Bahan bakar hayati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 8:
Ada dua strategi umum untuk memproduksi biofuel. Strategi pertama adalah menanam tanaman yang mengandung gula ([[tebu]], [[bit gula]], dan sorgum manis <ref>[http://www.energycurrent.com/?id=3&storyid=10539 ICRISAT: Sweet sorghum balances food and fuel needs]</ref>) atau tanaman yang mengandung pati/polisakarida ([[jagung]]), lalu menggunakan fermentasi [[ragi]] untuk memproduksi etil alkohol. Strategi kedua adalah menanam berbagai tanaman yang kadar minyak sayur/nabatinya tinggi seperti [[kelapa sawit]], [[kedelai]], [[alga]], atau [[jathropa]]. Saat dipanaskan, maka ke[[viskositas]]an minyak nabati akan berkurang dan bisa langsung dibakar di dalam [[mesin diesel]], atau minyak nabati bisa diproses secara kimia untuk menghasilkan bahan bakar seperti [[biodiesel]]. Kayu dan produk-produk sampingannya bisa dikonversi menjadi biofuel seperti [[gas kayu]], [[metanol]] atau [[bahan bakar etanol]].
== Energi
Penggunaan limbah biomassa untuk memproduksi energi mampu mengurangi berbagai permasalahan manajemen polusi dan pembuangan, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Uni Eropa telah mempublikasikan sebuah laporan yang menyoroti potensi energi bio yang berasal dari limbah untuk memberikan kontribusi bagi pengurangan pemanasan global. Laporan itu menyimpulkan bahwa pada tahun 2020 nanti 19 juta ton minyak tersedia dari biomassa, 46% dari limbah bio: limbah padat perkotaan, residu pertanian, limbah peternakan, dan aliran limbah terbiodegradasi yang lain.<ref>European Environment Agency (2006) How much bioenergy can Europe produce without harming the environment? EEA Report no. 7</ref><ref>Marshall, A. T. (2007) Bioenergy from Waste: A Growing Source of Power, [http://www.waste-management-world-magazine ''Waste Management World Magazine''], April, p34-37</ref>
|