Diakonia Transformatif: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
k Robot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 2:
'''Diakonia Transformatif''' adalah bentuk diakonia yang gereja lakukan dengan mengembangkan bentuk [[Diakonia Karitatif]] dan [[Diakonia Reformatif]].<ref name="Widyatmadja">{{id}} Josef P. Widyatmadja. 2010. ''Yesus dan Wong Cilik''. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 47-60.</ref>
== Pengertian ==
Diakonia Transformatif dikenal juga dengan istilah Diakonia Pembebasan.<ref name="Widyatmadja"/> Diakonia transformatif tidak berfokus pada satu individu saja tetapi pada kelompok masyarakat.<ref name="Widyatmadja"/> Diakonia Transformatif mengilhami pemikiran [[Paulo Freire]], yakni mengusahakan penyadaran (konsientasi) dan mendorong rakyat untuk percaya pada diri sendiri melalui pemberdayaan dan pengorganisasian (''organizing and empowering people'').<ref name="Widyatmadja"/> Maka dari itu, bentuk diakonia ini dilakukan dengan menyadarkan masyarakat mengenai hakikat dirinya sehingga mereka memiliki rasa percaya diri, dan juga memberdayakan masyarakat dengan mengorganisasikan mereka sehingga mereka dapat menghadapi serta melawan ketidakadilan melalui kemampuannya sendiri.<ref name="Untoro">{{id}} Jimmy Oentoro. 2010. ''Gereja Impian: Mejadi Gereja Yang Berpengaruh''. Jakarta: Gramedia, 79</ref>
== Tujuan Pelayanan ==
Diakonia Transformatif bertujuan untuk mewujudkan perubahan total dalam fungsi dan penampilan kehidupan bermasyarakat, yakni perubahan yang terjadi dalam seluruh aspek kehidupan manusia (aspek [[politik]], [[sosial]], dan [[ekonomi]]), dan juga membebaskan rakyat kecil dari belenggu ketertindasan struktural yang tidak adil.<ref name="Widyatmadja"/> Selain itu, tujuan jangka panjang dari bentuk diakonia seperti ini ialah perubahan sosial budaya (''socio-culture transformation'')
== Fokus Pelayanan ==
Fokus pelayanan Diakonia Transformatif ini mengarah pada rakyat yang adalah sumber sejarah.<ref name="Widyatmadja"/> Maka dari itu, konten pelayanannya lebih bersifat preventif (pencegahan), menjunjung tinggi keadilan, mewadahi partisipasi rakyat, menganalisis persoalan kemiskinan dengan kacamata sosial, melakukan penyadaran dan mengorganisasi rakyat. <ref name="Daulay">{{id}} Richard M. Daulay. 2009. ''Firman Hidup 64''. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 64.</ref> Partisipasi rakyat sangat diperlukan dalam melakukan diakonia seperti ini karena rakyatlah sumber penentu berjalannya transformasi kehidupan.<ref name="Widyatmadja"/> Manfaat dari adanya partisipasi rakyat ialah:<ref name="Widyatmadja"/>
* Proyek transformasi akan mendarat dan dapat diterima oleh rakyat.
* Rakyat dengan sukarela akan memberikan sumbangan tenaga dan material karena mereka akan merasakan manfaat langsung dari proyek
* Rakyat akan terbuka pada perubahan serta terlatih dalam mengelola proyek.
* Rakyat akan bertanggung jawab memelihara dan mengamankan proyek karena merasa ikut memiliki.
Baris 17:
Partisipasi rakyat dimulai dari sejak awal hingga berhasilnya bentuk diakonia ini terlaksana.<ref name="Widyatmadja"/>
== Tugas dan Risiko Pelayanan ==
Dalam melakukan Diakonia Transformatif ini, gereja memiliki tugas untuk
Meskipun seperti itu, pelaksanaan Diakonia Transformatif menuai dampak buruk berupa ragam konflik dan risiko yang tinggi, karena para pelaku diakonia ini harus berjuang melawan sistem yang tidak adil dan kekuasaan yang semena-mena. <ref name="Sing">{{id}} Emmanuel Gerrit Singgih. 2000. ''Iman dan Politik dalam Era Reformasi di Indonesia ''. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 187-188.</ref> Selain itu, pelaksanaan diakonia ini memerlukan waktu yang cukup lama karena dalam prosesnya diperlukan pembenahan atas lingkaran sosial yang menyimpang dan yang menyebabkan kekacauan serta ketertindasan.<ref name="Widyatmadja"/>
|