Petisi 50: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-amandemen +amendemen)
Hasrulwho (bicara | kontrib)
Tanggapan pemerintah: typo regkonal => regional
Baris 83:
Pada [[1 Agustus]] [[1980]], Soeharto menyampaikan jawabannya kepada Ketua DPR Daryatmo, dengan melampirkan salinan dari kedua pidatonya yang mendorong lahirnya "Ungkapan Keprihatinan". Soeharto menulis bahwa ia yakin bahwa para anggota DPR yang telah berpengalaman akan memahami makna dari pidato-pidatonya itu, namun apabila mereka masih belum puas, ia mengusulkan agar para anggota DPR mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka kepada anggota-anggota dari Komisi-Komisi DPR terkait, sesuai dengan prosedur tata cara DPR. Pemerintah lalu dengan senang hati akan memberikan penjelasan-penjelasan tambahan, melalui Menteri Pertahanan/para panglima militer, khususnya tentang hal-hal yang diangkat oleh "Petisi 50" [kutipan sesuai aslinya]. Ketua DPR menyampaikan kepada wartawan bahwa menurut pendapatnya, tanggapan ini telah cukup memberikan perhatian kepada ke-19 anggota DPR itu, dan telah memperlihatkan rasa hormat kepada DPR.<ref name="BAMBANG_4748">P. Bambang Siswoyo (1983) h. 47-48</ref>
 
Karena pemerintah menguasai semua komisi, wacana publik yang sungguh-sungguh pun ditutup begitu saja dan status quo "Orde Baru" yaitu ''[[dwifungsi]]'', kesatuan [[Golkar]] dan [[ABRI]], serta keutamaan Pancasila ditegaskan kembali.<ref>Elson, R. ''Suharto: A Political Biography'' Cambridge UK: Cambridge University Press, 2001, h. 229-232. Dikutip dalam Friend (2003), h. 180</ref> Dalam pidato 17 Agustusnya pada tahun yang sama, Soeharto menyatakan kembali bahwa "Satu-satunya cara bagi kita untuk melaksanakannya ialah dengan menerapkan pembangunan ...[dan untuk maksud tersebut] kita semua harus mampu menjaga kestabilan dinamika regkonalregional."<ref>Bresnan, John ''Managing Indonesia: The Modern Political Economy'', New York: Columbia University, 1993 h. 206-208. Dkutip dalam {{cite book|last=Friend|first=T.|title=Indonesian Destinies|publisher=Harvard University Press|pages=p. 179.|year=2003|isbn=0-674-01137-6}}</ref> Suharto kemudian mencabut hak-hak perjalanan para kritikusnya, dan melarang koran-koran menerbitkan foto-foto mereka ataupun mengutip pernyataan-pernyataan mereka..<ref>Schwartz (1994), h. 36.</ref> Para anggota kelompok ini tidak dapat memperoleh pinjaman bank dan kontrak-kontrak <ref>Crouch (2007), h. 356</ref>. Suharto menyatakan: "Saya tidak suka apa yang dilakukan oleh yang disebut Petisi 50 ini. Saya tidak suka cara-cara mereka, terlebih lagi karena mereka menyebut diri mereka patriot".<ref>Suharto, ''My Thoughts, Words and Deeds: An Autobiography'', Citra Lamtoro Gung Persada, Jakarta, 1991, h. 298. Dikutip dalam Schwartz (1994), h. 36</ref>
 
== Rujukan ==