Tari Topeng Cirebon (Gaya Palimanan): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 13:
Pada masa kemudian, ''Ki'' Wentar dan ''Ki'' Koncar berkolaborasi dengan Raden Sambas Wirakukusuma (''Ki Lurah'' Ranca Ekek) untuk mendesain sebuah tarian baru yang menggabungkan gerakan tari Topeng Cirebon dengan Tayub (kesenian tari yang biasa digelar di acara kenegaraan di kesultanan-kesultanan di Cirebon), tarian baru tersebut kemudian dikenal dengan nama tari Kursus, sebuah tarian yang dipentaskan tanpa memakai topeng. nama tari Kursus ini kemudian sering diasosiasikan kepada kelompok tari milik Raden Sambas Wirakukusuma yakni kelompok tari Wiramahsari, nama tari Kursus yang merupakan perpaduan gerakan tari Topeng Cirebon gaya Palimanan dengan Tayub ini kemudian diperkenalkan secara luas melalui artikel didalam jurnal Djawa yang diproduksi oleh Belanda pada tahun 1930 yang berjudul ''De Soendaneesche Dans'', artikel mengenai tari Kursus tersebut ditulis oleh M Soeriadiradja dan I Adiwidjaja yang menggambarkan secara rinci gerakan-gerakan pada tari Kursus tersebut,<ref>Soeriadiradja, M . I. Adiwidjaja, 1930. De Soendaneesche Dans. : Djawa</ref>namun pada tahun 1950-an, tari kursus ini kemudian dianggap hampir serupa dengan kesenian Tayub.
 
Tari Topeng Cirebon gaya Palimanan oleh budayawan Cirebon dianggap mencapai masa kejayaannya pada masa ''mimi'' ([[bahasa Indonesia]] : ibu) Soedji (maestro tari Topeng Cirebon gaya Palimanan dan seorang penari tayub) masih hidup atau hingga sekitar tahun 1970-an, yaitu dengan digelarnya tari Topeng Cirebon gaya Palimanan hingga ke mancanegara, diantaranya [[Cina]], [[Jepang]] dan [[Australia]] serta dipanggilnya ''mimi'' Soedji untuk mengisi kuliah sebagai dosen tamu pada perguruan tinggi di [[Jawa Barat]]. Pada tahun 1970-an tari Topeng Cirebon (termasuk gaya Palimanan) dapat dengan mudah ditemui di berbagai sudut wilayah di Cirebon, namun pada masa modern hal tersebut sudah sulit untuk dijumpai, salah satu alasannya adalah masuknya bentuk bentuk hiburan yang membawa teknologi baru sehingga masyarakat mulai terlelap dengan bentuk hiburan yang baru tersebut, diantaranya adalah organ tunggal, walau ada sebagian gaya tari Topeng Cirebon lainnya yang bersedia pagelarannya diselingi oleh penampilan organ tunggal namun tidak banyak juga dalang tari Topeng Cirebon yang menolak hal tersebut karena dianggap merusak aturan ([[bahasa Cirebon]] : ''Pakem'')<ref name=alam1>Alam, Sumbadi Sastra. 2010. Tari Topeng Palimanan yang Terabaikan. [[Bandung]] : Pikiran Rakyat</ref>
 
Setelah ''mimi'' Soedji meninggal, seniman yang masih mempertahankan gaya Palimanan antara lain adalah ''Ki'' Sukarta, ''Ki'' Waryo (putera dari ''Ki'' Empek (maestrokesenianmaestro kesenian Cirebon), ''mimi Tursini (yang merupakan anak kandung ''mimi'' Soedji) dan ''mimi'' Nani Kadmini.
 
Mimi Tursini sebelum meninggalnya, memusatkan pelestarian dan konservasi seni tari Topeng Cirebon gaya Palimanan di sanggarnya yakni di sanggar Mekar Suji Arum<ref>[http://www.pikiran-rakyat.com/node/213550 Hy, Retno. 2012. Kepiawaian Mimi Rusini Menari Topeng Klasik Gaya Palimanan. [[Bandung]]: Pikiran Rakyat]</ref>, menurut Novi yang merupakan cucu dari ''mimi'' Tursini sekaliguspernah sebagaimenuturkan penaritentang pola=pola pengajaran tari Topengyang Cirebondiberikan gayaoleh orang tuanya Palimanandahulu, semasayakni hidupnyadengan cara ''mimibebarangan'' Tursini(mementaskan berusahatari sepenuhtopeng hatidari dalamdesa melestarikanke gayadesa). Pada Palimanan,sekitar beliautahun tidak1950-an pernahketika memintausinya bayaranmenginjak ketika12 mengajarkantahun, gayaibundanya Palimanan,yakni semua''mimi'' diajarkanSoedji secara(maestro gratistari demiTopeng melestarikanCirebon gaya Palimanan) yangmengajaknya sudahuntuk turun''bebarangan'' temurunbagi diajarkanseorang olehanak leluhurataupun dan keluarganya, guna membeli atau membuat perlengkapanmurid tari Topeng Cirebon, ''mimibebarangan'' Tursiniadalah mencarimomentum biayanyauntuk denganmempelajari caratari lainTopeng (dikarenakanCirebon beliaulebih tidakdalam, memungutmengasah iurandiri padauntuk muridnya),mematangkan diantaranya adalahkepiawaian menjadimenari pemandidi jenazahdepan danbanyak pemijatorang, uangyangmasa diperolehnya''bebarangan'' kemudianini dipergunakanjuga untukoleh membeli''mimi'' perengkapanTursini tarinyadisebut diantaranya topeng,bahan pembuatsebagai ''babakdeng'sobra''(hiasan kepaladimana penaritarian Topengsatu Cirebonbabaknya sertahanya pakaiannya,dibayar menurut pengakuan Novi, terkadangdengan ''mimisegedeng'' Tursini(seikat) sampaipadi.<ref tidak memikirkan kebutuhan untuk makanannya sehari-hari.name=sumbadi1/>
 
 
menurut Novi yang merupakan cucu dari ''mimi'' Tursini sekaligus sebagai penari tari Topeng Cirebon gaya Palimanan, semasa hidupnya ''mimi'' Tursini berusaha sepenuh hati dalam melestarikan gaya Palimanan, beliau tidak pernah meminta bayaran ketika mengajarkan gaya Palimanan, semua diajarkan secara gratis demi melestarikan gaya Palimanan yang sudah turun temurun diajarkan oleh leluhur dan keluarganya, guna membeli atau membuat perlengkapan tari Topeng Cirebon, ''mimi'' Tursini mencari biayanya dengan cara lain (dikarenakan beliau tidak memungut iuran pada muridnya), diantaranya adalah menjadi pemandi jenazah dan pemijat, uangyang diperolehnya kemudian dipergunakan untuk membeli perengkapan tarinya diantaranya topeng,bahan pembuat '''sobra''(hiasan kepala penari Topeng Cirebon serta pakaiannya, menurut pengakuan Novi, terkadang ''mimi'' Tursini sampai tidak memikirkan kebutuhan untuk makanannya sehari-hari hal tersebut dikarenakan usaha yang dilakukan oleh ''mimi'' Tursini kurang mendapatkan perhatian dari pihak berwenang.<ref name=sumbadi1>http://www.kompasiana.com/sumbadisastraalam/topeng-palimanan-cerbon-dari-babakdeng-sampai-babakbelur_5512868a813311e257bc5fc2 Sastra Alam, Sumbadi. 2015. Topeng Palimanan Cerbon; Dari Babakdeng Sampai Babakbelur. [[Jakarta]] : Kompasiana]</ref>
 
''Mimi Nani Kadmini'' selain mendirikan sanggar tari Wulan Sari di[[Kedungbunder, Gempol, Cirebon | desa Kedung Bunder]], [[Gempol, Cirebon |kecamatan Gempol]], [[kabupaten Cirebon]] yang mengajarkan anak-anak setempat tentang gaya Palimanan, ''mimi'' Nani juga sempat mengajar di beberapa sekolah di kota Cirebon sebagai guru tari, hal tersebut dilakukan untuk melestarikan tari Topeng Cirebon gaya Palimanan, dalam usaha melestarikan gaya Palimanan pada masa modern, kesulitan yang ditemui salah satunya adalah masalah ekonomi, banyak dari anak-anak didiknya yang lama tidak datang untuk latihan walau tidak diwajibkan membayar iuran latihan tari semata-mata karena kondisi ekonomi orang tuanya membuat anak didik tersebut harus membantu mencukupi ekonomi keluarganya dengan bekerja.<ref name=alam1/>