Pembatalan perkawinan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ign christian (bicara | kontrib)
k Ign christian memindahkan halaman Anulasi ke Pembatalan perkawinan
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
'''Pembatalan perkawinan''', dalam lingkup [[Gereja Katolik]] terkadang disebut '''anulasi''' ({{lang-en|annulment}}),<ref>{{citation |url=https://books.google.co.id/books?id=CoEoejVwL1sC |author1=Gerald O'Collins, SJ |author2=Edward G. Farrugia, SJ |title=Kamus Teologi |publisher=Penerbit Kanisius |year=1996 |isbn=9789794975244 |page=30}}</ref> adalah suatu [[hukum acara|prosedur hukum]] untuk menyatakan bahwa suatu [[perkawinan]]/pernikahan [[batal (hukum)|batal dan tidak berlaku]] (atau batal demi hukum).<ref>{{en}} {{cite book |title= Statsky's Family Law: The Essentials|last= Statsky|first= William|year= 1996|publisher= Delmar Cengage Learning|isbn= 1-4018-4827-3|pages= 85–86}}</ref> Tidak seperti [[perceraian]], anulasi umumnya bersifat [[retroaktif]], yang berarti bahwa suatu perkawinan yang dianulasi dianggap tidak valid sejak awal seolah-olah tidak pernah terjadi (meskipun beberapa yurisdiksi menyatakan bahwa perkawinan hanya tidak berlaku dari tanggal anulasi tersebut; sebagai contoh adalah kasus dalam pasal 12 [[:en:Matrimonial Causes Act 1973|Matrimonial Causes Act 1973]] di Inggris dan Wales<ref>{{en}} Report on Family Law (Scot Law Com No 135, 1992): http://www.scotlawcom.gov.uk/download_file/view/446/ See paragraph 8.23."In English law a decree of nullity in respect of a voidable marriage now has prospective effect only. It operates "to annul the marriage only as respects any time after the decree has been made absolute, and the marriage shall, notwithstanding the decree, be treated as if it has existed up to that time.""</ref>).
Dalam terminologi hukum, anulasi menjadikan suatu [[perkawinan yang tidak sah]] ataupun suatu perkawinan yang sah ([[perkawinan yang dapat dibatalkan]]) dianggap tidak ada (atau batal).<ref name=esposito>{{en}} John L. Esposito (2002), Women in Muslim Family Law, Syracuse University Press, ISBN 978-08156290850-8156-2908-5, pp. 33-34</ref>
 
== Kekristenan ==
Baris 10:
Dalam [[Hukum kanon (Gereja Katolik)|hukum kanon]] [[Gereja Katolik]], anulasi atau pembatalan perkawinan secara tepat disebut "[[Pernyataan nulitas|Pernyataan Nulitas]]" karena, menurut [[teologi Katolik|doktrin Katolik]], [[Sakramen Perkawinan (Gereja Katolik)|perkawinan]] dari orang-orang yang telah di[[baptis]] adalah suatu [[Sakramen Gereja Katolik|sakramen]] sehingga, sekali [[konsumasi|disempurnakan]] (terjadi persetubuhan) dan karenanya dikonfirmasi, tidak dapat dibubarkan selama kedua belah pihak masih hidup di dunia ini. "Pernyataan Nulitas" bukan pembubaran atas suatu perkawinan, tetapi sekadar temuan secara hukum bahwa tidak pernah terjadi suatu perkawinan yang valid/sah. Hal ini dapat dianologikan dengan temuan bahwa suatu kontrak penjualan tidak valid, dan karenanya properti yang dijual harus dianggap tidak pernah dialihkan secara hukum menjadi kepemilikan orang lain. Di sisi lain, perceraian dipandang sebagai pengembalian properti tersebut setelah suatu penjualan yang terwujud/terlaksana.
 
[[Takhta Suci]] dapat memberikan dispensasi atas perkawinan ''[[ratum sed non consummatum]]'' karena, meski telah diratifikasi (''ratum'') tetapi belum di[[konsumasi|sempurnakan]] (''sed non consummatum''), tidak benar-benar tak terpisahkan. Namun, [[perkawinan kodrati]] yang valid tidak dianggap sebagai suatu sakramen jika salah satu pihak belum dibaptis. Pada keadaan-keadaan tertentu, perkawinan dapat dibubarkan dalam kasus [[privilegium Paulinum]]<ref>1 Korintus 7:10-15</ref> dan [[privilegium Petrinum]],<ref>{{en}} [https://books.google.com/books?id=k85JKr1OXcQC&pg=PA1036&lpg=PA1036&dq=petrine+privilege+dictionary&source=bl&ots=32K3TJO2l6&sig=8b0cF186vU1UNrRxJOBsqALv-aY&hl=en&sa=X&ei=qaIhUufkJIiO7QbfyIG4Dg&redir_esc=y#v=onepage&q=petrine%20privilege%20dictionary&f=false Orlando O. Espín, James B. Nickoloff (editors), ''An Introductory Dictionary of Theology and Religious Studies'' (Liturgical Press 2007 ISBN 978-0-814658568146-5856-7), p. 1036]</ref> tetapi hanya demi kebaikan rohani yang lebih tinggi dari salah satu pihak.
 
{{quote|text=Gereja memandang kesepakatan para mempelai sebagai unsur yang mutlak perlu untuk perjanjian perkawinan. "Perkawinan itu terjadi" melalui penyampaian kesepakatan. Kesepakatan itu merupakan "tindakan manusiawi, yakni saling menyerahkan diri dan saling menerima antara suami dan isteri": "Saya menerima engkau sebagai isteri saya" - "saya menerima engkau sebagai suami saya". Kesepakatan yang mengikat para mempelai satu sama lain diwujudkan demikian, bahwa "keduanya menjadi satu daging". Kalau kesepakatan tidak ada, perkawinan tidak terjadi. Kesepakatan harus merupakan kegiatan kehendak dari setiap pihak yang mengadakan perjanjian dan bebas dari paksaan atau rasa takut yang hebat, yang datang dari luar. Tidak ada satu kekuasaan manusiawi dapat menggantikan kesepakatan. Kalau kebebasan ini tidak ada, maka perkawinan pun tidak sah. Karena alasan ini (atau karena alasan-alasan lain yang membuat perkawinan tidak terjadi) Gereja, setelah masalah ini diperiksa oleh pengadilan Gereja yang berwewenang, dapat menyatakan perkawinan itu tidak sah, artinya perkawinan itu tidak pernah ada. Dalam hal ini kedua pihak bebas lagi untuk kawin; mereka hanya harus menepati kewajiban-kewajiban kodrati, yang muncul dari hubungan yang terdahulu. –''[[Katekismus Gereja Katolik]]'', 1626-1629}}
Baris 21:
 
== Lihat pula ==
* [[Alimoni]]
* [[Konflik hukum perkawinan]]
* [[Perceraian]]
* [[Perkawinan yang tidak sah]]
* [[Perpisahan secara hukum]]
* [[Sakramen Perkawinan (Gereja Katolik)|Teologi perkawinan Katolik]]
 
== Catatan ==