Tanjung Merah, Matuari, Bitung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib) k clean up, replaced: beliau → dia, removed stub tag |
k Robot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 44:
Pada tahun 1845 Negeri Tana’ Rundang secara administratif disahkan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai desa dan dimasukkan dalam wilayah kepolisian distrik Tonsea, Tewu Arnold Tanod tetap terpilih sebagai Hukum Tua atau Ukung Tua (kepala keluarga yang dituakan) tambahan nama Arnold adalah nama baptis dia seiring masuknya agama Kristen di negeri itu (dikupas khusus pada sejarah GMIM Eben Haezer, Tanjung Merah), dan Ibrahim Bugis Lengkong dipercayakan sebagai Juru Tulis. Nama Tana’ Rundang diganti menjadi Tanjung Merah, walaupun dalam pergaulan sehari-hari orang Tonsea, tetap disebut Tana’ Rundang sampai sekitar tahun 1950an.
Penting untuk diketahui sebagai fakta perjalanan sejarah, bahwa sekitar akhir abad ke 19 beberapa keluarga dari Tanjung Merah telah membuka areal perkebunan dan pemukiman baru ke arah Timur Laut yang dikemudian hari telah berkembang pesat menjadi sebuah kota pelabuhan
Selain sejarah Tanjung Merah juga terjadi peristiwa-peristiwa penting antara lain wabah penyakit Malaria, tahun 1934 pernah dilanda banjir besar yang hampir meratakan seluruh pemukiman, masa pendudukan Jepang banyak orang Tanjung Merah dibantai tentara Nipon di Tasik Koki, pergolakan PRRI/Permesta rumah-rumah penduduk termasuk gedung gereja musnah dibakar.
Baris 52:
Kendati demikian, Negeri Tanjung Merah tetap ada hingga sekarang. Tanjung Merah memang negeri para Waraneij dibawah pimpinan Tunduan Teterusan, yakni kaum prajurit perkasa yang setia mengorbankan jiwa raga untuk mempertahankan hak dan martabat kemanusiaan, khususnya di tanah leluhur. Keteguhan para tumani Banua Tana’ Rundang itu barangkali bukanlah sesuatu yang perlu diagung-agungkan, namun paling tidak, itulah bukti sebuah keperkasaan dan ketabahan yang patut dimiliki sepanjang generasi orang Tanjung Merah dimana saja berada. Tanjung Merah adalah negeri tertua yang juga merupakan Tumani um Banua Bitung, sehingga merupakan “warisan” sejarah yang patut dijaga dan dikembangkan bersama menjadi kampung cagar budaya Minahasa.
* Tewu Tanod berdasarkan kisah-kisah sejarah perang suku Minahasa kemungkinan adalah orang yang sama yang memimpin perang melawan Belanda yang dikenal perang benteng Moraya di Tondano tahun 1809.
Sumber dan bukti terkait berita:
|