Abu Yazid al-Busthami: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: hakekat → hakikat using AWB
Baris 68:
Ia juga mengungkapkan bahwa pernah terbesit di [[hati]]nya untuk memohon kepada Allah agar dia diberikan sifat ketidakpeduliaan terhadap [[makanan]] dan [[wanita]] sama sekali, tetapi hatinya kemudian berkata, ''"Pantaskah aku meminta kepada [[Allah]] sesuatu yang tidak pernah diminta oleh Rasulullah saw?"'' <ref name=a/> Bahkan karena begitu taatnya pada ajaran [[agama]], dia meng[[hukum]] dirinya sendiri jika melanggar.<ref name=a/> Katanya, ''"Aku ajak diriku untuk mengerjakan sesuatu yang termasuk dalam perbuatan taat, namun kemudian diriku tidak mematuhinya. Oleh karena itu, selama setahun diriku tidak kuberi [[air]] (minum)."''' <ref name=a/> Kisah lain juga pernah ia alami.<ref name=a/> Sebuah riwayat (cerita turun-temurun) memberitahukan bahwa suatu ketika ia ber[[malam]] di [[padang pasir]] dan menutup [[kepala]]nya dengan [[pakaian]] lalu tertidur.<ref name=a/><ref name=dd>Departemen Pendidikan Nasional (2008).''Kamus Besar Bahasa Indonesia''.Jakarta:Gramedia.Cet. 1 Edisi IV. Hal 1178</ref> Tak disangka, dia mengalamai hadats besar (suatu kondisi yang dapat menghalangi seseorang melakukan [[shalat]], seperti [[haid]], keluarnya [[mani]], dan lain-lain), sehingga diwajibkan [[mandi]] jinabat /mandi [[wajib]](mengalirkan air dan mengusap seluruh angota tubuh dengan melafalkan niat tertentu).<ref name=a/><ref name=p>Alim, Zezen Zainal(2012).''Panduan Lengkap Shalat Sunnah Rekomendasi Rasulullah''.Jakarta:PT Agromedia Pustaka.Hal 17-19</ref><ref name=q>Hasbiyallah (2006).''Fikih''.Jakarta:Grafindo MediaPratama. Hal 15</ref> Akan tetapi malam itu terlalu dingin dan ketika terbangun, dirinya merasa enggan untuk mandi dengan air yang juga terlalu dingin.<ref name=a/> Abu Yazid berniat untuk mandi saat [[matahari]] sudah tinggi, namun setelah menyadari betapa ia tidak mempedulikan [[kewajiban]] agama, akhirnya dia bangkit dan melumerkan salju pada jubahnya.<ref name=a/> Setelah itu Abu Yazid mandi dengan menggunakan [[jubah]] yang basah dan dingin tersebut lalu dia dipakainya kembali.<ref name=a/> [[Tubuh]]nya kedinginan, lalu ia jatuh [[pingsan]].<ref name=a/>
Banyak [[literatur]] menyebutkan bahwa ia [[wafat]] pada tahun [[261]] [[Hijriyah]] /[[875]] [[Masehi]].<ref name=a/><ref name=ff>Siradj, Said Aqil (2003).''Ma’rifatullah:Pandangan Agama-Agama dan Tradisi Filsafat.''Jakarta:Elsas Jakarta. Hal 43-60</ref> Namun pendapat lain menyebutkan bahwa ia wafat pada [[tahun]] [[264]] Hijriyah / [[878]] Masehi.<ref name=a/> Abu Yazid menghabiskan seluruh hidupnya di [[kota]] kelahirannya, Bistami.<ref name=a/> Pernah ada yang berkata padanya bahwa [[orang]] yang mencari hakekathakikat (hidup) biasanya selalu mengembara dari satu tempat ke tempat lain.<ref name=a/> Kemudian ia hanya menjawab, ''"Temanku (maksudnya, Tuhan) tidak pernah berpergian, dan karena itu aku pun tidak berhijrah (berpindah)dari sini."''<ref name=a/>
Namun tidak dapat diacuhkan ketika beberapa kali ia terpaksa menyingkir dari Bistami karena munculnya tekanan dan permusuhan dari pihak yang menganggap [[tasawuf|sufisme]] atau tasawufnya menyimpang, tetapi hal itu hanya berlangsung dalam [[waktu]] yang relatif singkat.<ref name=a/>