Djamiat Dalhar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: cidera → cedera using AWB
Baris 1:
'''Muhammad Djamiat Dalhar''' ({{lahirmati|[[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]]|25|11|1927|[[Jakarta]]|23|3|1979}}; lebih dikenal dengan nama '''Djamiat Dalhar''') adalah seorang mantan pemain sepak bola nasional dan juga pelatih [[Tim nasional sepak bola Indonesia|timnas Indonesia]]. Berasal dari keluarga guru sekolah [[Muhammadiyah]]. Ayahnya, Dalhar, adalah pemain sepak bola yang andal di kota kelahirannya, di samping tokoh Muhammadiyah. Dia mulai bermain sepak bola ketika kanak-kanak, di alun-alun sekitar masjid Agung Yogyakarta. Setelah melalui masa kanak-kanaknya, bermain dengan kaki ayam, ia bergabung dengan klub HW (Hisbul Wathan) Yogya, di mana ayahnya bermain sebagai kiri dalam. Posisi itu pula yang kemudian ditempati Djamiat, termasuk ketika memperkuat tim [[PSSI]].
 
Dari menonton penampilan [[Soedarmadji]], salah satu pemain pribumi yang memperkuat [[Tim nasional sepak bola Hindia Belanda|Hindia Belanda]] dalam [[Piala Dunia FIFA 1938|Piala Dunia 1938]], kemudian menirukannya, Djamiat mengembangkan kemampuan dirinya. Kesungguhan itu pula yang membuat drg. [[Endang Witarsa]], lawan mainnya saat pertandingan di [[Semarang]], terkesan saat berjumpa kembali dengan Djamiat di Jakarta. Saat cedera lutut, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan sekolah di Sekolah Apoteker Salemba, Jakarta. Endang yang sudah praktik dokter gigi di RS Cipto Mangunkusumo menawarkannya berobat dengan seorang dokter ahli sekaligus mencarikan donatur untuk mengobati cideracedera lutut yang sepertinya akan mengakhiri karier sepak bola Djamiat. Operasi itu berhasil dan ia dapat meneruskan karier sepak bolanya dengan bergabung pada klub [[UMS]] yang dilatih Witarsa.
 
Karier sepak bolanya meningkat ketika pelatih PSSI asal Yogoslavia, [[Antun Pogačnik]], kembali memanggilnya untuk memperkuat tim nasional. Djamiat mesti berjuang keras untuk menjadi pemain nasional. Ia sempat diragukan karena tubuhnya mulai gemuk, dan juga perlu perjuangan ekstra keras untuk menggantikan pemain-pemain yang sudah mapan. Namanya diabadikan sebagai Piala Kejurnas Sepak Bola U-17, yang didedikasikan atas peranannya dalam mencari bibit-bibit unggul sepak bola nasional.