Elpidius van Duijnhoven: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib) k tidy up, replaced: mengijinkan → mengizinkan, added orphan tag |
k Robot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 2:
[[Berkas:Oppung Dolok JPG.jpg|thumb|Sampul Depan Buku Biografi Elpidius Van Duijhoven (Oppung Dolok) karya Simon Saragih (Bina Media Perintis, 2014)]]
'''Elpidius
== Kehidupan Awal dan Latar Belakang Keluarga ==
Elpidius
Sejak muda Epidius sudah akrab dengan kehidupan para biarawan [[Kapusin]] karena di dekat Erp terdapat sebuah biara Kapusin, Handel, dan seorang pamannya membaktikan hidupnya sebagai biarawan Kapusin, yakni Bruder Willebrordus. Latar belakang keluarganya sebagai
== Menaburkan dan Menyirami Benih Injil di Tanah Batak ==
Kira-kira tujuh tahun setelah menerima tahbisan Imam, Elpidius berangkat ke [[Hindia Timur]], tepatnya menuju Batavia (Jakarta) dengan kapal ''Johan de''. Dia tiba di Belawan tanggal 16 Februari 1934 dan ditempatkan di Pematangsiantar<ref>Bdk. Saragih Simon, ''Elpidius...''hlm.6</ref>. Sejak itu, Elpidius menghabiskan seluruh hidupnya sebagai misionaris di daerah Sumatra Utara. Karya misionernya telah melewati tiga tahap penting dalam garis besar sejarah Indonesia: Era Penjajahan Belanda, Era Pendudukan Jepang, Era Kemerdekaan.
* '''Era Penjajahan Belanda'''
Elpidius tidak serta merta dapat menjalankan pewartaan Injil dengan leluasa ketika pertama kali tiba Sumatra Utara. Dia mesti menunggu kira-kira satu tahun hingga pemerintah Kolonial Belanda secara resmi mengizinkan misi Katolik memasuki tanah Batak<ref>Bdk. ''Saragih Simon, Elpidius...''hlm.7</ref>. Sejak itu Elpidius mengembara dari desa ke desa di daerah Simalungun; bertemu, bertukar pikiran, membantu dan juga mendidik penduduk asli seraya menaburkan benih-benih Injil. Daerah lain yang pernah menjadi tempat pewartaannya adalah tanah Karo dan
* '''Era Pendudukan Jepang'''
Masuknya tentara Jepang ke Indonesia berkat kemenangan dalam [[perang pasifik]], menimbulkan pergolakan di sejumlah wilayah Indonesia. Sumatra Utara terseret dalam pusaran perang karena perwakilan pemerintah Belanda di Sumatra Utara menolak takluk kepada Jepang dan memilih medan perang sebagai arena mempertahankan kekuasaan<ref name="univpgri-palembang.ac.id">Lih. Riclefs M.C., ''A History of Modern Indonesia c. 1200''. Dimuat dalam http://www.univpgri-palembang.ac.id/perpus-fkip/Perpustakaan/History/Sejarah%20Indonesia%20Modern%201200.pdf, diakses 5 Maret 2015</ref>. Perang tersebut merenggut banyak nyawa, termasuk warga sipil. Elpidius tetap menjalankan pelayanannya di tengah kecamuk perang tersebut, memimpin ibadah penguburan para korban perang. Dalam menjalankan tugasnya, Elpidius beberapa kali berhadapan dengan ancaman bahaya seperti dihadang, bahkan disandera tentara Jepang dan dihentikan
* '''Era Kemerdekaan'''
Kekalahan Jepang dalam perang dunia II, membuka jalan dan titik terang bagi rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Namun kemerdekaan itu tidak serta merta mebawa kenyaman dan kesejahteraan hidup masyarakat. Pergolakan-pergolakan kecil terjadi di sejumlah daerah dan pusat (Jakarta). Kemudian sebuah
Elpidius dalam tugas pewartaannya turut merasakan imbas dari situasi tersebut. Dia sempat dicurigai oleh Tentara sebagai bagian dari PKI karena medoakan arwah para korban G30SPKI. Dia sempat diintrogasi oleh Kodam setempat<ref>Saragih Simon, ''Elpidius...''hlm. 23-24</ref>.
Pada sisi lain, kesibukannya semakin meningkat karena jumlah umat berkembang pesat terutama karena banyak orang yang sebelumnya tidak beragama berlomba-lomba menginisiasikan diri dengan sebuah agama untuk menghindari cap PKI. Elpidius mengerahkan segenap tenaga untuk melayani umat, bukan hanya dalam bidang kerohanian, tetapi juga membantu mereka keluar dari jerat kemiskinan, membantu orang sakit dan meningkatkan pendidikan.
|