Kongres Bahasa Jawa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: atmosfir → atmosfer, removed stub tag using AWB
Baris 8:
* Kongres Bahasa Jawa IV, 10-14 September 2006 di [[Semarang]]<ref>[http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/09/11/brk,20060911-83759,id.html tempo interaktif-kongres bahasa jawa IV]</ref>
* Kongres Bahasa Jawa V tahun 2011 di [[Surabaya]]
* Kongres Bahasa Jawa VI tahun 2016 di [[Daerah Istimewa Yogyakarta|Yogyakarta]]<ref>[http://www.kongresbahasajawa.org/ Kongres Bahasa Jawa VI] </ref>
 
== Kongres Bahasa Jawa VI tahun 2016 ==
Baris 14:
Bahasa dan sastra Jawa hidup di tengah-tengah perkembangan masyarakat yang semakin modern. Kita ingin menjadikan kota-kota di berbagai daerah semakin maju dan mampu menyejahterakan masyarakatnya. Beberapa ahli telah mengidentifikasi beberapa daerah perkotaan berdasarkan jumlah penduduk dengan menggunakan tiga kriteria, yaitu perkembangan ekonomi, perkembangan sosial, dan perkembangan lingkungan hidup untuk diberi predikat “'''kota cerdas'''”.  Berdasarkan jumlah penduduk, kota di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kota yang berpenduduk hingga 200.000 jiwa, kota yang berpenduduk 200.000 – 1.000.000 jiwa, dan kota yang berpenduduk di atas 1.000.000 jiwa. Berdasarkan jumlah penduduk itu, kemudian diidentifikasi berdasarkan tiga kriteria.
 
Atas dasar kriteria di atas, kota-kota di Provinsi DIY, Jateng, dan Jatim yang terpilih sebagai kota cerdas 2015 adalah sebagai berikut. ''Pertama'', predikat kota cerdas berpenduduk 1 juta ke atas di raih Kota Surabaya dan Kota Semarang.  ''Kedua'', predikat kota cerdas berpenduduk 200.000 - 1.000.000 diraih oleh Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, dan Kota Malang. ''Ketiga'', kota cerdas berpenduduk hingga 200.000 diraih oleh Kota Magelang, Kota Madiun, Kota Mojokerto, dan Kota Salatiga.
 
Berdasarkan penentuan kota-kota cerdas di Indonesia, nampaknya arah pembangunan bangsa dan negara kita akan diarahkan menjadi kota cerdas berdasarkan kriteria di atas. Di samping itu, harus diakui bahwa sebaran penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan pada tahun 1950  hanya 26%, dan pada tahun 2025 nanti akan menjadi 85% (Budiman Tanuredjo, akun @hariankompas).
 
Kita tidak boleh menutup mata terhadap kehidupan generasi muda sekarang. Mereka hidup di tengah-tengah gegap-gempitanya teknologi yang memberi paparan berbagai informasi, bahkan sampai pada sumber-sumber penghidupan yang dapat menyejahterakan  mereka pun terpapar melalui teknologi.
 
Dengan semakin akrapnya teknologi internet, gadget dan teknologi lain, bahasa dan sastra Jawa akan mengambil posisi di mana? Perkembangan ekonomi melalui peningkatan  kualitas SDM, pengelolaan sumber daya alam untuk menyejahterakan masyarakat, hubungan sosial kemasyarakatan yang semakin  heterogen, bahasa Jawa berada di tengah-tengah himpitan perubahan zaman. 
 
Jika potret di atas dipakai sebagai dasar membuat kebijakan pengembangan, pelestarian, dan pendidikan bahasa dan Sastra Jawa, kita tidak mungkin lagi hanya kembali bernostalgia ke masa lampau bahwa bahasa Jawa pernah berjaya karena memiliki nilai adi luhung. Kita tidak mungkin bernostalgia seperti itu, sementara realita perubahan masyarakat dan perencanaan pembangunan bangsa ke depan tidak mungkin kembali  ke masa lampau.
 
Dengan tantangan  seperti itu, kita tidak mungkin hanya berpikir secara konvensional. Masyarakat Jawa harus bangkit berpikir kreatif dan inovatif  agar dapat melakukan hal-hal yang spektakuler sehingga bahasa Jawa mampu memberikan sumbangan terhadap pembangunan dan pembentukan kepribadian  nasional di zaman modern. 
 
Namun, di sisi lain harus diakui bahwa para pemegang tampuk pimpinan di tingkat Provinsi, Kabupaten/kota  tidak boleh lalai dengan kondisi bahasa Jawa di daerah masing-masing. Keberadaan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah, memerlukan dukungan politik anggota DPRD, Gubernur, Bupati/Walikota.
 
Secara metaforis dapat dikatakan bahwa “mata air” budaya Jawa adalah bahasa Jawa. Bahkan, sebagian ruh kebudayaan nasional teraliri nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa yang manifestasinya  disebut budaya Jawa. Konsep-konsep kebudayaan nasional sudah teraliri budaya Jawa, seperti semangat ''gotong royong'', sikap ''lembah manah'', slogan “''ngono ya ngono'', ''ning aja ngono''”, ''angon rasa'', ''adu rasa'' adalah ruh budaya Jawa yang telah diterima sebagai unsur kebudayaan nasional. 
 
Namun, dewasa ini ”debit mata air” itu semakin mengecil. Bahasa Jawa sudah tidak banyak memunculkan nilai-nilai baru yang dapat “mengaliri” budaya nasional. Hal ini tidak boleh dibiarkan dan masyarakat Jawa harus mau ''cancut tali wanda'' untuk ber''-triwikrama.''
Baris 43:
# Pemetaan pemakaian BJ di daerah perkotaan untuk mewujudkan kota cerdas
# Pengembangan istilah BJ untuk mendukung perkembangan kota cerdas sebagai ''branding'' produk-produk lokal untuk memasuki pasar MEA
# Perubahan sikap keluarga muda masyarakat Jawa di perkotaan terhadap BJ di Indonesia dengan menciptakan atmosfiratmosfer kejawaan di lingkungannya Peran wanita (terutama ibu-ibu muda) dalam mengoptimalkan pemakaian dan pengembangan bahasa dan sastra Jawa di lingkungan umum (seperti Posyandu dan Puskesmas).
* '''Pelestarian'''
# Pengoptimalan pemakaian BJ di kantong-kantong budaya Jawa sebagai wahana pelestarian bahasa dan sastra Jawa.
Baris 78:
== Keputusan-keputusan penting Kongres Bahasa Jawa ==
* Diwajibkannya pengajaran Bahasa Jawa dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas sederajat di 3 Provinsi pemrakarsa kongres Bahasa Jawa.
* Pembentukan Dewan Bahasa Jawa di 3 Provinsi. <ref>[http://ppsjs.multiply.com/journal/item/41/PUTUSAN_KONGRES_BASA_JAWA_KBJ_IV PUTUSAN KONGRES BASA JAWA (KBJ) IV]</ref>
 
== Lihat pula ==
Baris 98:
* [http://rumahsastraindonesia.wordpress.com/2011/10/16/kongres-sastra-jawa-iii-masih-melawan/ Kongres Sastra Jawa III]
* [http://www.solopos.com/2011/12/05/jawa-perlu-berapa-kongres-127198 Jawa Perlu Berapa Kongres]
{{Peristiwa-stub}}
 
[[Kategori:Bahasa Jawa]]