Pelantikan Kaisar Jepang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 20:
''Daijo-sai'', atau Perayaan Ucapan Terima Kasih Besar, adalah ritual pelantikan ketiga dan paling penting—dan juga paling kontroversial, karena upacara tersebut adalah sebuah upacara dimana Kaisar dipersatukan dengan Leluhur Kekaisarannya, dewi matahari [[Amaterasu|Amaterasu-ōmikami]], untuk berbagi [[keilahian]]nya dengan cara yang unik. Upcara tersebut tidak disebutkan dalam Konstitusi yang dituangkan oleh pasukan pendudukan Amerika, sehingga konstitusional saat ini dipertanyakan pada masa pengangkatan Kaisar saat ini Akihito.
Pertama, dua [[sawah]] khusus dipilih dan dimurnikan oleh ritual pemurnian [[Shinto]]. Para keluarga petani yag menanam padi di sawah tersebut harus dalam kondisi sehat. Saat padi tumbuh dan panen, beras-berasnya dibawa ke sebuah kuil Shinto khusus sebagai ''goshintai'' (御神体), persembahan kepada seorang ''[[kami]]'' atau pasukan ilahi. Setiap biji harus utuh dan tidak rusak, dan satu per satu dipoles sebelum direbus. Beberapa [[sake]] juga dihasilkan dari
Sementara itu, dua gubuk dua kamar dua atap dibangun di dekat tempat khusus, menggunakan gaya bangunan Jepang asli yang mendapatkan pengaruh budaya [[Budaya Tionghoa|Tionghoa]]. Satu kamar berisi [[mebel]] besar di tengahnya; kamar yang kedua digunakan oleh para musisi. Seluruh perabotan dan barang-barang rumah tangga juga dipersiapkan lebih awal, dan sebagian besar memiliki bentuk Jepang yang murni: contohnya, seluruh obyek [[tembikar]] dipanaskan namun tidak diglasir. Dua struktur tersebut mewakili rumah Kaisar sebelumnya dan Kaisar yang baru. Pada masa-masa awal, saat kepala seorang rumah tangga meninggal, rumahnya dibakar; sebelum pendirian [[Kyoto]], saat seorang Kaisar wafat, seluruh ibukotanya dibakar sebagai upacara pemurnian.
|