Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Nineteenboy (bicara | kontrib) |
Nineteenboy (bicara | kontrib) |
||
Baris 7:
== Kronologis Pendirian ==
Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur secara kronologis terbagi kedalam beberapa fase:
=== A.
Ditengah-tengah berkecamuknya dikobarkan api revolusi untuk mendapatkan kemerdekaan dari belenggu colonial Belanda dan Jepang serta antek-anteknya, lahirlah Persatuan Islam (PERSIS) di Bandung pada tanggal 12 September 1923 dan disusul pula dengan berdirinya beberapa cabang dan Pesantren sebagai lembaga pendidikan di berbagai daerah, termasuk di Cianjur pada tahun 1930 dibentuklah pimpinan cabang PERSIS, yang para tokoh perintis dan pendirinya adalah mantan aktifis Sarikat Islam (SI) dan Masyumi yang memiliki komitmen untuk memelihara, mengembangkan dan menegakkan Syari’at Islam yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah.
Abah Sanim, Abuya Ismu, Gan Wira, H. Shadiqien, Mu’alim Sarbini, Aki Manaf, Haji Kembar, H. Zein Hautsyar, dan ust Abdurachiem sebagai motor penggerak PERSIS di Cianjur yang pada saat itu dalam kegiatan da’wahnya ditempuh melalui kegiatan pengajian keliling, pengajian rutin di majlis (atas wakaf Abah Sanim), menyelenggarakan dan mengikuti diskusi/debat dengan para tokoh Islam dan non-Islam Cianjur.
Baris 13 ⟶ 14:
Disamping harus melaksanakan berbagai kegiatan da’wah, juga dituntut untuk ikut bergerilya dalam upaya merebut kemerdekaan Indonesia.
=== B.
Dua tahun pasca diproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia (1947), para aktivis PERSIS yang telah ikut serta melaksanakan evakuasi dan bergerilya, kembali ke rumah masing-masing walaupun situasi pada saat itu belum begitu aman, karena colonial Belanda yang masih tetap bercokol dan berusaha ingin tetap menjajah Indonesia.
Dalam situasi yang masih rawan, para aktivis PERSIS yang sudah kembali dari evakuasi dan bergerilya, kembali melakukan aktifitas rutin yang sempat tertunda, yang kali ini ditambah berbagai kegiatan lainnya karena ditunjang oleh kaum muda sebagai generasi kedua yang terdiri dari : ust. Mukhtar, ust. A. Mansyur, ust. Adom, ust. A. Damanhuri, bpk. Arba’I, bpk. Emon, bpk. Oyib, bpk. Edi, bpk. Utay, dan ust. Sayuti yang dipercaya oleh generasi sebelumnya untuk memegang dan melanjutkan estafeta perjuangan dalam memimpin dan mengelola roda jam’iyyah PERSIS di Cianjur.
Sebagai pusat kegiatan pembinaan dan da’wah yang dilaksanakan di majlis (wakaf Abah Sanim-Pabuaran) yang berlokasi di Cikidang (sebagai cikal bakal pesantren PERSIS kelak; saat itu).
Sebagai realisasi dari rencana jihad dalam upaya mempersiapkan generasi yang Tafaqqohu fi- Dien, maka pada tanggal 1 Agustus 1947 dibuka Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur untuk tingkat Diniyyah (setara SD) dengan kondisi:
=== C.
Dipenghujung tahun 1952, datanglah ust. Syarif Sukandi (Bandung) yang mewakafkan dirinya untuk ikut serta mengelola pendidikan di pesantren. Beliau diberikan kepercayaan oleh asatidzah sebelumnya untuk mengelola pesantren.
Ust. Syarif Sukandi yang diberikan kepercyaaan untuk mengelola pesantren, melakukan penataan-penataank, baik kelembagaan maupun mahajinya (kurikulum). Dan pada saat itu menyelenggarakan kepanduan dengan nama شبّان اليوم (Syubbanul Yaum) yang saat itu masih langka.
Dalam kondisi masyarakat yang masih belum memberikan dukungan, pesantren yang dipimpin dan dikelolanya, berupa terus melakukan penataan-penataan dan perbaikan. Yang pada akhirnya pesantren pun mulai menampakkan prospeknya yang cukup menggembirakan, dan mulailah dirintis pengajuan permohonan untuk mendapatkan nomor pesantren ke Pusat Pimpinan PERSIS yang berkedudukan di Bandung untuk pengakuan sebagai cabang.
=== D.
Ketika pesantren dalam masa mengambang, bahkan terancam bubar, maka pada awal tahu 1956 datanglah ust. Djunaedi Mulkan dari Palembang, dan juga diberikan kepercayaan untuk melanjutkan memimpin dan mengelola pesatnren. Dan Alhamdulillah pesantrenpun mulai lagi menampakkan prospeknya. Apalagi dengan diselenggarakan berbagai kegiatan tambahan seperti adanya kursus bahasa Arab dan Inggris yang saat itu masih langka.
Pada masa ini telah mendapat pengesahan dari PP PERSIS dengan nomor empat (4) dan mendapat pengakuan dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Cianjur sebagai Madrasah Wajib Belajar.
Di akhir tahun 1959 ust. Djunaedi Mulkan ke Palembang. Dan untuk mengantisipasi terjadinya, maka tokoh PERSIS yang dulu aktif mengajar (ust. Mukhtar, ust. A. Mansyur, dan ust. A. Damanhuri) kembali terjun ke pesantren, dibantu juga oleh bpk. Usman al-Johari, dan bpk. Tatang Wirasasmita (Ketua PC PERSIS Cianjur saat itu).
Baris 37 ⟶ 41:
Walaupun dalam kondisi bangunan dan perlengkapan belajar yang belum banyak berubah, ditambah perhatian masyarakat pun belum memberikan respon yang diharapkan, tetapi pesantren setahap demi setahap terus menampakkan prospeknya yang cukup menggembirakan dengan santri sekitar 60 orang.
=== E.
Pada tahun 1959 para tokoh dan pimpinan cabang PERSIS Cianjur, mendapat kabar bahwa Pesantren PERSIS no. 1 yang berkedudukan di Bandung (Jl. Pajagalan no.14) yang pada waktu itu dipimpin oleh K.H.E. Abdurrahman akan menugaskan lulusan mu’allimien untuk membantu pesantren di berbagai daerah terutama di daerah-daerah yang dipandang sebagai daerah rawan, termasuk didalamnya ust. A. Ghazaly (kelahiran Cianjur, putranya bpk. Didi Bojongherang) akan ditugaskan ke Pamanukan (sebagaimana permohonan dari PC PERSIS Pamanukan).
Mengingat daerah Cianjur pun sangat memerlukan ust. A. Ghazaly, maka tokoh PERSIS Cianjur yang diwakili oleh ust. U. Mukhtar, ust. A. Mansyur, bpk. Edi, bpk.Mamad Darmawisastra, bpk. Tatang Wirasasmita, dan bpk. Didi (bapaknya ust. A. Ghazaly) datang menghadap kepada K.H.E. Abdurrahman agar menugaskan ust. A. Ghazaly ke Cianjur.
Setelah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, antara K.H.E. Abdurrahman selaku ketua umum PP PERSIS (dan Pesantrennya) dengan pihak tokoh/para pimpinan PC PERSIS Cianjur yang telah menghadap beberapa kali. Maka mulai tahun pelajaran 1959-1960 resmilah ust. A. Ghazaly ditugaskan ke Pesantren Persatuan Islam no. 4 Cianjur yang lokasinya masih di Cikidang (Jl. Prof. Moch. Yamin no. 47 Cianjur), dengan demikian penugasannya ke pesantren PERSIS no. 51 Pamanukan di batalkan.
Pada tahun 1960, bpk. Endang Natamiharja (ketua PC PERSIS Cianjur saat itu) dan bpk. Mamad Darmawisastra (selaku kepala madrasah/pimpinan pesantren), mengajukan permohonan kepada forum musyawarah PERSIS cabang Cianjur agar ust. A. Ghazaly diajukan PP PERSIS untuk menjadi pimpinan pesantren. Setelah disahkan oleh musyawarah dan mendapat pengesahan dari PP PERSIS, maka pada tahun 1960 resmilah ust. A. Ghazaly sebagai pimpinan Pesantren PERSIS 04 Cianjur (pada waktu itu masih berumur 25 tahun)
Dalam melakukan aktifitasnya, baik di pesantren selaku asatidz dan pimpinan pesantren, maupun di masyarakat selaku mubaligh, beliau selalu ditemani oleh aktifis PERSIS juga, diantaranya ust. A. Mansyur, ust. A. Damanhuri, ust. Sayuti, bpk. Tatang Wirasasmita, ust. Ahmad Djunaedi, dan lainnya termasuk para pemuda dan santri, sehubungan dengan kondisi saat itu terbilang masih sangat rawan karena sering mendapat gangguan dan hambatan terutama dari kaum tradisional dan aktifis PKI (Partai Komunis Indonesia) sehingga sering kali terjadi adu fisik yang beresiko tinggi yang notabene berani dan rela mengorbankan jiwa dan raga. Terlebih saat itu menjelang peristiwa G 30 S PKI.
Semenjak didamping para aktifis, pemuda dan santri PERSIS kala itu, beliau (ust. A. Ghazaly) dalam kegiatan tabligh banyak dibantu ust. Akhyar Syuhada yang telah lebih dahulu ditugaskan selaku pimpinan pesantren dan pimpinan cabang PERSIS Cibeber.
Adapun dalam upaya pembenahan untuk meningkatkan keberadaan dan perkembangan pesantren, maka ust. A. Ghazaly melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
# Mengadakan pendekatan kepada para tokoh dan aktifis PERSIS (internal) terlebih dahulu, juga dengan tokoh masyarakat Cianjur, dalam upaya mengantisipasi berbagai hambatan dan ancaman dari berbagai pihak yang tidak senang terhadap keberadaan PERSIS dan pesantrennya.
Oleh karena itu untuk mempercepat proses pengembangan bangunan dan fasilitas lainnya, maka dibentuklah Badan Pembantu Pendidikan (BP2) dengan personil bpk. Drs. H.T. Maksum, bpk. L. Hanafi, bpk. H. O. Supiano, bpk. H. Amir Rusmana, bpk. H. Suhendi, dan bpk. Djudju Rusmana. Adapun tugas BP2 antara lain:
Dengan jumlah santri saat itu (1995) sebanyak 750 orang. Dan yang mukim di pondok (asrama) sebanyak 150 orang. Adapun jumlah asatidz dan personil lainnya sebanyak 64 orang.
Wadah organisasi untuk santri putra adalah Rijaalul Ghad (RG) dan untuk putri adalah Ummahaatul Ghad (UG) yang lahir tahun itu juga.
Daftar Personil
|