Wayang Kulit Cirebon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BeeyanBot (bicara | kontrib)
Suluk Malang Sumirang: perapian, replaced: dibelakang → di belakang using AWB
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Memperbaiki pengalihan
Baris 1:
'''Wayang Kulit Cirebon''' adalah salah satu ragam [[wayang kulit]] yang ada di wilayah Nusantara, termasuk di dalamnya negara-negara Asia Tenggara. Di wilayah yang terdiri dari banyak pulau dan beraneka ragam etnis, jenis gaya wayang kulit begitu melimpah ditemui, misalnya di beraneka jenis wayang kulit di pulau Jawa, wayang narta di [[Bali]], wayang sasak di [[Pulau Lombok|Lombok]], wayang [[Melayu]] di [[Terengganu]], Malaysia hingga wayang Nang Yai dan Nang Thalung di [[Thailand]].
 
Berdasarkan penelitian Matthew Isaac Cohen (profesor Sinematografi) dari Royal Holloway University of London yang dipaparkan pada acara bedah buku Seni Tatah dan Sungging Wayang Kulit Cirebon di Institut Studi Islam Fahmina, menurut beliau perkembangan wayang kulit di Cirebon dari masa Hindu-Budha ke masa Islam di wilayah [[kesultanan Cirebon]] merupakan bentuk diplomasi dakwah, wayang kulit Cirebon akrab diperkenalkan oleh para ulama dan para penguasa lokal ([[bahasa Cirebon]] : ''gegeden'') yang telah memeluk ajaran Islam sebagai media dakwah. Wayang kulit Cirebon juga digunakan sebagai simbol agama dan media untuk bercerita tentang kebiasaan sehari-hari.<ref>[http://www.radarcirebon.com/mengenali-wayang-kulit-cirebon-sebagai-media-dakwah.html | Ali, Husain. 2016. Mengenali Wayang Kulit Cirebon sebagai Media Dakwah. [[kota Cirebon|Cirebon]] : Radar Cirebon]</ref>
Baris 6:
 
== Latar belakang ==
Pengaruh agama [[Agama Hindu|Hindu]] dan [[Budha]] dari [[India]] sangat kuat di kawasan nusantara, beragam kisah berasal dari Hindu dan Budha pun lazim di pertunjukan sebagai bagian dari cerita pergelaran wayang kulit, contohnya epik [[Ramayana]] dan [[Mahabharata|Mahabarata]].
 
Perkembangan wayang dari masa Hindu Budha ke masa Islam di nusantara, terutama di wilayah pulau Jawa termasuk di wilayah [[Kesultanan Cirebon]], merupakan sebuah bentuk dari diplomasi dakwah yang dilakukan oleh para [[ulama]]-ulama dan pihak penguasa lokal yang telah memeluk ajaran Islam. Sebut saja [[Sunan Kalijaga]] yang berusaha keras mendiplomasikan antara seni wayang berbau non-Islam dengan seni wayang yang bernapaskan ajaran Islam. Berkat ajaran mereka, seni wayang kulit oleh sebagian pihak dimaknai mengandung ajaran Islam dalam setiap aspeknya, meskipun masih berkisah tentang epik-epik dari agama Hindu dan Budha. Para ulama-ulama tersebut seolah memang telah siap untuk menjaga kesinambungan dengan masa lalu dan menggunakan pemahaman dan unsur-unsur budaya pra-Islam ke dalam konteks Islam.<ref>Koesoemadinata, Moh. Isa Pramana. 2013. Wayang Kulit Cirebon : Warisan Diplomasi Seni Budaya Nusantara. Bandung : Institut Teknologi Bandung</ref>
Baris 197:
 
==== Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' ( Barat ) ====
[[Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kulonan-udam-jayaperbangsa-gatut-gugur.jpg|thumb|200px|right|Pagelaran Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' (barat) oleh ''Ki'' Dalang Udam (asal [[Sukakerta, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Sukakerta]], [[Cilamaya Wetan, Karawang|Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]]) dengan ''lakon'' Jayaperbangsa atau biasa dikenal dengan nama ''Gatotkaca Gugur'']]
 
[[Berkas:Wayang-dalang-kulonan-h-suwarno.jpg|thumb|200px|right|Pagelaran Wayang kulit Cirebon gaya ''Kulonan'' (barat) oleh ''Ki'' Dalang Haji Suwarno (asal [[Bongas, Indramayu|Bongas]], [[kabupaten Indramayu]]) dengan ''lakon'' Semar Mantu]]
 
Wilayah pedalangan gaya ''kulonan'' adalah sesuai dengan arti namanya yaitu "barat" berada di bagian barat wilayah budaya suku Cirebon, di antaranya berada di [[kabupaten Subang]] dan [[kabupaten Karawang]], pada pola penyebarannya, wilayah desa-desa di [[Cilamaya Wetan, Karawang|kecamatan Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]] ( termasuk di antaranya wilayah [[Cilamaya, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Cilamaya]] dan pemekarannya ), sebagian wilayah desa di [[banyusari, Karawang|kecamatan Banyu Sari]] ( termasuk di antaranya [[Banyuasih, Banyusari, Karawang|desa Banyu Asih]] ) dan wilayah desa-desa di [[Blanakan, Subang|kecamatan Blanakan]], [[kabupaten Subang]] ( termasuk di antaranya wilayah [[Rawameneng, Blanakan, Subang|desa Rawa Meneng]] dan sekitarnya memegang peranan penting dalam menghidupkan dan melestarikan wayang kulit Cirebon ini.
 
Gaya ''sunggingan'' (pewarnaan) pada wayang kulit Cirebon gaya ''kulonan'' terutama Cilamaya memiliki perbedaan yang tidak jauh dengan gaya ''sunggingan'' wayang kulit Cirebon gaya ''kidulan'' terutama Palimanan, menurut Waryo (budayawan Cirebon) hal tersebut dimungkinkan karena pada masa lalu para pedalang dan pengrajin wayang antar kedua wilayah saling bertukar dan saling melakukan pembelian wayang kulit cirebon.
Baris 207:
===== Mapag Sri dan Wayang kulit Cirebon =====
 
Tahun 2014 tepatnya pada bulan Oktober menandai berakhirnya kekosongan tradisi syukuran panen atau yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan istilah ''mapag sri'' yang selama kurang lebih lima puluh tahun hampir tidak pernah digelar di blok Cibango, [[Cilamaya, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Cilamaya]], [[Cilamaya Wetan, Karawang|kecamatan Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]]. Tradisi ini juga disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit cirebon gaya ''kulonan'' ( cilamaya ).
 
Menurut Aef Sudrajat yang merupakan ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Saluyu yang menggelar syukuran tersebut, kekosongan yang terjadi selama kurang lebih lima puluh tahun disebabkan oleh modernisasi dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan tradisi syukuran.<ref>[http://www.radar-karawang.com/2014/10/petani-gelar-wayang-kulit.html Radar Karawang - Petani Gelar Wayang Kulit] (edisi tahun 2014)</ref> Berkurangnya masyarakat yang melakukan tradisi syukuran ''mapag sri'' dimungkinkan terjadi dalam kondisi masyarakat yang mayoritas muslim dikarenakan dalam salah satu urutan prosesi tradisi ''mapag sri'' ada sebuah prosesi mengarak simbolisasi [[Sri|dewi sri]] untuk mengelilingi kampung yang oleh beberapa kalangan masyarakat muslim bagian ini dianggap tidak Islami walau bagian lain dalam prosesi syukuran ''mapag sri'' pada budaya Cirebon telah kental nuansa Islamnya. Beberapa masyarakat adat Cirebon telah mengganti simbolisasi [[Sri|dewi sri]] ini dengan sepasang pengantin padi seperti pada tradisi ''mapag sri'' di pesisir timur [[kabupaten Indramayu]] sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.<ref>Pambudi, J. 2013. Mapag Sri, Cara Petani Syukuri Hasil Bumi. Bandung : Pikiran Rakyat</ref>
Baris 218:
 
<gallery>
Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kulonan-enangsutria.jpg | ''Ki'' Dalang Enang Sutriya asal [[Tanjungtiga, Blanakan, Subang|desa Tanjung Tiga]], [[Blanakan, Subang|kecamatan Blanakan]], [[kabupaten Subang]] dengan lakon''Rahwana Lahir'' pada pagelaran wayang Kulit Cirebon di ''Blok'' Kosambi Lempeng timur, [[Sukatani, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Sukatani]], [[Cilamaya Wetan, Karawang|kecamatan Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]]
 
Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kulonan-sukardi.jpg | Pegelaran Wayang Siang ([[bahasa Cirebon]] : ''Ringgit Awan'') di Cilamaya, [[kabupaten Karawang]] oleh ''Ki'' Dalang Sukardi dari [[Pagaden, Subang|Pegaden]], [[kabupaten Subang]] dengan menggunakan wayang koleksi ''Ki'' Dalang Udama asal [[Blanakan, Subang|Blanakan]], [[kabupaten Subang]]
 
Berkas:Reynan-Wayang-dalang-kulonan-Udam.jpg | ''Ki'' Dalang Udam asal ''blok'' Ciremin, [[Sukakerta, Cilamayacilamaya Wetan, Karawang|desa Sukakerta]], [[Cilamaya Wetan, Karawang|kecamatan Cilamaya Wetan]], [[kabupaten Karawang]] membawakan kisah nabi Sulaiman as
 
</gallery>
Baris 272:
Wayang kulit cirebon sebenarnya masih serupa dengan wayang kulit purwa namun memiliki ciri khas tersendiri jika ditinjau dari sudut seni kriya, beberapa tokoh pewayangan cirebon dibuat cukup jauh berbeda dengan tatahan dan sunggingan wayang kulit purwa sebagai contoh karakter Rahwana atau Prabu Dasamuka pada ''Pewayangan Cirebon'' direfleksikan dengan kepala yang benar-benar berjumlah sepuluh dilihat dari sisi muka dan belakang karakter wayang.
 
Pegangan wayang kulit Cirebon ([[bahasa Cirebon]] : ''cempurit'') memiliki ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan ''cempurit'' milik [[suku Jawa]] pada wayang kulit Jawa, ''cempurit'' pada wayang kulit Cirebon memiliki bentuk ''tungkul bawang'' atau biasa dikenal dengan nama ''bawangan'' terbuat dari tanduk kerbau dengan warna kemerahan sementara wayang Jawa memiliki bentuk berbeda dengan warna kekuningan<ref>[http://m.liputan6.com/regional/read/2522744/pengrajin-tinggal-2-orang-senjakala-wayang-cirebon Prayitno, Panji. 2016. Pengrajin Tinggal 2 Orang - Senjakala Wayang Cirebon. [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] : Liputan 6.com]</ref>
 
Untuk karakter pewayangan yang menggunakan gelung, gelung pada wayang kulit cirebon tidak dibuat sampai menyentuh ubun-ubun karakter wayang sehingga membuat postur wayang kulit cirebon terlihat lebih langsing dan membuatnya mirip dengan ''Wayang kulit Bali''