Tegaldowo, Gunem, Rembang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Clean up, replaced: Resiko → Risiko using AWB
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
Baris 50:
Setiap komunitas tertentu yang memiliki potensi ''economic capital'' berkecenderungan perkembangan sosialnya linier. Kepastian infrastruktur sosial, juga mendorong orang tidak betah bertempat tinggal. Namun ketika ditemukannya pemukiman dengan fungsi pemukiman dan lahan pangan yang tidak begitu menjanjikan, di dukuh Tegaldowo semakin rapat dengan pemukiman
 
''Terus ngalor maneh, kuwi jarene ono wong mati sing dik picis, terus dijenakno deso picis. Lha terus deso timbrangan kuwi bareng karo deso kene. Jan-jane ora timbrangan, tapitetapi timbangan. Wong asale kuwi dadi timbangane deso kene.'' (lalu ke utara lagi, katanya ada orang mati yang mirip dengan cara di salib, lalu dinamai desa Picis. Lalu, desa timbrangan itu bareng sama desa sini [Nglencong]. Sebenarnya bukan timbrangan, tapitetapi timbangan. Asalnya itu jadi pembanding desa [dukuh]  sini [dukuh Ndowan]). Sumber: Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Tegaldowo, tanggal 09 April 2014.
 
Desa Picis merupakan desa tetangga dari desa Tegaldowo. Desa Picis terletak di sebelah barat desa Tegaldowo. Desa Picis yang asal mula nama desa yang berdasar ritus kematian ini tampaknya tidak memiliki inter-relasi dengan situs “makam panjang”. Informasi hukum Picis di nusantara, hukum Picis membuat terhukum mengalami rasa pedih tak terkira sebelum mati. Cara eksekusi hukumannya pun dilakukan di tengah-tegah lapangan untuk dipertontonkan pada masyarakat sebagai bahan pelajaran agar anggota masyarakat tidak meniru kejahatan yang dilakukannya. Dalam informasi klasik, hukum Picis sendiri terilhami dari zaman Majapahit. Jenis hukumannya bervariasi, misalnya terhukum diikat di tonggak kayu atau pohon. Mereka yang di hukum picis, perlahan-lahan sekujur tubuhnya disayat-sayat dengan pisau atau belati, dan lukanya dioleskan cuka serta ditaburi garam.
Baris 58:
Dukuh yang ada di desa Tegaldowo selanjutnya adalah Trimbangan. Trimbangan dalam bahasa Jawa yang berarti pembanding dalam upaya meniadakan pertentangan.
 
''“Sing mesti timbangan, ora timbrangan, tapitetapi gampange wong ngomong, yo dadi timbrangan. Iku perubahan wis”''(yang pasti timbangan, bukan timbrangan, tapitetapi gampangnya orang ngomong, ya jadi timbrangan. Itu perubahan). Sumber: Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Tegaldowo, tanggal 09 April 2014.
 
Koreksi tentang timbrangan yang sebenarnya adalah timbangan merupakan komunikasi kebudayaan tentang apa yang disebut tentang persoalan hubungan manusia dengan sesamanya dan persoalan hubungan manusia dengan alam. Arti kata timbangan dapat didekati dua perspektif, diantarnya ekonomi dan ekologi. Dalam konteks pembangunan ekonomi, timbangan diartikan sebagai adalah visi menuju equlitas ekonomi atau pemerataan kesejahteraan. Selanjutnya dalam konteks ekologis, timbangan dapat dimaknai sebagai etika lingkungan hidup yang arif yang diyakini para ahli memiliki kandungan makna kehidupan. Etika lingkungan yang demikian disebut ekologi berkelanjutan, yaitu pembangunan berkelanjutan yang menekankan pada kelestarian ekologis dalam politik pembangunan nasional. Melalui makna di balik dukuh Timbrangan, tatanan sosial masyarakat Tegaldowo pada dasarnya memiliki bangunan sosial seperti halnya masyarakat pada umumnya yaitu suatu visi pembangunan sosial masa mendatang yang penuh dengan muatan keadilan sosial, sebagaimana yang dijadikan dasar pada masyarakat global.