Kerajaan Lan Xang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RXerself (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
RXerself (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 104:
=== Raja Visoun ===
[[File:Wat Visoun, Luang Prabang Laos by Louis Delaporte.jpg|thumbnail|right|Wat Visoun, karya Louis Delaporte lk. 1867]]
Lan Xang terus melakukan pemulihan dari damapak peperangan dengan Đại Việt, yang mengarah kepada berkembangnya sisi kebudayaan dan perdagangan. [[Visunarat|Raja Visoun]] (1500–1520) merupakan penyuka seni dan selama masa kekuasaannya, kesusastraan klasik Lan Xang ditulis.{{sfnp|Stuart-Fox| 2006|p=22–25}} Pendeta dan wihara [[Theraveda|BudhaBuddha Theraveda]] menjadi pusat pembelajaran dan [[Sangha (Budha)|sangha]] berkembang baik dari segi kebudayaan maupun politik. ''Nithan Khun Borom'' (Kisah [[Khun Borom]]) ditulis bersama dengan beberapa [[Kisah Jataka]] yang menceritakan kehidupan-kehidupan [[Gautama Buddha|BudhaBuddha]]. [[Tripitaka]] diterjemahkan dari [[Pali]] ke [[bahasa Lao]], serta versi [[Ramayana]] atau ''[[Pra Lak Pra Lam]]'' dalam bahasa Lao juga dibuat.{{sfnp|Stuart-Fox| 1998|p=74}}
 
Selain pupuh, dokumentasi dilakukan mengenai hal pengobatan, astrologi, dan hukum. [[Musik Lao|Musik]] distandardisasi dengan dan gamelan tradisional kerajaan terbentuk. Raja Visoun juga membangun beberapa kuil atau ''wat'' di seluruh negeri. Ia memilih [[Phra Bang]], patung [[Buddha]] dalam posisi [[mudra]] atau "mengusir rasa takut", sebagai pelindung Lan Xang.{{sfnp|Stuart-Fox| 1998|p=74}} [[Phra Bang]] sebelumnya adalah pemberian dari [[Angkor]] dari mertua Fa Ngum yang dibawa oleh istrinya Keo Kang Ya. Menurut tradisi, patung tersebut dibuat di [[Sri Lanka]], yang merupakan pusat kebudayaan [[Therevada]], dibuat dari ''thong'', campuran emas dan perak.{{sfnp|Tossa|Nattavong|MacDonald |2008|p=116–117}}{{sfnp|Simms| 1999|p=37–39}}
 
[[Phra Bang]] sebelumnya berada di [[Vientiane]], sebagian karena masih kuatnya kepecayaan [[animisme]] di [[Muang Sua]].{{sfnp|Stuart-Fox| 1998|p=53}} Patung [[Phra Bang]] sangat disucikan sehingga nama [[Muang Sua]] diganti menjadi ''[[Luang Prabang]]''.<ref group="note">[[Luang Prabang]]: ''"Bang"'' dapat diterjemahkan sebagai ''"kurus/kecil"'' sehingga ''Luang Prabang'' berarti ''"(Kota) Patung BudhaBuddha Kurus Kerajaan"''</ref> Raja Visoun, putranya [[Photisarath]], dan cucunya [[Setthathirath]], serta cicitnya Nokeo Koumane kelak akan memimpin Lan Xang dalam garis keturunan yang kuat dan mampu untuk menjaga dan mengembalikan kejayaan Lan Xang di tengah masuknya ancaman dari luar di masa depan.
[[File:Luang Prabang Vat Wisunarat Buddhas Statues.jpg|thumb|right|Wat Visoun, Luang Prabang]]
 
=== Lanna dan perang melawan Ayutthaya ===
Raja [[Photisarath]] (1520–1550) merupakan salah satu raja termasyhur Lan Xang. Ia menikahi Nang Yot Kham Tip dari Lanna untuk menjadi permaisurinya dan. Ia juga menikahi bangsawan-bangsawan Ayutthaya dan juga [[Longvek]].{{sfnp|Simms| 1999|p=56}} Photisarath adalah penganut ajaran BudhaBuddha yang taat. Ia menajadikan agama BudhaBuddha sebagai agama negara di Lan Xang. Pada tahun 1523, ia meminta salinan [[Tripiṭaka]] dari Raja Kaeo di Lanna dan pada tahun 1527 ia menghapus praktik [[Satsana Phi|pemujaan arwah]]. Pada tahun 1532, masa damai di Lan Xang berkahir ketika Muang Phuan memberontak. Photisarath membutuhkan dua tahun untuk menekan pemberontakan tersebut.{{sfnp|Simms| 1999|p=56–61}}{{sfnp|Stuart-Fox| 1998|p=74–75}}{{sfnp|Viravong| 1964| p=50–51}}
 
Pada tahun 1533, ia memindahkan ibu kota kerajaan ke [[Vientiane]], yang saat itu merupaan ibu kota perdagangan Lan Xang yang berlokasi di sisi Sungai [[Mekong]], ke arah hilir dari ibu kota lama [[Luang Prabang]]. Vientiane merupakan kota utama Lan Xang dan berada di perpotongan jalur perdagangan yang membuatnya juga rentan terhadap invasi. Pemindahan tersebut dilakukan Photisarath untuk mengatur negerinya dengan lebih baik dan sebagai penyeimbang terhadap provinsi terluar yang berbatasan dengan Đại Việt, [[Ayutthaya (kota)|Ayutthaya]], serta [[Burma]].{{sfnp|Simms| 1999|p=56–61}}{{sfnp|Stuart-Fox| 1998|p=74–75}}{{sfnp|Viravong| 1964| p=50–51}}
Baris 120:
Lanna yang semakin lemah kini memiliki beberapa perebutan takhta selama dekade 1540-an. Invasi datang dari [[Burma]] yang diikuti invasi tahun 1545 dari Ayutthaya. Keduanya berhasil dilumpuhkan meskipun banyak desa-desa yang diserang hancur. Lan Xang menurunkan bantuan pasukan untuk mendukung Lanna. Sebagai balasannya, Chairacha memimpin pasukan kedua pada tahun 1547 untuk mengambil [[Chiang Mai]] namun ia pasukannya dapat dikalahkan kembali dan dipaksa mundur ke Ayutthaya dengan ia nyaris meninggal dalam proses kembalinya.{{sfnp|Wyatt|2003|p=78}}
 
Perebutan takhta di Lanna berlanjut namun karena letak Lanna yang berada di antara negara-negara agresif yaitu Burma dan Ayutthaya, stabilitas dipulihkan kembali. Sebagai hadiah atas bantuannya dalam menghadapi Ayutthaya serta keterikatan keluarganya terhadap Lanna, Raja Photisarath melalui putranya, Pangeran [[Setthathirath]], ditawarkan untuk memangku takhta Lanna. Setthathirath pada 1547 dinobatkan sebagai raja di Chiang Mai. Lan Xang kini berada di tengah kekuatan politik tertingginya dengan Photisarath sebagai Raja Lan Xang dan putranya yaitu Setthathirath sebagai Raja [[Lanna]]. Seperti tercatat di dalam ''Hikayat Chiang Mai'', Setthathirath mengambil kepemilikan [[BudhaBuddha Zamrud]] sebagai pelindung pribadinya (yang kelak menjadi pelindung Vientiane) dan menikahi Putri Nang Thip dan Nang Tonkham.{{sfnp|Wyatt|Wichienkeeo| 1995| p=118–119}}
 
Kedamaian berakhir ketika pada tahun 1548, [[Perang Burma-Siam (1547–1549)|Burma menginvasi Ayutthaya]] namun tidak berhasil merebut ibu kotanya. Pada tahun yang sama, Burma mendekat ke Photisarath dan menawarkan persekutuan. Photisarath menolak tawaran tersebut namun tidak pula mendukung Ayutthaya yang delapan tahun sebelumnya gagal menginvasi Lan Xang. Pada tahun 1550, Photisarath kembali ke Luang Prabang, namun meninggal dalam kecelakaan saat menaiki gajah selama perjalanan pulang di depan 15 utusan negara lain.{{sfnp|Simms| 1999|p=64–68}}
Baris 130:
Pada tahun 1553, Setthathirath mengirimkan pasukan untuk merebut Lanna namun dapat digagalkan. Selanjutnya pada tahun 1555, ia mengirim pasukan kembali dengan komando Sen Soulintha dan kini berhasil merebut Chiang Saen. Atas keberhasilannya, Sen Soulintha diberi gelar ''Luxai'' (Juara) dan menawarkan salah satu putrinya kepada Raja Setthathirath. Pada tahun 1556, Burma, di bawah [[Bayinnaung|Raja Bayinnaung]] menyerang Lanna. Raja Mekuti menyerah di Chiang Mai tanpa melakukan perlawanan. Burma membuatnya menjadi daerah bawahan dengan kendali militer.{{sfnp|Simms| 1999|p=71–73}}{{sfnp|Stuart-Fox| 1998|p=78}}
 
Pada tahun 1560, Setthathirath secara resmi memindahkan ibu kota Lan Xang dari Luang Prabang ke Vientiane, yang kelak menjadi ibu kota untuk 250 tahun berikutnya.{{sfnp|Simms| 1999|p=73}} Pemindahan ibu kota secara resmi diiringi dengan program pembangunan yang besar yang mencakup penguatan pertahanan kota, pembangunan istana resmi dan [[Haw Phra Kaew]] untuk [[BudhaBuddha Zamrud]], serta pemugaran [[That Luang]] di Vientiane. Di Luang Prabang, [[Wat Xieng Thong]] dibangun kemungkinan sebagai kompensasi pemindahan ibu kota Lan Xang. Sementara itu di [[Nakhon Phanom]], pemugaran diakukan terhadap [[That Phanom]].{{sfnp|Stuart-Fox| 2006|p=61–72}}
 
Sebua perjanjian ditandatangani antara Lan Xang dan Ayutthaya pada tahun 1563 yang dikokohkan dengan dipinangnya Putri Thepkasattri (putri dari Ratu [[Suriyothai]] dari [[Ayutthaya (kota)|Ayutthaya]]). Akan tetapi, Raja [[Maha Chakkraphat]] mencoba untuk menukarnya dengan Putri Kaeo Fa namun ditolak.{{sfnp|Wyatt|2003|p=80}} Di tengah konflik, [[Perang Burma-Siam (1563–1564)|Burma menginvasi Ayutthaya]] bagian utara dengan bantuan [[Mahathammarachathirat (Raja Ayutthaya)|Maha Thammaracha]], Raja Muda dan Gubernur [[Phitsanulok]]. Baru pada tahun 1564, Chakkraphat mengirimkan Putri Thepkasattri ke Lan Xang bersama dengan mas kawin yang besar sebagai upaya untuk memulihkan persekutuan yang telah hancur.{{sfnp|Wyatt|2003|p=81}}
Baris 138:
Burma kemudian melihat ke utara untuk menggulingkan Raja Mekuti dari Lanna, yang tidak mendukung upaya invasi Burma di Ayutthaya tahun 1563.<ref name=geh-167-168>Harvey 1925: 167–168</ref><ref name=my-2-266-268>Maha Yazawin Vol. 2 2006: 266–268</ref> Ketika Chiang Mai jatuh ke tangan Burma, sebagaian penduduk mengungsi ke Vientiane dan Lan Xang. Raja Setthathirath yang sadar bahwa Vientiane tidak dapat bertahan jika mengalami pengepungan yang lama, memerintahkan seluruh kota untuk dievakuasi dan dikosongkan dari pasokan perang. Saat Burma berhasil merebut Vientiane, mereka terpaksa mencari pasoka ke desa-desa. Setthathirath telah mengatur serangan-serangan kecil dan [[gerilya]] untuk melawan pasukan Burma. Di tengah kelaparan, wabah penyakit, dan organisasi yang kendor, Raja Bayinnaung terpakasa mundur pada tahun 1565, menjadikan Lan Xang sebagai satu-satunya kerajaan [[orang Tai]] yang merdeka.{{sfnp|Simms| 1999|p=73–75}}{{sfnp|Stuart-Fox| 1998|p=81–82}}
 
==== SpionasePersekongkolan ====
{{See also|Perang Burma-Siam (1568–1570)}}
[[File:Wat Xieng Thong Laos I.jpg|thumb|300px|[[Wat Xieng Thong]], [[Luang Prabang]].]]
Raja Mahinthrathirat pada tahun 1567 mendekati Raja Setthathirath dengan rencana persekongkolan agar Ayutthaya melakukan pemberontakan terhadap Burma dengan melancarkan serangan balasan terhadap Mahathammarachathirat di Phitsanulok. Rencana tersebut mencakup penyerbuan dari Lan Xang di darat yang dibantu angkatan laut Ayutthaya yang bergerak ke arah hulu [[Sungai Nan]]. Mahathammarachathirat saat itu sedang berada di Burma sementara Maha Chakkraphat telah diizinkan kembali ke Ayutthaya karena Burma sibuk menghadapi pemberontakan [[orang Shan|Shan]].{{sfnp|Simms| 1999|p=78–79}}
 
Rencana tersebut diketahui oleh pihak Burma dan pasukan bantuan dikirim ke Phitsanulok. Mengetahui bahwa Phitsanulok telah disokong oleh kekuatan penuh, Raja Setthathirath menarik serangannya namun menangkis penyerbuan dari lima jenderal Burma yang mengejarnya di perjalanan kembali menuju Vientiane. Memanfaatkan situasi, Raja Chakkraphat melakukan serangan kedua ke Phitsanulok yang berhasil dilakukan namun tidak dapat ia pertahankan.{{sfnp|Simms| 1999|p=78–79}}
Baris 155:
Bayinnaung kembali menyerang Vientiane pada tahun 1574. Sen Soulintha memerintahkan seluruh kota untuk mengungsi namun ia tidak didukung penuh leh pasukannya dan penduduk. Vientiane jatuh ke tangan Burma. Sen Soulintha dibawa sebagai tahanan ke Burma bersama dengan pewaris Setthathirath, Pangeran Nokeo Koumane.{{sfnp|Wyatt|2003|p=83}} Pejabat vasal Burma bernama Chao Tha Heua diperintahkan untuk mengepalai Vientiane. Ia hanya berkuasa selama empat tahun. [[Sejarah Myanmar#Kekaisaran Taungoo Pertama (1510–1599)|Kekaisaran Taungoo Pertama (1510–1599)]] berdiri namun diikuti oleh pemberontakan internal. Pada tahun 1580, Sen Soulintha kembali sebagai vasal Burma. Bayinnaung meninggal pada tahun 1581 dengan putranya Raja [[Nanda Bayin]] memerintah Kekaisaran Toungoo. Perang saudara terjadi di Lan Xang dari tahun 1583 hingga 1591.{{sfnp|Simms| 1999|p=85–88}}
 
==== PersekongkolanPemulihan Lan Xang ====
Pangeran Nokeo Koumane ditahan selama 21 tahun di Burma pada tahun 1591. [[Sangha (Budha)|Sangha]] di Lan Xang mengirimkan utusan untuk menemui [[Nandabayin|Raja Nandabayin]] untuk meminta agar Nokeo Koumane dipulangkan ke Lan Xang sebagai raja vasal. Pada tahun 1591, Nokeo Koumane naik takhta di [[Vientiane]], mengumpulkan pasukannya dan bergerak ke [[Luang Prabang]] untuk menyatukan kedua kota dan menyatakan kemerdekaan Lan Xang dan memutus segala hubungan dengan [[Kekaisaran Toungoo]]. Raja Nokeo Koumane kemudian bergerak ke Muang Phuan dan ke daerah negara bagian tengah untuk menyatukan kembali seluruh daerah Lan Xang.{{sfnp|Simms| 1999|p=88–90}}
{{See also|Perang Burma-Siam (1568–1570)}}
[[File:Wat Xieng Thong Laos I.jpg|thumb|300px|[[Wat Xieng Thong]], [[Luang Prabang]].]]
Raja Mahinthrathirat pada tahun 1567 mendekati Raja Setthathirath dengan rencana agar Ayutthaya melakukan pemberontakan terhadap Burma dengan melancarkan serangan balasan terhadap Mahathammarachathirat di Phitsanulok. Rencana tersebut mencakup penyerbuan dari Lan Xang di darat yang dibantu angkatan laut Ayutthaya yang bergerak ke arah hulu [[Sungai Nan]]. Mahathammarachathirat saat itu sedang berada di Burma sementara Maha Chakkraphat telah diizinkan kembali ke Ayutthaya karena Burma sibuk menghadapi pemberontakan [[orang Shan|Shan]].{{sfnp|Simms| 1999|p=78–79}}
 
Pada tahun 1593, Raja Nokeo Koumane melacarkan serangan ke Lanna dan Pangeran Taungoo [[Nawrahta Minsaw|Tharrawaddy Min]]. Tharrawaddy Min meminta pertolongan kepada [[Burma]], namun pemberontakan yang terjadi di seluruh negeri mencegahnya menerima bantuan. Di tengah keputusasaan, perimntaan bantuan disampaikan kepada vasal Burma di Ayutthaya, [[Naresuan|Raja Naresuan]]. [[Naresuan|Raja Naresuan]] menurunkan pasukan berjumlah besar dan beralih ke [[Tharrawaddy Min]], memaksa Burma untuk menerima kemerdekaan Ayutthaya dengan Lanna sebagai vasal. Raja Nokeo Koumane mengetahui bahwa ia tidak lebih kuat dari Ayutthaya dan [[Kerajaan Lanna|Lanna]] sehingga membatalkan rencana penyerangannya. Pada tahun 1596, Raja Nokeo Koumane wafat secara tiba-tiba tanpa memiliki pewaris takhta. Walaupun ia telah menyatukan Lan Xang dan mengembalikan kerajaan pada titik yang sama saat serangan dari luar mampu untuk ditangkis, perebutan takhta terjadi dan raja-raja dengan legitimasi lemah menjadi penerusnya hingga tahun 1637.{{sfnp|Simms| 1999|p=88–90}}
Rencana tersebut diketahui oleh pihak Burma dan pasukan bantuan dikirim ke Phitsanulok. Mengetahui bahwa Phitsanulok telah disokong oleh kekuatan penuh, Raja Setthathirath menarik serangannya namun menangkis penyerbuan dari lima jenderal Burma yang mengejarnya di perjalanan kembali menuju Vientiane. Memanfaatkan situasi, Raja Chakkraphat melakukan serangan kedua ke Phitsanulok yang berhasil dilakukan namun tidak dapat ia pertahankan.{{sfnp|Simms| 1999|p=78–79}}
Raja Bayinnaung mengirimkan bala tentara yang besar pada tahun 1568 sebagai respon dari perlawanan ini. Awal tahun 1569 menyaksikan Kota Ayutthaya dibawah ancaman langsung sehingga Vientiane mengirimkan bantuan. Burma telah memprediksi bantuan tersebut sehingga Raja Setthathirath masuk ke dalam jebakan.{{sfnp|Wyatt| 2003|p=82}} Setelah pertempuran selama dua hari, pasukan Lan Xang menang di Lembah Pa Sak di dekat [[Provinsi Phetchabun|Phetchabun]]. Di saat yang sama, salah satu jenderal dari [[Nakhon Phanom]] lari ke selatan menuju Ayutthaya. Pasukan Burma berhimpun dan mampu mengalahkan pasukan lawan yang telah sementara Raja Setthathirath harus mundur ke Vientiane.{{sfnp|Simms| 1999|p=79–81}}
 
=== PemulihanMasa Kejayaan Lan Xang ===
Burma kemudian memusatkan serangannya ke Ayutthaya dan merebut kota tersebut. Raja Setthathirath setelah tiba di Vientiane memerintahkan evakuasi warga. Pasukan Burma membutuhkan beberapa minggu untuk istirahat dan menghimpun ulang kekuatannya setelah merebut Ayutthaya, sehingga memungkinkan Setthathirath untuk mengumpulkan pasukannya dan membuat rencana pertempuran gerilya panjang. Burma kemudian dapat mengambil Vientiane dengan mudah. Di awal tahun 1565, Setthathirath memulai perang gerilyanya dari markasnya di [[Nam Ngum]], timur laut Vientiane. Pada tahun 1570, Bayinnaung mundur, Setthathirath melakukan serangan balasan, dan lebih dari 30.000 orang ditahan. 100 ekor garajh dan 2.300 helai gading direbut dari pasukan Burma yang mundur.{{sfnp|Simms| 1999|p=79–81}}
[[File:Lan Xang - Seated Buddha - bronze.jpg|thumb|upright|Patung Budha duduk dari Lan Xang abad ke-17.]]
Selama kepemimpinan [[Sourigna Vongsa|Raja Sourigna Vongsa]] (1637–1694), Lan Xang mengalami 57 tahun masa perdamaian dan pembangunan.{{sfnp|Ivarsson| 2008| p=113}} [[Sangha]] Lan Xang berada di titik tertingginya, pusat pembelajaran biksu dari seluruh [[Asia Tenggara]]. Sastra, seni rupa, seni musik, dan tarian mengalami kebangkitan. [[Sourigna Vongsa|Raja Sourigna Vongsa]] merancang banyak undang-undang negara dan mendirikan sistem pengadilan. Ia juga menandatangani beberapa perjanjian baik politik maupun perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di sekitarnya.{{sfnp|Stuart-Fox| 2006|p=74–77}}
 
Pada tahun 1641, Gerritt van Wuysthoff di bawah bendera [[Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda]] menjalin hubungan perdagangan resmi dengan Lan Xang. Catatan van Wuysthoff menunjukkan rincian komoditas perdagangan dengan Eropa serta pendirian hubungan antara pihak kongsi dengan Lan Xang lewat [[Longvek]] dan Sungai [[Mekong]].{{sfnp|Stuart-Fox| 2006|p=74–77}}
Pada tahun 1571, Kerajaan Ayutthaya dan Lan Na masih berada di bawah Burma. Setelah dua kali mempertahankan Lan Xang dari serangan Burma, Raja Setthathirath bergerak ke selatan menyerang [[Kekaisaran Khmer]]. Mengalahkan Khmer akan memperbesar kekuatan Lan Xang, menyediakan akses laut, peluang perdagangan, dan yang terpenting yaitu persenjataan Eropa yang penggunaannya telah berkembang sejak awal 1500-an. ''Hikayat Khmer'' mencatat bahwa pasukan dari Lan Xang menyerang pada tahun 1571 dan 1572. Pada invasi kedau, Raja Barom Reacha I dibunuh dalam pertarungan gajah. Khmer telah memusatkan pasukannya dan Lan Xang mundur. Setthathirath diberitakan hilang di dekat [[Provinsi Attapeu|Attapeu]]. Hikayat Burma dan Lao hanya menyebutkan asumsi bahwa ia meninggal di medan perang.{{sfnp|Stuart-Fox| 2006|p=72–73}}{{sfnp|Stuart-Fox| 1998|p=83}}
 
Pada tahun 1642, Romo Giovanni Maria Leria, anggota Serikat [[Jesuit]], menjadi misionaris [[Katolik Roma|Katolik]] pertama yang mendatangi Lan Xang. Setelah lima tahun, ia hanya berhasil mengkonversi segelintir orang di tengah negara [[agama Buddha]] yang kuat. Ia pun kembali ke [[Makau]] melalui [[Vietnam]] pada tahun 1647. Ia menceritakan gambaran langsung istana raja di [[Vientiane]] selama masa kejayaan Lan Xang sebagai berikut.{{sfnp|Stuart-Fox| 2006|p=74–77}}
Jenderal Setthathirath bernama Sen Soulintha kembali ke Vientiane dengan sisa-sisa ekspedisi Lan Xang. Ia menjadi pusat dari kecurigaan dan perang saudara pun meletus di Vientiane dengan perebutan takhta kerajaan. Pada tahun 1573, ia mampu naik menjadi raja wali namun sedikit yang mendukungnya. Setelah mendengar berita kekacauan di Vientiane, Bayinnaung mengirimkan utusan dengan pesan meminta Lan Xang untuk menyerah. Sen Soulintha membunuh utusan Burma tersebut.{{sfnp|Simms| 1999|p=85}}
 
{{quotation| Istana kerajaan, dengan struktur dan simetrinya yang mempesona, dapat terlihat dari jauh. Ukurannya yang sangat menakjubkan hingga seseorang akan mengiranya sebuah kota, adalaah lambang dari keadaan negeri dan warganya yang tak terhingga yang dimilikinya. Wisma raja, dihiasi dengan sebuah gapura yang megah, memilki kamar-kamar yang bagus dengan sebuah ruang tamu yang indah, semuanya terbuat dari kayu yang tidak bisa rusak (jati) berhiaskan pahatan-pahatan di luar dan di dalam, yang disepuh secara detail hingga tidak terlihat seperti ditutupi lembaran emas namun seperti terlapisi emas. Dari wisma raja, memasuki pekarangan yang sangat luas, terlihat deretan rumah-rumah yang besar, seluruhnya terbuat dari batu bata dan beratapkan genting, tempat di mana istri kedua sang raja tinggal. Di luarnya terdapat banyak lagi deretan rumah, dibangun dengan simetri, tempat dari para pejabat kerajaan. Aku dapat menulis satu buku penuh jika aku ingin menggambarkan dengan lengkap seluruh bagian istana lainnya, kemewahannya, kamar-kamarnya, tamannya, dan seluruh hal lainnya yang serupa.| Rm. Giovanni Maria Leria, (1663) <ref>Diterjemahkan dari "''The royal palace, of which the structure and symmetry are admirable, can be seen from afar. Truly it is of prodigious size, so large one would take it for a city, both with respect to its situation and the infinite number of people who live there. The apartments of the king are adorned with a magnificent portal and include a number of beautiful rooms along with a great salon, all made from incorruptible timber (teak) and adorned outside and inside with excellent bas-reliefs, so delicately gilded that they seem to be plated with gold rather than covered with gold leaf. From the king's apartments, on entering the very spacious courtyards, one sees first a great series of houses, all of brick and covered with tiles, where usually live the secondary wives of the king; and beyond them a line of more houses, built in the same symmetrical form for the officials of the court. I could write a whole volume if I tried to describe exactly all the other parts of the palace, its riches, apartments, gardens, and all the other similar things.''"</ref>{{sfnp|Stuart-Fox| 2006|p=75}}}}
Bayinnaung kembali menyerang Vientiane pada tahun 1574. Sen Soulintha memerintahkan seluruh kota untuk mengungsi namun ia tidak didukung penuh leh pasukannya dan penduduk. Vientiane jatuh ke tangan Burma. Sen Soulintha dibawa sebagai tahanan ke Burma bersama dengan pewaris Setthathirath, Pangeran Nokeo Koumane.{{sfnp|Wyatt|2003|p=83}} Pejabat vasal Burma bernama Chao Tha Heua diperintahkan untuk mengepalai Vientiane. Ia hanya berkuasa selama empat tahun. [[Sejarah Myanmar#Kekaisaran Taungoo Pertama (1510–1599)|Kekaisaran Taungoo Pertama (1510–1599)]] berdiri namun diikuti oleh pemberontakan internal. Pada tahun 1580, Sen Soulintha kembali sebagai vasal Burma. Bayinnaung meninggal pada tahun 1581 dengan putranya Raja [[Nanda Bayin]] memerintah Kekaisaran Toungoo. Perang saudara terjadi di Lan Xang dari tahun 1583 hingga 1591.{{sfnp|Simms| 1999|p=85–88}}
 
Istana kerajaan dan seluruh kota Vientiane rusak dan hancur akibat serangan Thai pada [[Pemberontakan Chao Anu|Perang Lao-Siam 1827–1828]].{{sfnp|Askew|Long|Logan| 2007}}
=== Pemulihan Lan Xang ===
[[File:Pha That Luang Vientiane Laos Wikimedia Commons.jpg|thumb|center|700px|Pha That Luang dan letaknya di Vientiane]]
Pangeran Nokeo Koumane ditahan selama 21 tahun di Burma pada tahun 1591. [[Sangha (Budha)|Sangha]] di Lan Xang mengirimkan utusan untuk menemui [[Nandabayin|Raja Nandabayin]] untuk meminta agar Nokeo Koumane dipulangkan ke Lan Xang sebagai raja vasal. Pada tahun 1591, Nokeo Koumane naik takhta di [[Vientiane]], mengumpulkan pasukannya dan bergerak ke [[Luang Prabang]] untuk menyatukan kedua kota dan menyatakan kemerdekaan Lan Xang dan memutus segala hubungan dengan [[Kekaisaran Toungoo]]. Raja Nokeo Koumane kemudian bergerak ke Muang Phuan dan ke daerah negara bagian tengah untuk menyatukan kembali seluruh daerah Lan Xang.{{sfnp|Simms| 1999|p=88–90}}
 
=== Perebutan takhta ===
Pada tahun 1593, Raja Nokeo Koumane melacarkan serangan ke Lanna dan Pangeran Taungoo [[Nawrahta Minsaw|Tharrawaddy Min]]. Tharrawaddy Min meminta pertolongan kepada [[Burma]], namun pemberontakan yang terjadi di seluruh negeri mencegahnya menerima bantuan. Di tengah keputusasaan, perimntaan bantuan disampaikan kepada vasal Burma di Ayutthaya, [[Naresuan|Raja Naresuan]]. [[Naresuan|Raja Naresuan]] menurunkan pasukan berjumlah besar dan beralih ke [[Tharrawaddy Min]], memaksa Burma untuk menerima kemerdekaan Ayutthaya dengan Lanna sebagai vasal. Raja Nokeo Koumane mengetahui bahwa ia tidak lebih kuat dari Ayutthaya dan [[Kerajaan Lanna|Lanna]] sehingga membatalkan rencana penyerangannya. Pada tahun 1596, Raja Nokeo Koumane wafat secara tiba-tiba tanpa memiliki pewaris takhta. Walaupun ia telah menyatukan Lan Xang dan mengembalikan kerajaan pada titik yang sama saat serangan dari luar mampu untuk ditangkis, perebutan takhta terjadi dan raja-raja dengan legitimasi lemah menjadi penerusnya hingga tahun 1637.{{sfnp|Simms| 1999|p=88–90}}
Reformasi hukum yang dibuat oleh Raja [[Sourigna Vongsa]] diterapkan dengan setara kepada kaum bangsawan dan rakyat. Ketika putra mahkota melakukan perzinaan dengan pelayan istana, raja memerintahkan ia agar dihukum mati. Ketika Sourigna Vongsa wafat pada tahun 1694, ia meninggalkan dua cucu laki-laki (Pangeran Kingkitsarat dan Pangeran Inthasom) dan dua anak perempuan (Putri Kumar dan Putri Sumangala) beserta takhta yang kosong. Perebutan takhta kemudian terjadi dengan keponakan raja, [[Setthathirath II|Pangeran Sai Ong Hue]], mengklaim takhta kerajaan. Kedua cucu Sourigna Vongsa melarikan diri ke Sipsong Panna sementara Putri Sumangala berlari ke Champasak. Pada tahun 1705, Pangeran Kingkitsarat mengambil sebagian kecil dari pasukan pamannya di Sipsong Panna dan bergerak menuju [[Luang Prabang]]. Saudara laki-laki Sai Ong Hue yang saat itu adalah gubernur Luang Prabang, melarikan diri dan Kingkitsarat pun dinobatkan sebagai raja tandingan di Luang Prabang. Pada tahun 1707, kerajaan Lan Xang menjadi [[Kerajaan Luang Phrabang|Luang Prabang]] dan [[Kerajaan Vientiane|Vientiane]]. [[Kerajaan Champasak]] muncul pada tahun 1713 setelah sebuah pemberontakan melawan Vientiane.{{sfnp|Viravong| 1964 }}
 
Kerajaan-kerajaan Lao tersebut merdeka hingga tahun 1779 untuk menjadi vasal di bawah Thailand. Akan tetapi, masing-masing masih mempertahankan dinasitinya dan sebagian otonomi.{{sfnp|Wyatt|1963|p=13–32}}{{sfnp|Ngaosyvathn| 1998 }}
 
==Budaya populer==
 
Lan Xang merupakan salah satu negara yang dapat dimainkan di [[Europa Universalis IV]]
 
==Catatan kaki==