Galai: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
'''Galai''' atau '''Gale''' (dari [[bahasa Portugis]], ''Galé'') adalah sejenis kapal yang menggunakan [[dayung]] sebagai alat penggerak utamanya. Ciri-ciri galai tampak pada lambung yang panjang dan ramping, [[draft|sarat]] yang rendah, dan jarak yang pendek antara permukaan laut dan pagar geladak. Pada dasarnya semua jenis galai memiliki layar yang dapat digunakan bilamana angin mendukung, tetapi tenaga manusia tetap merupakan penggerak utamanya. Hal ini menjadikan galai dapat berlayar tanpa dukungan angin maupun arus laut. Galai dihasilkan oleh peradaban-peradaban bahari yang tumbuh di sekeliling [[Laut Tengah]] pada permulaan milenium pertama SM dan terus dipakai dalam berbagai macam bentuknya sampai permulaan abad ke-19 untuk keperluan [[pertempuran maritim|perang]], [[perdagangan|niaga]], dan [[perompakan]].
 
Galai digunakan sebagai kapal perang oleh kekuatan-kekuatan bahari kuno di Laut Tengah, termasuk [[Yunani Kuno|bangsa Yunani]], [[bangsa Fenisia]], dan [[Romawi Kuno|bangsa Romawi]]. Galai tetap menjadi jenis kapal yang paling banyak dipakai untuk perang dan perompakan di Laut Tengah sampai dasawarsa terakhir abad ke-16. Sebagai kapal perang, galai sudah pernah diperlengkapi dengan berbagai macam senjata, termasuk pula [[pelantak tubruk laut|pelantakbalok tubrukpendobrak]], [[katapel tempur]], dan [[meriam]], tetapi juga bergantung pada jumlah awaknya yang banyak untuk menundukkan kapal-kapal musuh dengan cara beramai-ramai menaiki dan merebut kendali. Galai merupakan jenis kapal pertama yang secara efektif menggunakan [[meriam]]-meriam berat sebagai senjata anti-kapal. Sebagai landasan senjata yang sangat efisien, galai telah mendorong terjadinya perubahan dalam rancangan benteng-benteng pertahanan pantai pada Zaman Pertengahan dan perkembangan bentuk kapal-kapal perang layar.
 
Penggunaan galai dalam peperangan mencapai puncaknya pada pada penghujung abad ke-16 dengan pertempuran-pertempuran seperti yang berlangsung di [[Pertempuran Lepanto|Lepanto]] pada 1571, salah satu pertempuran laut terbesar yang pernah terjadi. Akan tetapi menjelang abad ke-17 kapal-kapal layar dan kapal-kapal hibrida seperti [[sabak (kapal)|sabak]] menggeser penggunaan galai dalam perang laut. Galai adalah kapal perang yang paling lazim digunakan di [[Samudera Atlantik]] sepanjang Zaman Pertengahan, dan kelak masih digunakan secara terbatas di [[Karibia]], [[Filipina]], dan [[Samudera Hindia]] pada permulaan [[Periode modern awal|Zaman Modern]], sebagian besar sebagai kapal patroli dalam pemberantasan [[bajak laut]]. Sejak pertengahan abad ke-16 galai sesekali digunakan di [[Laut Baltik]] yang pendek-pendek jarak tempuh antar lokasinya dan memiliki banyak [[kepulauan|gugus pulau]]. Galai sempat muncul kembali di medan perang pada abad ke-18 dalam peperangan antara [[kekaisaran Rusia|Rusia]], [[Swedia]], dan [[Denmark-Norwegia|Denmark]].
Baris 26:
Para pembuat kapal, kemungkinan besar [[bangsa Fenisia]], sebuah bangsa bahari yang mendiami pesisir selatan dan timur Laut Tengah, adalah orang-orang pertama yang menciptakan galai bergeladak dua yang kelak termasyhur dengan sebutan Yunaninya, ''diērēs'', atau [[biremis]].<ref>Casson (1995), hal.&nbsp;57–58</ref> Meskipun [[bangsa Fenisia]] terhitung di antara peradaban-peradaban bahari terpenting pada permulaan [[Era Klasik|Zaman Antik]], baru sedikit bukti yang telah ditemukan terkait jenis-jenis kapal yang mereka pergunakan. Penggambaran-penggambaran terbaik yang sudah ditemukan sejauh ini adalah gambar-gambar kecil yang sudah sangat distilisasi pada stempel-stempel yang menggambarkan kapal-kapal berbentuk sabit bertiang satu dan memiliki sebaris dayung. Fresko-fresko beraneka warna yang terdapat di pemukiman-pemukiman [[Peradaban Minoa|Minoa]] di [[Santorini]] (ca. 1600 SM) memuat gambar-gambar yang lebih rinci dari kapal-kapal dengan tenda-tenda seremonial di geladak yang berlayar beriringan. Beberapa kapal ini didayung, tetapi selebihnya dikayuh oleh orang-orang yang membungkuk penuh semangat di sepanjang pagar-pagarnya. Gambar-gambar kapal yang dikayuh itu menurut penafsiran kemungkinan besar adalah tindakan ritual untuk memperagakan kembali kapal-kapal dari jenis yang lebih kuno, sebagai pengingat akan masa lampau sebelum penemuan teknik dayung, tetapi di lain pihak hanya sedikit yang diketahui tentang penggunaan dan rancangan kapal-kapal Minoa.<ref>Wachsmann (1995), pp.&nbsp;13–18</ref>
 
Pada masa-masa awal keberadaan galai, tidak ada perbedaan tegas antara kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang selain pemanfaatannya. Perahu-perahu sungai hilir-mudik di jalur pelayaran Mesir Kuno pada Zaman Kerajaan Lama (2700–2200 SM) dan kapal-kapal serupa galai tercatat mengangkut barang-barang mewah dari seberang Laut Merah pada masa pemerintahan Firaun Hatshepsut. Pemasangan pelantakbalok-pelantakbalok tubrukpendobrak pada linggi haluan kapal-kapal sekitar abad ke-8 SM menyebabkan kapal-kapal perang memiliki ciri tersendiri sekaligus terbedakan dari kapal-kapal niaga, setidaknya bilamana digunakan dalam perang laut. Bangsa Fenisia mempergunakan galai sebagai alat angkut. Galai Fenisia ini tidak terlampau panjang, jumlah dayungnya lebih sedikit, dan lebih bergantung pada layar. Bangkai-bangkai galai Kartago dari abad ke-3 atau abad ke-2 SM yang ditemukan di lepas pantai Sisilia memiliki perbandingan panjang dan lebar sebesar 6:1, yakni proporsi yang berada di antara 4:1 pada galai-galai niaga dan 8:1 atau 10:1 pada galai-galai perang. Galai-galai niaga di Laut Tengah pada zaman kuno dibuat dengan maksud untuk digunakan mengangkut kargo berharga atau barang-barang mudah rusak yang perlu dikirim dengan aman dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.<ref>Casson (1995), hal.&nbsp;117–21</ref>
 
[[File:Kylix Dionysus on a ship between dolphins 530 BC, Staatliche Antikensammlungen Munich 120637.jpg|thumb|right|[[Dionisos]] mengendarai sebuah wahana mirip galai kecil dalam lukisan pada [[cawan Dionisos]] karya [[Eksekias]], dari ca. 530 SM<ref>Casson (1971), hal. 68–69</ref>]]
Baris 37:
Galai pertama kali digunakan dalam perang untuk mengangkut para pejuang dari satu tempat menuju tempat lain, dan sampai dengan pertengahan milenium ke-2 SM tidak berbeda dari kapal-kapal niaga. Sekitar abad ke-14 SM, muncul kapal-kapal pertama yang dibuat khusus untuk keperluan tempur, lebih ramping dan bersahaja bentuknya jika dibandingkan dengan kapal-kapal niaga yang gempal. Kapal-kapal ini digunakan untuk menyergap, merebut kapal-kapal niaga, dan untuk urusan-urusan kilat.<ref>Casson (1991), hal. 30–31</ref> Selama periode awal ini, perompakan merupakan bentuk utama kekerasan terorganisasi di kawasan Laut Tengah. Sejarawan klasik di bidang bahari, [[Lionel Casson]], menggunakan contoh dari karya-karya tulis [[Homeros]] untuk menunjukkan bahwa penyergapan di laut dianggap sebagai pekerjaan halal oleh bangsa-bangsa bahari kuno. Sejarawan [[Athena klasik|Athena]] era akhir, [[Thukidides|Thoukudídēs]] mendeskripsikan penyergapan kapal-kapal niaga sebagai kegiatan yang "tanpa stigma" sedari masa sebelum ia lahir.<ref>Casson (1991), hal. 44–46</ref>
 
Pengembangan [[pelantak tubruk laut|pelantakbalok tubrukpendobrak]] kira-kira sebelum abad ke-8 SM mengubah cara-cara berperang di laut, yang sampai dengan saat itu berupa kegiatan menyerbu beramai-ramai ke atas kapal musuh dan bertarung satu lawan satu. Dengan struktur berat yang terpasang pada pangkal [[linggi haluan]] dan dilapisi logam, biasanya [[perunggu]], sebuah kapal dapat melumpuhkan kapal musuh dengan menghantamkan pelantakbalok tubrukpendobrak pada lambung kapal musuh hingga berlubang. Laju dan kegesitan nisbi kapal-kapal menjadi penting, karena kapal yang lamban akan dapat disalip dan dilumpuhkan oleh kapal yang laju. Ranjangan-rancangan awal hanya memiliki satu baris pendayung pada lambung tanpa geladak, menggerakkan batang dayung yang terpasang pada [[penumpu dayung]] di sepanjang pagar kapal. Agar dapat bergerak laju dan gesit dalam peperangan, sebuah kapal kayu sebanyak-banyaknya harus diperlengkapi dengan 25-30 bilah dayung pada setiap sisi. Penambahan sebaris lagi dayung, yang terjadi sebelum ca. 750 SM, memungkinkan galai dibuat lebih pendek tanpa mengurangi jumlah pendayung, sehingga membuatnya cukup kuat untuk dijadikan senjata tubruk yang efektif.<ref>Morrison, Coates & Rankov, (2000), hal.&nbsp;27–32</ref>
 
Mulculnya negara-negara yang lebih maju dan persaingan di antara mereka mendorong perkembangan galai menjadi lebih canggih dengan jumlah baris pendayung yang berlipat ganda. Sepanjang pertengahan milenium pertama SM, kekuatan-kekuatan Laut Tengah mengembangkan kapal-kapal yang kian besar dan kian rumit, yang tercanggih adalah [[triremis]] klasik yang berpenggerak 170 tenaga pendayung. Kapal-kapal triremis dilibatkan dalam beberapa pertempuran laut selama [[Perang Yunani-Persia]] (502–449 SM) dan [[Perang Peloponnesos]] (431-404 SM), termasuk dalam [[Pertempuran Aegospotamos]] pada 405 SM, yang memeteraikan kekalahan [[Liga Delos|Athena]] dari [[Sparta]] dan sekutu-sekutunya. Triremis adalah kapal canggih yang sangat menguras dana baik dalam pembuatan maupun perawatan disebabkan oleh jumlah awaknya yang banyak. Jelang abad ke-5, telah dikembangkan galai-galai perang canggih, yang memerlukan keberadaan negara-negara besar dengan perekonomian yang maju untuk membuat dan merawatnya. Galai dikait-kaitkan dengan kemutakhiran teknologi kapal perang sekitar abad ke-4 SM, serta hanya dapat dimiliki oleh negara yang maju dengan perekonomian dan administrasi yang maju pula. Pengoperasian galai membutuhkan tenaga pendayung dengan tingkat kemahiran yang cukup memadai. Kebanyakan para pendayung adalah warga negara merdeka yang berpengalaman kerja bertahun-tahun sebagai pendayung.<ref name="Morrison, Coates 2000 pp. 38-41">Morrison, Coates & Rankov (2000), hal.&nbsp;38–41</ref>
Baris 48:
 
Negara-negara yang muncul menggantikan kekaisaran [[Aleksander Agung]] membuat galai-galai yang tampak seperti triremis atau biremis dari segi tata-letak dayungnya, tetapi digerakkan dengan tambahan tenaga pendayung untuk tiap dayung. [[Dionisios I dari Sirakusa]] (ca. 432–367 SM) dihormati sebagai perintis galai "lima" dan "enam", artinya lima atau enam baris pendayung menggerakkan dua atau tiga baris dayung. [[Ptolemaios II Philadelphos|Ptolemaios II]] (283-46 SM) diketahui pernah membangun sebuah armada besar, terdiri atas galai-galai berukuran sangat besar dengan beberapa rancangan eksperimental yang didayung oleh 12 sampai 40 baris pendayung, meskipun sebagian besar dari galai-galai ini dianggap tidak begitu praktis. Armada-armada dengan galai-galai besar digunakan dalam konflik-konflik seperti [[Perang Punisia]] (246-146 SM) antara [[Republik Romawi]] dan [[Kartago]], yang melibatkan pertempuran-pertempuran masif di laut dengan pengerahan beratus-ratus kapal dan berlaksa-laksa prajurit, pelaut, dan pendayung.<ref>Morrison (1995), hal.&nbsp;66–67</ref>
 
Sebagian besar bukti tertulis yang masih ada berasal dari bidang usaha pengapalan barang Yunani dan Romawi, meskipun agaknya galai-galai niaga di seluruh Laut Tengah sangat mirip satu dengan yang lain. Dalam bahasa Yunani, galai-galai ini disebut ''histiokopos'' ("pe-layar-dayung"), nama ini mencerminkan ketergantungannya pada kedua macam propulsi itu. Dalam bahasa Latin, sebutannya adalah ''actuaria (navis)'' ("kapal bergerak"), nama ini menekankan kemampuannya mengarungi laut tanpa bergantung pada kondisi cuaca. Sebagai contoh dari laju dan keandalan galai-galai ini, dalam pidatonya yang terkenal "[[Carthago delenda est]]", [[Marcus Porcius Cato|Cato Sang Pengetua]] mendemonstrasikan betapa dekatnya Kartago, musuh besar Romawi, dengan memperlihatkan kepada khalayak pendengar sebutir ara segar yang menurut pengakuannya baru dipetik di Afrika Utara tiga hari lepas. Kargo-kargo lain yang diangkut dengan galai adalah madu, keju, daging, dan binatang hidup untuk pertarungan [[gladiator]]. Orang-orang Romawi memiliki beberapa jenis galai niaga yang dikhususkan untuk berbagai keperluan, di antaranya adalah ''actuaria'' dengan jumlah pendayung sampai dengan 50 orang yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pula ''phaselus'' (secara harfiah berarti "polong" atau kulit kacang) untuk transportasi penumpang dan ''lembus'', alat angkut cepat ukuran kecil. Banyak dari rancangan-rancangan ini terus dipergunakan sampai Zaman Pertengahan.<ref>Casson (1995), hal.&nbsp;119–23</ref>
 
===Zaman Imperium Romawi===
===Kawasan timur Laut Tengah===
===Kawasan barat Laut Tengah===
===Perkembangan galai sejati===
===Transisi ke kapal layar===
===Pengenalan senjata api===
===Kemerosotan Laut Tengah===
===Penggunaan di Eropa Utara===
====Kebangkitan kembali dan kemerosotan Baltik====
 
 
===Galai bersenjata api===