Budaya Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Hindia-Belanda +Hindia Belanda)
HsfBot (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: nasehat → nasihat using AWB
Baris 78:
[[Berkas:Aksara Minangkabau.jpg|thumb|left|150px|Aksara Minangkabau]]
 
Masyarakat Minangkabau telah memiliki budaya literasi sejak abad ke-12. Hal ini ditandai dengan ditemukannya aksara Minangkabau. [[Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah]] merupakan salah satu literatur masyarakat Minangkabau yang pertama. [[Tambo Minangkabau]] yang ditulis dalam [[Bahasa Melayu]], merupakan literatur Minangkabau berupa historiografi tradisional. Pada abad pertengahan, sastra Minangkabau banyak ditulis menggunakan [[Huruf Jawi]]. Pada masa ini, sastra Minangkabau banyak yang berupa dongeng-dongeng jenaka dan nasehatnasihat. Selain itu ada pula kitab-kitab keagamaan yang ditulis oleh ulama-ulama tarekat. Di akhir abad ke-19, cerita-cerita tradisional yang bersumber dari mulut ke mulut, seperti ''[[Kaba Cindua Mato|Cindua Mato]]'', ''[[Kaba Anggun Nan Tongga|Anggun Nan Tongga]]'', dan ''[[Malin Kundang]]'' mulai dibukukan.
 
Pada abad ke-20, sastrawan Minangkabau merupakan tokoh-tokoh utama dalam pembentukan bahasa dan sastra Indonesia. Lewat karya-karya mereka berupa novel, roman, dan puisi, [[sastra Indonesia]] mulai tumbuh dan berkembang. Sehingga novel yang beredar luas dan menjadi bahan pengajaran penting bagi pelajar di seluruh [[Indonesia]] dan [[Malaysia]], adalah novel-novel berlatarbelakang budaya Minangkabau. Seperti ''[[Tenggelamnya Kapal Van der Wijck]], Merantau ke Deli'' dan ''[[Di Bawah Lindungan Ka'bah (novel)|Di Bawah Lindungan Ka'bah]]'' karya [[Hamka]], ''[[Salah Asuhan]]'' karya [[Abdul Muis]], ''[[Sitti Nurbaya]]'' karya [[Marah Rusli]], dan ''[[Robohnya Surau Kami]]'' karya [[Ali Akbar Navis]]. Budaya literasi Minangkabau juga melahirkan tokoh penyair seperti [[Chairil Anwar]], [[Taufiq Ismail]] dan tokoh sastra lainnya [[Sutan Takdir Alisjahbana]].