Bouraq Indonesia Airlines: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Farras (bicara | kontrib)
k Pranala luar: re-categorisation using AWB
Baris 41:
Tak mau menerima kritikan pedas tersebut, Bouraq langsung menjawab nada negatif para pesaingnya dengan mendatangkan pesawat [[Boeing 737|Boeing 737-200]] untuk meningkatkan kualitas pelayanan, peremajaan pesawat dan memenuhi pertumbuhan bisnis yang tumbuh cukup signifikan dengan transaksi sebesar [[Dolar Amerika Serikat|US$]] 70 juta dollar, tujuh unit pesawat bekas berhasil didapat dari [[Malaysia Airlines]] yang rata-rata berusia 10 tahun dan hal ini membuat Bouraq pun makin lebar dengan dukungan armada yang berjumlah menjadi sebanyak 30 unit, sementara itu, Bouraq juga mengoptimalkan penggunaan SDM 100 awak pilot/kopilot. Satu yang unik dari dan jarang terjadi dalam industri penerbangan nasional adalah Bouraq mempekerjakan penerbang perempuan yaitu Meriam Zanaria, Lokawati Nakagawa dan Cipluk.
 
Pada tanggal [[6 Juni]]tahun [[1995]] menjadi hari duka bagi seluruh Bouraq. Sang pendiri, Jerry Albert Sumendap, wafat dalam usia 69 tahun. Bouraq pun memasuki babak baru dengan masuknya Danny Sumendap pada akhir 1995. Bermodalkan tekad besar untuk mempertahankan eksistensi Bouraq, Danny melakukan restrukturisasi besar pada perusahaan demi bersaing dengan perkembangan zaman. Namun banyaknya loyalis dari Bouraq membuat keputusan drastis tersebut tak berjalan lancar sepenuhnya. Perlahan-lahan, upaya resrtukturisasi organisasi akhirnya mampu menyelamatkan Bouraq dari ketatnya persaingan bisnis penerbangan. Namun rasa nyaman ini hanya bertahan sementara. Bouraq harus berhadapan dengan persoalan yang jauh lebih besar, [[Krisis finansial Asia 1997]]. Krisis keuangan yang melanda [[Asia]] dan berdampak pada Indonesia ini terbukti telah menghempaskan sejumlah maskapai penerbangan. Namun, Bouraq tak menyerah begitu saja. Berbagai strategi disusun untuk tetap mempertahankan keberlangsungan Bouraq. Efisiensi pun terpaksa ditempuh dengan mengurangi pesawat dan pilot/kopilot.
 
Dalam kondisi ini, Bouraq ibarat kapal karam yang menunggu waktu untuk tenggelam. Tekanan yang makin kuat, membuat maskapai Bouraq lama kelamaan makin menyusut, baik jumlah armada maupun awak kabin. Jelang akhir hayatnya, Bouraq hanya menyisakan sebuah pesawat Boeing B737-200. Kejayaan sebagai maskapai yang memiliki puluhan pesawat berakhir dengan tragis jelang tutupnya Bouraq dengan disahkannya sertifikat pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal [[25 Juli]] [[2005]]. Akhirnya, pada hari penetapan itu, maskapai yang berlogo "B" yang diselimuti oleh hijau toska yang selama ini menghiasi langit nusantara pun akhirnya "berpulang" ke "jurang kehancuran bisnis" dan tidak tampak lagi.<ref>http://bisnis.liputan6.com/read/710126/bouraq-air-maskapai-legenda-yang-kandas-setelah-35-tahun?p=6</ref>