Tentena: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 71:
Pada akhir tahun [[1800-an]] sampai tahun [[1900-an]], usaha [[Albert Christian Kruyt]] dan [[Nicolaus Adriani]] dalam mengajak orang Pamona untuk turun menempati permukiman yang telah dipersiapkan adalah proses perjalanan panjang dalam mewujudkan wilayah yang terintegrasi dengan [[sistem]] [[pelayanan publik|pelayanan masyarakat]]. Kruyt dan Adriani awalnya mengajak To Wingke mPoso, anak suku yang bermukim di [[pegunungan]] sekitar Tentena. Kruyt akhirnya berhasil mengajak To Wingke mPoso bermukim di Tentena, wilayah yang dipersiapkan. Pada tahun 1902 terjadi migrasi besar dari pemukiman To Langgadopi, To Wawolembo, To Wawopada, To Tinoe, To Tamungkudena ke Tentena.<ref name=UKSW2/>
 
Pada tahun 1940, Raja Talasa tua mengutus putra sulungnya, Wongko Talasa, sebagai raja muda untuk mengepalai pemerintahan di Tentena. Pada akhir [[abad ke-19]], Tentena adalah pusat pelayanan publik. Dua jenis pelayanan publik pada saat itu adalah [[pendidikan]] dan [[kesehatan]].<ref name=NTDK>{{cite book|author=Ntaola (2008) dan Dake (1972)|access-date=2 November 2016}}</ref> Dalam memenuhi kepentingan masyarakat, Zending banyak mendirikan kantor-kantor pelayanan di Tentena seperti Limbue yaitu kantor sinode pertama sebelum didirikannya kantor sinode GKST di Jalan Setia Budi, Kelurahan Sangele.
Pada tahun 1902, Kruyt mengajak masyarakat yang bermukim di pegunungan{{Efn|Beberapa anak suku Pamona antara lain To Wingke mPoso.}} untuk turun, dan kemudian menempati pemukiman baru yang telah disediakan. Pada tahun 1905, zending secara efektif menjalankan pembangunannya di Tentena. Pada tahun 1917, Kandepe Kasina dipindahkan ke Tentena dan menjadi satu bagian dari berbagai pusat pelayanan zending. Kandepe Kasina akhirnya dapat menampung dan melayani masyarakat dalam jumlah besar di [[wikt:Balai|Balai]] [[Pengobatan]].<ref name=UKSW2/>
 
Pada tahun 1902, Kruyt mengajak masyarakat yang bermukim di pegunungan{{Efn|Beberapa anak suku Pamona antara lain To Wingke mPoso.}} untuk turun, dan kemudian menempati pemukiman baru yang telah disediakan. Pada tahun 1905, zending secara efektif menjalankan pembangunannya di Tentena. Pada tahun 1917, Kandepe Kasina dipindahkan ke Tentena dan menjadi satu bagian dari berbagai pusat pelayanan zending. Kandepe Kasina akhirnya dapat menampung dan melayani masyarakat dalam jumlah besar di [[wikt:Balai|Balai]] [[Pengobatan]].<ref name=UKSW2/>
Pada tahun 1940, Raja Talasa tua mengutus putra sulungnya, Wongko Talasa, sebagai raja muda untuk mengepalai pemerintahan di Tentena. Pada akhir [[abad ke-19]], Tentena adalah pusat pelayanan publik. Dua jenis pelayanan publik pada saat itu adalah [[pendidikan]] dan [[kesehatan]].<ref name=NTDK>{{cite book|author=Ntaola (2008) dan Dake (1972)|access-date=2 November 2016}}</ref> Dalam memenuhi kepentingan masyarakat, Zending banyak mendirikan kantor-kantor pelayanan di Tentena seperti Limbue yaitu kantor sinode pertama sebelum didirikannya kantor sinode GKST di Jalan Setia Budi, Kelurahan Sangele.
 
Pada tahun 1940, Raja Talasa tua mengutus putra sulungnya, Wongko Talasa, sebagai raja muda untuk mengepalai pemerintahan di Tentena. Pada tahun 1950, pemerintah Hindia Belanda mendatangkan beberapa [[mesin]] [[gergaji]] dan para instruktur untuk melatih masyarakat di wilayah Tentena sebagai tempat hunian baru. Salah satu tempat untuk menghasilkan bahan baku rumah penduduk, berada di wilayah Tandongkayuku. Pada tahun 1950, Tentena juga mengalami masa [[wikt:paceklik|paceklik]]. Situasi ini mendorong masyarakat mencari cara lain untuk tetap bertahan, dan cara yang dilakukan mereka untuk mengantisipasi hal tersebut antara lain mengolah [[jagung]] sebagai bahan makanan atau disebut beras jagung (dalam [[bahasa Pamona]] disebut Kina'a Bose).{{Efn|''Kina'a Bose'', pengertian harafiahnya adalah Nasi Gemuk.}}
 
== Demografi ==