Plompong, Sirampog, Brebes: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎top: fix edit
Perbaikan
Baris 12:
|kepadatan =1/100 M2
}}
'''LOKASI DAN KONDISI GEOGRAFIS'''
'''Plompong''' adalah sebuah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Sirampog, Brebes|Sirampog]], [[Kabupaten Brebes|Brebes]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]].
Desa [[Plompong]] ini bisa ditempuh dari kota terdekat, yaitu [[Bumiayu]] yang terletak di ruas jalan antara [[Tegal]] dan [[Purwokerto]]. Dari Bumiayu jaraknya sekitar 10 km ke arah timur. Untuk mencapai desa ini bisa ditempuh dari 2 jalur. Yang pertama dari Bumiayu melalui Desa [[Langkap]] dan [[Cilibur]]. Dan yang kedua dari Bumiayu melalui Desa [[Benda]] dan [[Manggis]], [[Kaliloka]]. Dari Bumiayu sepanjang 7 km jalannya cukup lebar dan halus. Tetapi setelah sampai Desa Manggis sepanjang 3 km menuju desa ini, jalannya sempit dan kasar, sehingga mobil sangat sulit mencapai lokasi. Sangat terkesan desa ini luput dari perhatian dan dianaktirikan oleh Pemerintah. Apalagi jembatan utama yang menuju desa ini pernah hancur dilanda banjir bandang beberapa waktu yang lalu. Desa yang satu ini terletak di lereng sebelah barat dari [[Gunung Slamet]] yang masih menyimpan aktifitas vulkanik. Topografinya berbukit-bukit dan bergelombang karena terletak di pegunungan, dengan kondisi jalan masih kurang bagus. Ketinggian antara 500 sampai 800 m dpl. Pemandangan alamnya masih cukup asri. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Ada juga sebagai pedagang, wiraswasta, buruh, dan pegawai. Banyak pula yang merantau ke luar daerah, terutama ke wilayah Jabodetabek.
 
==Sejarah==
Sebelah utara berbatasan dengan Desa [[Mlayang]] dan Manggis, sebelah Barat dengan Desa Benda dan Desa [[Adisana]], sebelah selatan dengan Desa Cilibur, sebelah timur dengan Desa [[Wanareja]], dan Desa [[Sridadi]]. Terdapat sebuah aliran sungai yang cukup fenomenal, karena selalu keruh dan ketika musim hujan alirannya cukup deras dan menakutkan, yaitu [[Sungai Keruh]]. Di bagian timur desa terdapat sebuah puncak bukit yang bentuknya sangat unik, seperti tumpeng nasi. Disebut dengan [[Gunung Sumping]]. Terdapat tugu sebagai penanda Titik [[Trianggulasi]] di puncaknya yang banyak ditumbuhi pepohonan jenis bambu. Dari puncak bukit yang tinggi ini bisa dilihat pemandangan ke berbagai penjuru yang sangat eksotis dan menakjuban. Kita bisa menyaksikan perkampungan penduduk, hamparan sawah, kebun, lembah, perbukitan, gunung-gunung, hutan dan sungai-sungai yang berkelok-kelok di kejauhan.
Dalam sejarah, desa ini sewaktu zaman kolonial [[Belanda]] sudah cukup dikenal. Banyak pejuang kemerdekaan yang lahir dari desa ini. Sewaktu penjajahan [[Jepang]], penderitaan penduduk sangat parah. Makanya bangkitlah semangat patriotisme dari para nenek moyang yang hidup di kala itu untuk melawan penjajah. Dalam masa-masa agresi militer Belanda, desa ini juga menjadi ajang pertempuran yang konon cukup sengit. Rakyat mengungsi karena ketakutan dan khawatir menjadi korban, menuju hutan-hutan di perbukitan yang saat itu masih sangat lebat. Bahkan penduduk dari desa lain juga banyak yang mengungsi di wilayah desa ini. Ketika muncul pemberontakan DI/TII pada tahun 1950-an, desa ini menjadi wilayah operasi militer yang intensif, karena menjadi tempat persembunyian beberapa anggota. Namun, desa ini tetap menyimpan berbagai kisah perjuangan patriotik dan heroik dari para penduduknya pada masa yang lalu.
 
==Geografis==
Sebelah utara berbatasan dengan Desa [[Mlayang]] dan Desa Manggis, sebelah Barat dengan Desa Benda dan Desa [[Adisana]], sebelah selatan dengan Desa Cilibur, sebelah timur dengan Desa [[Wanareja]], dan Desa [[Sridadi]]. Terdapat sebuah aliran sungai yang cukup fenomenal, karena selalu keruh dan ketika musim hujan alirannya cukup deras dan menakutkan, yaitu [[Sungai Keruh]]. Di bagian timur desa terdapat sebuah puncak bukit yang bentuknya sangat unik, seperti tumpeng nasi. Disebut dengan [[Gunung Sumping]]. Terdapat tugu sebagai penanda Titik [[TrianggulasiTriangulasi]] di puncaknya yang banyak ditumbuhi pepohonan jenis bambu. Dari puncak bukit yang tinggi ini bisa dilihat pemandangan ke berbagai penjuru yang sangat eksotis dan menakjuban. Kita bisa menyaksikan perkampungan penduduk, hamparan sawah, kebun, lembah, perbukitanhutan, gunung-gunung, hutan dan sungai-sungai yang berkelok-kelok di kejauhan.
 
Walaupun desa ini cukup terisolasi karena kondisi dan akses jalan yang tidak bagus, tetapi dalam hal pendidikan perlu mendapat acungan jempol. Di sini terdapat beberapa TK/RA/ABA, SD, MI, dua MTs, dua SMK, satu MA, dan dua pondok pesantren. Banyak sudah warga yang berpendidikan tinggi. Dalam hal adat-istiadat masih menerapkan budaya lokal yang arif dan kental dengan nuansa agama [[Islam]].
 
== Wilayah administrasi ==
Desa ini terdiri dari beberapa pedukuhan, yang beberapa di antaranya mempunyai nama yang unik, yaitu:
# [[Plompong Krajan]] sebagai "ibu kota" dan pusat kegiatan pemerintahan dan pendidikan
# Kedung Benter
# Cirendu (Tjirendoe)
# Pucung Lancar (Poetjoeng Lantjar)
# Pring Jajar (Pring Djadjar)
# Gempong
# Blok Ceper (Blok Tjeper)
# Ciku Kidul (Tjikoe Kidoel)
# Ciku Lor (Tjikoe Lor)
# Karang Mangu (Karang Mangoe)
# Legok Kenang
# Karang Kemiri
# Karang Gedang
# Cilontar (Tjilontar)
# Sorangan
# Ciranggon (Tjiranggon)
# Dukuh Ares (Doekoeh Ares)
# Monggor
# Luwung (Loewoeng)
# Gunung Sumping (Goenoeng Soemping)
# Sigedong
 
==Pemerintahan==
Kepala Desa yang pernah memimpin di desa ini adalah: H. Zaenul Muttaqin (Kepala Desa yang legendaris), Suhaemi, H. Nasucha, H. Bajuri, H. Syaefullah, Ihya Ulumuddin, S.Pd.I., dan sekarang Ahmad Fathoni. Pertanian di desa ini cukup berkembang, walaupun sekarang kondisi saluran irigasinya banyak yang rusak. Produksi utama adalah padi, yang cukup terkenal karena berasnya jika dimasak menjadi nasi yang amat "pulen" dan lezat. Juga menghasilkan sayuran. Banyak terdapat sumber mata air, walaupun debitnya relatif kecil, namun di samping digunakan penduduk setempat juga digunakan untuk desa tetangga.
 
==Fauna dan Flora==
Sampai dengan tahun 1980-an di wilayah perbukitan yang masih berhutan, masih hidup dan mudah dijumpai berbagai binatang liar, seperti [[harimau jawa]], [[macan kumbang]], [[rusa]]/ [[kijang]], [[babi hutan]], [[Ular|Ular Besar]], [[kucing hutan]], [[burung elang]], dan [[alap-alap]], dan banyak spesies burung lainnya. Namun setelah terjadi penjarahan hutan yang membabi buta mulai tahun 1997, [[habitat]] binatang tersebut rusak. Akibatnya saat ini binatang-binatang tersebut sirna, dan sebagian berpindah ke wilayah yang lebih tinggi karena di sana hutannya masih cukup lebat. Fauna yang sekarang masih hidup di alam terutama dari golongan binatang melata, seperti: berbagai jenis ular, biawak, dan berbagai jenis kadal.kelompok mamalia, seperti: landak, musang/luwak, lenggarangan,lingsang,kemudian berbagai jenis burung. Binatang peliharaan penduduk meliputi ayam, itik, mentok, kambing, sapi, dan kerbau.
 
Flora yang tumbuh umumnya khas daerah semi-pegunungan. Pinus, mahoni, waru, surya, lamtoro, petai, nangka, dadap, kelapa, dan lain-lain. Tanaman budidaya umumnya padi, jagung, singkong, dan aneka sayur-sayuran.
Kepala Desa yang pernah memimpin di desa ini adalah: H. Zaenul Muttaqin (Kepala Desa yang legendaris), Suhaemi, H. Nasucha, H. Bajuri, H. Syaefullah, Ihya Ulumuddin, S.Pd.I., dan sekarang M. Fathony. Pertanian di desa ini cukup berkembang, walaupun sekarang kondisi saluran irigasinya banyak yang rusak. Produksi utama adalah padi, yang cukup terkenal karena berasnya jika dimasak menjadi nasi yang amat "pulen" dan lezat. Juga menghasilkan sayuran. Banyak terdapat sumber mata air, walaupun debitnya relatif kecil, namun disamping cukup digunakan penduduk setempat juga digunakan untuk desa tetangga.