mgr Arnold Verstraelen SVD terlempar keluar mobil dan langsung meninggal di tempat. Sementara Pastor Yohanes Bouma SVD mengalami cidera patah tulang pada tangan kirinya.
Selama menjadi Uskup, Mgr Arnold Verstraelen SVD hanya sekali mentahbiskan Uskup. Ia menjadi Uskup Pentahbis Utama bagi Mgr Anton Pieter Franz van Velsen SJ yang kala itu ditunjuk sebagai Vikaris Apostolik Batavia (kini: Keuskupan Agung Jakarta) dengan gelar Uskup Tituler Aezani (13 Mei 1924).
 
http://hirarkigereja.katolikpedia.org/2014/06/mgr-arnold-verstraelen-svd.html