Festival Film Indonesia: Perbedaan antara revisi
[revisi tidak terperiksa] | [revisi terperiksa] |
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Piala Citra FFI: 2011 |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 17:
Mulai penyelenggaraan tahun [[1979]], sistem Unggulan (Nominasi) mulai dipergunakan. FFI sempat terhenti pada tahun [[1992]], dan baru diselenggarakan kembali tahun [[2004]]. Pada perkembangannya, diberikan juga penghargaan '''Piala Vidia''' untuk film televisi.
== Sejarah ==
=== Awal Pembentukan ===
[[Berkas:Theatre during first Indonesian Film Festival, Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia, p157.jpg|thumb|240px|[[Bioskop Metropole, Jakarta]] memperingati Festival Film Indonesia pertama tahun 1955.]]
Tahun 1955, nasib perfilman nasional cukup mengkhawatirkan. Pertama, menghadapi persaingan cukup berat dari film Malaya (kini Malaysia). Kemudian digantikan dengan maraknya film India, yang menyedot penonton kelas menengah ke bawah. Sementara bioskop-bioskop kelas satu menolak memutar film-film nasional dan dimonopoli film-film dari Amerika Serikat. Dalam suasana suram begitu, dua tokoh perfilman, masing-masing [[Usmar Ismail]] dan [[Djamaluddin Malik]], mempelopori Festival Film Indonesia (FFI).
Pertama kali mereka menggelarnya di Jakarta pada [[30 Maret]]-[[5 April]] [[1955]]. Sebelumnya, kedua pioner perfilman nasional itu menghadiri acara pembentukan Persatuan Produser Film Asia (''Federation of Motion Picture Producers in Asia''/FPA) di [[Manila]], [[Filipina]]. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia harus mengadakan FFI dan pemenangnya akan diperebutkan di FPA, yang diselenggarakan secara bergiliran di negara-negara anggotanya. Dibuatnya festival film untuk upaya menarik perhatian masyarakat bahwa film Indonesia tidak kalah baiknya dengan film asing. Tentu hal ini niat yang gagah untuk menumbuhkan apresiasi terhadap film Indonesia. Momentum yang tepat, yaitu tahun 1955 yang baru sepuluh tahun Indonesia merdeka. Niat lain yang digulirkan Djamaluddin Malik ialah festival film itu sebagai peristiwa budaya. Artinya untuk evaluasi film produksi dalam negeri selama satu tahun. Tetapi yang lebih penting festival film tahun 1955 adalah dijadikan forum pertemuan antara pembuat dan penonton film, sekaligus forum penilaian mengenai kualitas teknis penggarapan serta penyajian atas karya film.
[[Berkas:A Hady, Fifi Young, AN Alcaff, Dhalia at First IFF, Dunia Film 1 May 1955 p4.jpg|thumb|240px|[[A. Hadi]], [[Fifi Young]], [[A.N. Alcaff]] dan [[Dhalia]] pada Pekan Apresiasi Film Nasional 1955.]]
Usai menyelenggarakan festival film 1955, tahun berikutnya Djamaluddin Malik tidak mengadakan festival. Selama tiga tahun, tepatnya tahun 1956 hingga tahun 1959 tidak ada lagi festival film. Tahun [[Pekan Apresiasi Film Nasional 1960|1960]] baru diadakan kembali festival film, diselenggarakan di Jakarta, 21-25 Februari, film terbaiknya adalah [[Turang]] disutradarai [[Bachtiar Siagian]] yang juga dinobatkan sebagai sutradara terbaik. Selesai festival film 1960, tahun berikutnya tak ada lagi festival. Barulah pada bulan Agustus 1967 diadakan Pekan Apresiasi Film Nasional, sebagai nama lain dari FFI ketiga setelah 1955 dan 1960. [[Pekan Apresiasi Film Nasional 1967]] diadakan di Jakarta, 9-16 Agustus, yang tidak ada film terbaik. Sutradara terbaik jatuh pada [[Misbach Jusa Biran]] (Dibalik Tjahaya Gemerlapan). Untuk pemeran utama pria ialah [[Soekarno M. Noor]] dan pemeran utama wanita yaitu [[Mieke Wijaya]] (Gadis Kerudung Putih).
Beberapa kali penyelenggaraan FFI vakum. Hal ini diakibatkan kondisi politik yang tidak menentu pada saat itu. Penyelenggaraan FFI baik pada tahun 1955, 1960 hingga tahun 1967 yang dinamakan Pekan Apresiasi Film Nasional, kerap disebut pemerhati film sebagai ''Pra-FFI''. Antara tahun 1970 sampai 1975 terdapat festival terbatas berupa Pemilihan Aktor/Aktris Terbaik yang diselenggarakan oleh PWI Jaya Seksi Film Kegiatan ini memang akhirnya tersaingi oleh masyarakat film yang dikelola oleh Yayasan Nasional Film Indonesia (YFI), dan mendapat dukungan oleh [[Departemen Penerangan Republik Indonesia]], yang pada waktu itu merupakan institusi pembina perfilman nasional.
YFI mengadakan festival film tahun 1973, yang seterusnya disebut Festival Film Indonesia, dengan menobatkan [[Perkawinan (film)|Perkawinan]] karya [[Wim Umboh]], meraih pula piala untuk sutradara terbaik. Di satu sisi, pemilihan Aktor/Aktris Terbaik versi wartawan dihentikan pada tahun 1975 alias terintegrasi dengan YFI. Pada sisi lain, Departemen Penerangan memprakarsai dibentuknya Dewan Film Nasional. Maka melalui lembaga ini pelaksana FFI tahun 1981 yang dilakukan YFI dilebur. Maka pada tahun 1982 penyelenggaraan FFI sepenuhnya dikelola oleh Dewan Film Nasional.<ref>{{cite book | title = Apa Siapa Orang Film Indonesia | trans_title =What and Who: Film Figures in Indonesia | language = Indonesian | location = Jakarta | publisher = Indonesian Ministry of Information | year = 1999
|oclc=44427179 | page = 60 }}</ref>
Sejak saat itu pula penyelenggaraan FFI berpindah–pindah dari satu kota ke kota lain, diadakan di Medan tahun 1983. Tahun berikutnya di Yogyakarta, di Bandung dan pada tahun 1986 kegiatan dipusatkan di Jakarta, hanya puncak acara di Denpasar. Patut dicatat penyelenggaraan FFI di daerah dimaksudkan untuk mendekatkan diri antara artis film dengan masyarakat penontonnya.
=== Mati Suri-nya Perfilman Indonesia ===
[[Berkas:FFI - Piala Citra Pemenang.jpg|thumb|240px|Piagam pemenang Piala Citra kategori Penata Fotografi (Sinematografi) Terbaik, [[W.A. Cokrowardoyo]] pada [[Festival Film Indonesia 1989]].]]
Pada tahun 1980-an acara Festival Film Indonesia masih diadakan tiap tahun untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin jeblok pada tahun 1990-an yang membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri. Film-film dari [[Hollywood]] dan [[Hong Kong]] telah merebut posisi tersebut.
Di periode ini perfilman Indonesia bisa dikatakan mengalami mati suri dan hanya mampu memproduksi 2-3 film tiap tahun. Kematian industri film ini juga ditunjang pesatnya perkembangan [[televisi swasta]], serta munculnya teknologi VCD, LD dan DVD yang menjadi pesaing baru. Hal inilah yang membuat [[Festival Film Indonesia 1992]] menjadi Festival Film Indonesia terakhir sebelum mengalami masa vakum.<ref>{{cite web | title = History of FFI | publisher = KFFI | year = 2010 | accessdate = 7 Desember 2010 | url = http://www.kkffi.or.id/index.php/festival-film-indonesia/sejarah-ffi}}</ref>
Sementara, sejak tahun 1992, Piala Vidia diberikan terpisah dengan FFI, dan diadakan dalam FSI atau Festival Sinetron Indonesia. Kelesuan industri film tanah air menyebabkan industri sinetron yang berkembang pesat. FSI menjadi ajang pengganti FFI yang prestisius, dan diadakan setiap tahun dengan meriah. Penyelenggaraan FSI terhenti pada tahun 1999.
=== Kembalinya Festival Film Indonesia ===
[[Berkas:Kru Film Bioskop Terbaik FFI 2008.jpg|thumb|240px|Kru ''[[Fiksi (film)|Fiksi]]'', Film Bioskop Terbaik FFI 2008]]
Era ini dianggap sebagai era kebangkitan perfilman nasional. Kebangkitan ini ditunjukkan dari kondisi perfilman Indonesia yang mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang menggembirakan. Hal inilah yang kemudian membuat Festival Film Indonesia kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun, Namun penyelenggaraannya sempat diwarnai keluhan beberapa penerima penghargaan mengenai acara penghargaan yang tak ditayangkan di televisi.<ref>{{cite web|url=http://www.detikhot.com/index.php/tainment.read/tahun/2005/bulan/08/tgl/08/time/204154/idnews/418363/idkanal/229|title=FFI 2005 Pisah Piala Vidya dan Piala Citra|publisher=''[[Detik.com]]''|accessdate=[[21 Maret]] [[2008]]}}</ref>Piala Vidia kembali diadakan pada tahun 2004, berbarengan dengan FFI. Kembali terhenti tahun 2007 hingga 2010, dan kembali diadakan pada tahun 2011 hingga 2014.<ref>[http://rolfilmblog.blogspot.com/2012/07/ajang-penghargaan-film-di-indonesia.html Ajang Penghargaan Film di Indonesia]</ref>
[[Festival Film Indonesia 2006]] mengundang kontroversinya sendiri, ketika film [[Ekskul]] dinyatakan sebagai Film Terbaik. Penobatan Ekskul sebagai Film Terbaik menuai kontroversi dari [[Masyarakat Film Indonesia]] (MFI). MFI yang terdiri dari sejumlah insan perfilman di antaranya Sutradara [[Riri Riza]] dan [[Mira Lesmana]] yang meraih Piala Citra [[Festival Film Indonesia 2005]] untuk film Gie dan sebanyak 22 peraih Piala Citra dari tahun 2004 hingga 2006 memprotes penyelenggaraan FFI 2006 ini karena telah memberikan penghargaan Film terbaik pada film Ekskul dan Sutradara Terbaik pada sutradaranya, [[Nayato Fio Nuala]], yang menurut mereka sarat dengan unsur plagiat. Akibatnya kemenangan film ini dibatalkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) bernomor 06/KEP/BP2N/2007, tentang Pembatalan Piala Citra Utama untuk Film Terbaik dan Piala Citra untuk Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia 2006 itu ditanda-tangani oleh ketua BP2N, [[Deddy Mizwar]].<ref>{{cite web|url=http://news.liputan6.com/read/135217/puluhan-insan-film-mengembalikan-piala-citra|title=Puluhan Insan Film Mengembalikan Piala Citra|publihser=''[[Liputan6.com]]''|date=4 Januari 2007}}</ref>
Perbaikan Festival Film Indonesia terus dilakukan pasca kontroversi Ekskul tersebut, termasuk dalam bidang penjurian dan pelaksanaan FFI. Hal tersebut dilakukan untuk semakin meningkatkan mutu dan objektivitas penjurian sehingga hasilnya bisa lebih dipertanggungjawabkan. Penyelenggara pun silih berganti, mulai dari Komite Festival Film Indonesia yang menggantikan [[Badan Pertimbangan Perfilman Nasional]] sejak 2009 hingga berdirinya [[Badan Perfilman Indonesia]] (BPI) tahun 2014.<ref>{{cite web | title = FFI 2009 | publisher = Kompas | year = 2009 | accessdate = 12 Juli 2010 | url = http://entertainment.kompas.com/read/2009/11/11/e103618/118.Film.Ikut.FFI.2009..MFI.Absen.Lagi}}</ref>
== Sistem Penjurian ==
Mulai tahun 2014, FFI dilaksanakan oleh Badan Perfilman Indonesia (BPI). Dan sejak 2014 itu, sistem penjurian FFI diubah. Kemala Atmojo, yang membawahi bidang Festival Film Dalam negeri (Sekarang Ketua BPI), mengubah total sistem penjurian FFI. Sejak 1955, FFI selalu dinilai oleh panel Dewan Juri antara 7 sampai 9 orang. Namun, mulai 2014 diubah menjadi 100 orang. Sistem penjuriannya dilakukan dalam dua tahap dan melibatkan akuntan publik.<ref>{{cite web|url=http://www.tribunnews.com/seleb/2016/09/09/ada-100-juri-ffi-2016-ini-sistem-penjuriannya|title=Ada 100 Juri FFI 2016, Ini Sistem Penjuriannya|author=Nurul Hanna|date=9 September 2016|publisher=''[[Tribunnews.com]]''}}</ref><ref>{{cite web|url=http://celebrity.okezone.com/read/2016/10/17/206/1517305/olga-lidya-ffi-perketat-kualitas-juri-tahun-ini|title=Olga Lidya: FFI Perketat Kualitas Juri Tahun Ini|author=Rima Wahyuningrum|date=17 Oktober 2016|pubsliher=''[[Okezone.com]]''}}</ref>
Pada tahap awal (pertama), dibentuk kelompok dewan juri sesuai dengan
Lalu, nominasi masing-masing kategori dikirim ke semua dewan juri lagi. Pada tahap ini seluruh dewan juri menilai semua kategori (namun yang sudah masuk dalam nominasi). Hasil penilaian Tahap II ini juga dikirim langsung ke akuntan publik. Kemudian akuntan publik merekapitulasi kembali dan hasilnya diserahkan kepada pembaca pemenang pada saat Malam Puncak. Sistem penilaian model baru ini kemudian diteruskan dalam FFI 2015 yang juga dilaksanakan oleh BPI.<ref>{{cite web|url=http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20141020074053-220-6858/ajang-ffi-dengan-penjurian-ala-oscar/|title=Ajang FFI dengan Penjurian ala Oscar|author=Rizky Sekar Afrisia|date=20 Oktober 2014|publisher=''[[CNN Indonesia]]''}}</ref>
|